04. Matahari Terbit yang akan Kita Saksikan Esok Hari

Jalanan. Petang. Tanpa lampu.
Awan. Bulan tertutup.
Juga tangisan. Dan teriakan.

Sekitar hitungan menit sebelum sinar-sinar gelita membentang tirai kegelapan di langit, seorang pemuda akhirnya merebut kembali apa yang setiap makhluk damba-dambakan—kesadaran. Pemuda itu, Aris identitasnya, yang awalnya terbaring di tengah jalanan bangkit lalu berniat mengamati sekeliling. Malam tampak pekat akibat awan menutup rembulan, terlebih jalanan yang tak ada satu pun penerangan terpasang.

"Di mana aku?" pikirnya, "Apa yang aku lakukan di sini?"

Aris memakai kemeja yang kedua lengannya digulung ke atas sampai setengah, dan celana jin. Mungkin dia sehabis dari kegiatan resmi entah itu berhubungan dengan sekolah ataupun bukan, yang penting situasi sekarang begitu gawat.

Tiba-tiba, sorot kecil tertangkap dari kejauhan. Tak tahu harus bagaimana, Aris pun mencoba mendekat ke arah cahaya berasal. Tempat yang seharusnya tak ia tuju. Di sana terlihat banyak orang berkumpul di suatu taman. Sepertinya malam ini mereka sedang senggang sehingga memilih bersantai di sana.

Namun, saat awan-awan telah hilang di langit, beberapa orang bertingkah aneh, dan berubah menjadi monster binatang. Harimau, gorila, kucing, anjing, dan sebagainya—yang ukurannya menyamai ukuran pria dewasa. Mereka menyerang orang lain di sekitar yang sedari tadi terus-terusan menjerit ketakutan. Kuku lancip, taring tajam, dan gigi kuat digunakan untuk menyerang.

Orang-orang yang diserang menjadi terluka hebat. Kulit mereka terbuka lebar, darah mengalir dari tubuh mereka. Jeritan dan tangisan penuh ketakutan memenuhi malam itu. Mengejutkan, orang-orang yang diserang berubah menjadi monster. Ada yang sama dan ada yang berbeda dengan yang menyerang mereka. Kini jalanan dipenuhi oleh genangan darah merah dan sobekan-sobekan pakaian.

Tentu saja Aris pun diserang oleh para monster. Monster kucing melompat dan menunjukkan cakar yang tajam. Tangan Aris terluka, menyebabkan darah menetes. Ia berlari menjauh dari taman mengerikan itu.

Di jalan, Aris bertemu dengan beberapa manusia lain. Pemuda itu telah menyembunyikan lukanya dengan memanjangkan lengan baju yang awalnya terlipat.

"Hei, teman, apa kau baik-baik saja?" tanya pemuda yang memakai kaus merah.

"Apa kau terluka? Tidak? Ayo cepat ikut kami ke tempat persembunyian! Sebelum para monster itu datang!" Pemuda lain yang memakai kupluk mengajaknya pergi.

Pemuda itu menarik tangan Aris dan mereka berlari menuju ke suatu tempat di tanah rendah. Di sana ada lubang masuk yang kecil. Mereka memasukinya satu per satu. Di dalam ternyata terdapat bangunan bawah tanah berdinding beton, tanpa celah untuk masuknya cahaya.

"Ini adalah tempat persembunyian yang dulu dibangun dan digunakan pada masa perang. Kini ruangannya telah dipasangi lampu-lampu. Oh ya, salam kenal, aku Rei, ketua di sini." Rei—pemuda yang memakai kupluk—menjabat tangan Aris. Tanpa sengaja, lengan baju Aris tertarik dan lukanya terlihat.

"Hei, dia terluka!" seru pemuda berkaus merah.

"Rei, menjauh darinya!" sergah seorang pemudi berambut panjang.

Rei pun menjauh dari Aris dan menuju teman-temannya. Mereka mengacungkan senjata mereka. Parang, pedang, tombak, dan arit.

Beberapa detik berlalu. Suasana menjadi hening. Semua orang kebingungan, menatap Aris dengan nanar.

"Mengapa? Mengapa kau tak berubah?”  seru pemuda berkaus merah.

"Aku ... aku...," gagap Aris. Ia kebingungan dan ketakutan, menunjukkan ekspresi kengeriannya.

"Kalau begitu, dia sama seperti yang lain, yang terluka, tapi belum berubah!" Rei memberi dugaan.

"Artinya dia belum berubah! Sinar bulan belum menyentuh dirinya!" seru pemudi berambut panjang.

Pemuda berkaus merah menatap pemudi itu. "Clara, itu berarti...."

"Apa yang kau tunggu? Cepat bawa dia ke ruang pengobatan!" perintah Rei.

Si pemudi terkesiap. "Baiklah!"

***

Aris mengecek lengannya. Luka yang awalnya lebar di sana telah diobati dan diperban. Ia melihat ke depan.  Ruangan Aris berdiri dipenuhi oleh orang-orang yang terluka—mulai dari ringan hingga berat—dan sudah diberi pertolongan. Kebanyakan dari mereka terduduk lesu sambil bersandar dan mengeluhkan tentang rasa sakit yang dialami.

"Katanya, tanpa cahaya bulan mereka takkan berubah," pemudi yang mengobatinya tadi tiba-tiba muncul di sisi kanan, "Rei yang mengatakannya." Pemudi itu tersenyum saat Aris menoleh ke arahnya. "Namaku Clara."

Saat Aris hendak menyambut tangan si pemudi yang terulur, tiba-tiba terdengar lolongan aneh dari luar. Di kejauhan, berupa hutan pegunungan, gerombolan kingkong raksasa melolong sambil memukul-mukul dada mereka. Seluruh manusia di dalam gedung itu menjadi waswas. Mereka sebisa mungkin menahan suasana agar tetap hening sehingga tidak ketahuan oleh para monster di luar sana.

Beberapa pemuda bersiaga sambil menggenggam senjata masing-masing. Mereka menajamkan indra mereka dari datangnya mara bahaya. Namun, hening. Tak ada sedikit pun tanda para monster datang. Sebagian manusia di sana pun bernapas lega.

Tiba-tiba, suara menggelegar datang dari dinding, seperti ada sesuatu yang besar tengah menghantam. Dinding pun retak, membuahkan lubang kecil di sana, memberi akses cahaya bulan untuk masuk. Sebuah batu raksasa datang menghantam dinding, menghasilkan lubang raksasa, lalu menembus dan menerobos ke dalam ruangan.

Sebagian besar orang terlindas dan mati. Clara membawa Aris ke tempat aman. Sementara Rei dan lainnya maju ke garis depan, suara menggegelar dan lolongan monster binatang memasuki liang telinga. Tampak sosok bertubuh besar memasuki tempat situ. Tak ada yang selamat, semua tercabik dan kepalanya terpenggal. Sedangkan mereka yang melarikan diri kebingungan. “Kita tidak bisa membawa yang terluka ke permukaan, mereka bisa berubah!”

Clara yang memimpin rute pelarian memikirkan suatu cara. “Tidak, ikuti saja saluran air di lubang ini, yang akan membawa ke bunker lainnya.”

Bangunan bawah tanah yang dimaksud cukup jauh. Saluran itu pengap serta berbau tidak sedap, para penyintas mengeluh sambil menutup penghidu. Aris berharap segera sampai. Setibanya di bunker, alangkah terkejutnya semua mendapati mayat-mayat manusia bergelimpangan di sana. Apalagi lubang-lubang memenuhi langit-langit. Kini sudah tak ada lagi harapan. Clara menarik tangan Aris saat cahaya rembulan hampir mengenainya. Para orang terluka berubah jadi monster mengerikan, yang memakan penyintas.

Saat Clara berlari, dia tak sadar menuju permukaan. Matanya membelalak saat menengok ke belakang. Aris masih baik-baik saja.

“Kau … !” Clara benar-benar tak paham apa sejatinya Aris itu. Mengapa dia bisa selamat walaupun cahaya bulan menyirami. Bagaimana caranya, apa penyebabnya? Clara tak tahu apa-apa lagi. Dia melengah ke arah hutan seperti orang gila, tetapi berteriak akan tetap hidup.

Monster-monster binatang memenuhi daratan. Tak ada jalan keluar bagi siapa pun. Mereka mengepung Aris.

Di detik-detik terakhir itulah, Aris mengingat semuanya. Ini semua dimulai ketika anak kecil, perempuan, imut.  Anak anjing, kecil, imut. Anak anjing, berdarah, menggigit, anak kecil.

Di jalanan kompleks yang tampak ramai, seorang ibu mengajak anak perempuannya berjalan-jalan. Anak itu turut mengajak anjing kecil lucu yang diikat kalung pada leher dan dipasang tali.

Setelah selesai jalan-jalan, anak itu memasukkan anjingnya ke kandang. Ia mengelus-elus rambut anjing yang amat halus. Anjing itu menggigit kaki majikannya, dan kemudian terdengar jeritan melengking yang memekakkan telinga. Ibunya keluar dari rumah dengan panik dan gelisah, lalu segera mengobati anak manisnya itu.

Aris adalah ayah dari anak itu, yang melakukan segala cara untuk mengobati anaknya. Termasuk menciptakan monster dari istrinya sendiri. Sampai ketika laboratorium menemukannya lalu menyebarkan pandemi ini.

Manakala cahaya rembulan berakhir, candra penuh itu hilang ditelan horizon. Matahari menampakkan kemegahannya. Langit berubah ungu kemerahan, lambat laun membiru. Monster-monster di sekeliling berubah menjadi patung, tubuh mereka memutih lalu rapuh remuk lenyap terbawa angin. Meninggalkan Aris seorang diri yang selamat dari tragedi sehari ini.

🍀🍀🍀

Penulis: William_Most

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top