06. What If Lex Luthor Was My Father

Hal yang paling aku syukuri saat membuka mata adalah rasa hangat dan nyaman di bagian punggung, lampu gantung yang terang dan besar, ruang yang luas, dan selimut yang empuk. Mataku menoleh ke sekeliling dan mendapati seorang wanita berbaju pelayan dengan bando kain berwarna putih yang khas. Kalau diingat-ingat penampilan seperti itu sering aku jumpai di webtoon bertema kerajaan-kerajaan. Namun, hanya itu yang kusyukuri, selebihnya aku dipenuhi dengan kebingungan.

"Oek ... Oek ..."

Suara bayi?

"Oh my, Nona ingin digendong, ya?" Pelayan itu berkata, wajahnya terlihat sangat besar karena posisinya berada di depanku dekat sekali. Ingin aku mendorong kepalanya agar menjauh dengan tangan tetapi aku tidak jadi karena dibuat semakin terkejut.

Aku melihat tanganku yang terjulur ke depan, mencoba meraih wajah pelayan tersebut dan menyadari bahwa itu tangan bayi. Aku menggerakkan tanganku ke kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tangan itu benar adalah tanganku.

"Oek ...."

Aku tidak sedang berkata oek, sebenarnya aku mengumpat dengan menyebut, "Astaga!" Tetapi yang keluar dari mulutku cuma akan terdengar seperti suara bayi.

Oke, aku mulai pasrah. Siapa yang menyangka kalau reinkarnasi di dunia lain itu benar-benar nyata? Ini gila tetapi aku yang sudah sekian kali membaca novel bertema demikian, jelas sudah tidak terlalu terkejut saat mendapati diriku sendiri mengalaminya.

Aku tersenyum senang, setidaknya aku bisa memastikan bahwa diriku bereinkarnasi menjadi putri dari orang kaya. Oh, lihatlah semua furniture di dalam kamar besar dan mewah ini. Lalu, lihatlah pelayan yang sekarang sudah bertambah hanya untuk melihatku bangun tidur dan mengganti pakaianku. Aku orang kaya! Bye-bye, Miss Queen.

"Tuan Besar katanya hendak menemui putrinya." Satu pelayan berbicara pada pelayan lainnya.

Pelayan lain yang sedang menggendongku itu tertunduk menatapku dengan ekspresi yang bersedih. "Kasihan sekali Nona. Saya harap Anda bisa mendapatkan kasih sayang yang sesungguhnya dari Tuan Besar."

Apa maksudnya itu? Berharap mendapat kasih sayang Tuan Besar? Astaga, otakku sekarang sudah dipenuhi dengan berbagai macam spekulasi seperti; aku bereinkarnasi sebagai putri holkay tetapi kurang perhatian, bereinkarnasi sebagai putri yang tercampakkan, atau mungkin aku akan menjadi female lead menye-menye dari cerita mainstream penuh air mata yang menunggu kedatangan pangeran berkuda putih untuk menyelamatkan. Astaga. Padahal aku tidak suka cerita mainstream semasa aku hidup tetapi aku justru mendapatkan karma bereinkarnasi ke dalam cerita demikian.

"Oh, putriku." Suara berat seorang pria terdengar. Aku tidak bisa melihat ke arah pria itu karena berada di dalam dekapan seorang pelayan.

"Tuan Luthor." Dua pelayan di kamar ini mengucap kata yang sama sembari menunduk.

Aku terdiam cukup lama dengan pemikiran yang melayang-layang. Apa kata mereka? Tuan Luthor? LUTHOR? JANGAN BILANG ....

"Hahahaha! Akhirnya aku punya anak kandung! Anak super!" Si botak Lex Luthor menimang-nimang diriku di udara. Mataku bisa melihat dengan jelas ke arah wajahnya, mata bulatnya itu terlihat sangat bahagia, ia menyeringai lebar dan kadang tertawa. Sebuah tawa yang amat khas dari karakter villain utama.

"SIALAN!" "OEEK OEEK!"

"Putriku menangis bahagia melihat Daddy, ya? HAHAHAHA!"

"BAHAGIA KEPALAMU BOTAK, PAK LUTHOR!" "OEK OEK OEK!"

"Ohohoho tangisan bahagianya semakin kencang!"

"TIDAK!"

Tolong dengarkan suara hatiku yang sekarang menangis teriris-iris meratapi nasib sebagai putri seorang Lex Luthor, main villain dari serial DC Universe atau lebih tepatnya musuh bebuyutan Pak Superman. Dari sekian banyak karakter DC Universe yang aku idolakan, KENAPA HARUS LEX LUTHOR?

"Hahaha! Tidak salah aku memperkosa seorang gadis alien, kau pasti akan mewarisi kekuatan ibumu. Jadilah senjataku untuk menghancurkan Superman sialan itu!"

Tidak. UEUEUEUEUEU!

"Hei, pelayan. Urus putriku dengan baik. Aku tidak tahu cara mengurus bayi." Lex Luthor menyerahkanku lagi pada pelayan tadi.

"Apakah Anda sudah memberikan nama untuk Nona, Tuan Besar?" Si pelayan bertanya.

Lex tampak berpikir sejenak lalu mengibaskan tangannya. "Belakangan saja."

Apa-apaan itu? Belakangan itu kapan? Aku akan hidup tanpa nama begitu? Aku masih ingat dengan komik Superman yang pernah kubaca, di sana juga tertera bahwa Lex Luthor memiliki seorang putra yang tidak diberi nama bahkan sampai usianya menginjak dewasa. Akankah nasibku menjadi seperti Connor yang baru mendapatkan nama di usia dewasanya? Itupun yang menamainya bukanlah Lex Luthor.  

***

"Jadi, karena itu kau menamai dirimu sendiri?" tanya seorang lelaki dengan rambut berantakan berpakian santai; kaos oblong hitam ditutup kemeja putih yang kancing atasnya dibiarkan dan celana panjang longgar.

Aku menghela napas panjang. "Ya, begitulah, Dick. Ayahku itu bahkan masih marah karena aku tidak menggunakan nama yang berinisial LL."

"Kenapa LL?"

"Kan semua anggota keluarga Luthor namanya begitu. Kakek Lionel Luthor, Nenek Leticia Luthor, Tante Lena Luthor, Daddy of course Lex Luthor. Aku beda sendiri."

"Resti Queen Luthor nama yang cantik, kok."

"Avv, aku baper."

"Daddy-mu botak tapi mengapa kau tidak botak?"

"..." Aku memasang ekspresi yang kalau diketik jadi begini, (=_=). Apaan sih? Baru saja flirting tiba-tiba belok jadi roasting.

"Rambutmu lurus panjang dan tebal padahal your dad botak." Pernyataan Dick Grayson membuatku tertegun untuk sesaat.

"Kamu pengin liat aku botak?" Aku bertanya balik.

Dick menggeleng pelan. "Hanya penasaran."

"Karena aku alien." Aku menjawab. Dick manggut-manggut, ia memang sudah mengetahui perihal aku yang berdarah campuran manusia dan alien.

"Tetapi bagaimana ya ceritanya dia bisa kehilangan rambut?" Dick bertanya dengan sorot mata memandang lurus. Rasa penasarannya masih ada ternyata.

"Jadi ceritanya tuh dulu ...." Aku mulai bercerita awal mula mengapa Daddy Lex Luthor botak. Memang, pada saat aku terlahir di dunia ini beliau sudah botak tetapi aku masih ingat rahasia yang disembunyikan oleh Lex Luthor perihal kebotakannya. Di komik, pada masa lalu Lex Luthor saat masih anak-anak hingga remaja, ia masih dengan rambut bergaya jabrik kebanyakan pomade hingga rambutnya melawan hukum gravitasi.

 Semuanya bermula ketika rasa irinya kepada Superman memuncak hingga membuat ia terobsesi pada keinginan mendapatkan kekuatan super. Mengetahui rahasia di balik kekuatan Flash, salah satu anggota Justice League, yang mendapatkan kekuatan dari eksperimen terhadap dirinya sendiri, ia mencontoh hal itu. Lex Luthor melakukan berbagai jenis eksperimen terhadap dirinya sendiri dengan harapan bisa mendapatkan kekuatan super.

Namun, kasihan sungguh disayang, eksperimen gagal, kepala botak adalah satu-satunya hasil dari eksperimen yang ia lakukan.

Dick Grayson tertawa mendengarkan penjelasan dariku.

"Tetapi pada akhirnya, aku senang dia kembali menjadi orang baik setelah ditahan beberapa tahun." Dick berkomentar.

Aku mengangguk setuju. "Ya, kuharap Dad bisa betulan jadi orang baik ke depannya."

"Aku senang, meski Lex Luthor adalah penjahat kelas tinggi dan musuh bebuyutan Superman, kau sama sekali tidak memihak padanya dan justru menjadi seorang Hero." Dick menanggapi.

"Kalau kamu tahu alasan kenapa aku jadi Hero, kayaknya kamu bakalan tertawa." Aku berucap. Bisa kulihat kening lelaki tampan yang usianya 10 tahun lebih tua dariku itu berkerut. "Mau dengar ceritanya?"

Dia mengangguk dan aku pun mulai bercerita sejarah awal mengapa akhirnya aku memutuskan untuk menjadi seorang vigilante hero alih-alih benar-benar memenuhi harapan Daddy yang menginginkan aku menjadi musuh Superman. Semuanya jelas masih karena ada sangkut pautnya dengan Daddy yang enggan memberiku nama. Setiap orang di Metropolis untuk mendapatkan surat kependudukan harus memenuhi persyaratan yang dimuat ke dalam form ketika hendak mendapatkan surat tersebut di kantor sipil. Namun, bagaimana caraku mengisi form tersebut jika bagian teratas yaitu nama saja aku tidak punya.

Untuk merahasiakan keberadaan anak setengah alien yang akan menjadi musuh Superman dari si pihak superhero tersebut, Daddy bahkan tidak memasukkan diriku ke dalam kartu keluarga. Alias, aku benar-benar tidak punya identitas dan sering ditangkap polisi gara-gara dikira imigran gelap.

Namun, pada masa itu, saat aku melihat Batman seliweran bersama Superman di Metropolis karena suatu misi, tidak ada satu pun polisi yang mengganggu mereka atau mencegat hanya untuk sekedar ditanyai informasi kependudukan. Itu artinya, superhero bebas dari masalah identitas.

"Jadi, motivasimu hanya karena ingin keluyuran?" Dick bertanya saat aku menyelesaikan cerita masa laluku dengan singkat.

Aku mengangguk. Benar saja, ia betul-betul tertawa.

"Kamu sendiri gimana? Perasaan bekas lukamu makin bertambah saja." Aku ikutan bertanya.

Dick menghela napas panjang lalu mulai bercerita tentang keberadaan supervillain yang mengganggu Bludhaven. Sudah berkali-kali ditangkap tetapi selalu berhasil kabur dan kembali membuat kekacauan. Aku hanya mengangguk-angguk mendengarkan ceritanya sembari sesekali menyahut. Aslinya, aku sudah tahu kisah itu dari komik yang kubaca semasa hidup di kehidupan sebelumnya.

"Intinya penjahat itu akhirnya–"

"PENJAHAT!" Ucapanku terpotong akibat diinterupsi suara teriakan orang lain. Baik aku dan Dick melihat ke sumber suara, seorang wanita yang lari tunggang langgang menjauhi sesuatu. Saat aku melihat arah dari mana ia lari, seekor kucing raksasa mengejarnya.

Apa itu? Setelah ada villain hiu imut di Suicide Squead, sekarang muncul pula kucing?

Aku dan Dick berdiri dari kursi kafe bagian luar, kami saling pandang lalu berlari ke tempat sepi untuk bertransformasi mengenakan suit Hero. Namun, belum juga selesai berganti suit, ada seekor kucing melompat ke kepalaku. Keningku sakit karena kukunya menancap di sana.

"Ah, sakit, Meng." Aku mengeluh sakit dan menggendong badannya yang berat karena gemuk. Bulunya berwarna coklat, campur dengan oren, hitam, dan putih. Kucing yang kuberi nama Mameng ini memang lucu dengan corak yang hampir tidak pernah kulihat ada di sekitaranku.

"Kucingmu belum kamu kasih makan, Res?" Itu ibuku. Ibu asliku, bukan Ibu alien yang ditinggalkan oleh Lex Luthor setelah kemauannya terpenuhi.

"Udah tadi." Aku menjawab singkat lantas mengelus Mameng dan mendudukkannya di pangkuanku.

Kemudian, aku meraih ponsel yang ada di atas tempat tidur dan memandangi roomchat WhatsApp yang masih belum keluar dari kolom pesan dengan Ana.

[What if Kak Res reinkarnasi dan jadi anaknya Lex Luthor? Bakalan seru gak sih? Nanti Dick pas kencan sama kakak langsung nanya, kenapa rambut kakak panjang padahal bapak kakak botak]

Aku tertawa lantas memberikan balasan, [An, gara-gara kamu ngechat kayak gitu, aku beneran jadi ngehaluin Lex Luthor. Mana kocak banget lagi di dalam imajinasiku.]

[Wkwkwk itu pertanda Kak Res kudu mulai nulis komedi]

[Oke juga tuh idemu, An. Kebetulan C3T FLC temanya What If.]

[Nah, ketik aja kak. Siapa tau banyak mem yang baca berujung ikutan jadi fandom DC]

[Haha, ide bagus, An. DC Jaya-jaya! Aku otw ngetik dulu, yaw.]

Aku langsung keluar dari roomchat dan mengabaikan pesan masuk berikutnya dari Ana. Pada akhirnya aku betulan menulis imajinasi menjadi anak Lex Luthor ke dalam sebuah cerpen dan menyetorkannya pada Andrew, admin cerpen komunitas FLC yang kucinta.

🍀🍀🍀

Note author : ayo baca The Wayne Family Adventure di webtoon Inggris dan nyemplunglah ke dalam fandom DC yang kaya akan cita rasa.

Penulis: _restiqueen_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top