02. Siapa yang Bilang Selamat Tinggal?

Perpustakaan kota itu sunyi seperti biasa, hanya diisi oleh bisikan lembut kertas yang dibalik dan detak jam dinding tua yang menggantung di tengah ruangan. Pada pukul sepuluh malam, semua pengunjung sudah pulang, kecuali seorang wanita berambut oranye yang sibuk memindai koleksi buku tua. Namanya Vera, seorang pustakawan yang gemar menghabiskan waktunya di sini, terutama saat liburan musim panas.

Namun, malam itu terasa berbeda.

Tangan Vera gemetar saat menggenggam selembar surat. Kata-katanya sederhana, tetapi mengerikan, mengancam nyawanya. Pembunuh itu menulis bahwa ia akan datang malam ini. Jantung Vera berdetak kencang, pikirannya penuh dengan kemungkinan terburuk. Haruskah dia lari? Atau tetap di sini, berharap ancaman itu hanya lelucon buruk?

Saat jarum jam dinding mendekati tengah malam, suara langkah kaki terdengar di antara rak-rak buku. Vera terdiam. Suara lagu samar mulai terdengar, nadanya melankolis dan menghantui. Vera menahan napas. Itu bukan melodi biasa. Lagu itu adalah isyarat yang pernah dia dengar bertahun-tahun lalu.

"Sudah lama, Vera," suara berat seorang pria tiba-tiba memecah keheningan.

Dia berbalik, melihat seorang pria berdiri di sana. Mantelnya gelap, hampir menyatu dengan bayangan di sekelilingnya. Wajah itu tampak akrab, tetapi sorot matanya menyimpan dendam yang tak termaafkan.

"Adrian," bisik Vera, tubuhnya membeku.

Pria itu tersenyum tipis. "Kenapa kau terlihat kaget? Bukankah kau tahu aku akan mencarimu?"

"Kau ... kenapa melakukan ini?" Vera mencoba berbicara, meski suaranya bergetar.

Adrian mendekat, pandangannya dingin. "Kau benar-benar tidak tahu? Karena kau meninggalkan kami. Kau membakar segalanya, Vera. Rumah, keluarga, dan harapan."

Kenangan masa lalu menyeruak dalam benak Vera. Dulu, dia adalah bagian dari kelompok kecil yang menganggap Adrian seperti keluarga. Tapi sebuah tragedi terjadi—kebakaran yang menghancurkan rumah Adrian beserta keluarganya. Semua orang menuding Vera sebagai pelakunya, meski dia bersumpah bahwa itu bukan ulahnya. Tekanan itu membuatnya melarikan diri, meninggalkan Adrian sendirian dalam kehancuran.

"Adrian, dengarkan aku. Aku tidak pernah melakukannya! Aku bersumpah!" Air mata menggenang di mata Vera.

Adrian mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah korek api. "Kau pikir aku akan percaya? Setelah semua ini?"

Suara keras dari luar memecah ketegangan. Sebuah mobil berhenti mendadak di depan perpustakaan, dan sirene polisi mulai terdengar, memekakkan telinga. Suasana menjadi hectic. Namun, Adrian tetap tenang.

"Kau pikir polisi bisa menyelamatkanmu?" katanya dingin. Dia membuka tutup korek api itu dan menyalakannya, api kecil menari di ujungnya.

"Adrian, jangan! Ini tidak akan memperbaiki apa pun!" Vera memohon, suaranya pecah oleh rasa takut.

Tapi Adrian tak peduli. Dengan gerakan cepat, dia melemparkan korek api itu ke tumpukan kertas. Api menyala dan segera menjalar ke rak-rak buku di sekitarnya. Suara derak kayu yang terbakar memenuhi udara, diiringi oleh asap yang mulai memenuhi ruangan.

"Kenapa kau melakukan ini?" Vera berteriak putus asa, matanya menatap Adrian penuh permohonan.

Adrian hanya menatapnya, wajahnya tanpa emosi. "Kau tidak bisa lari dari masa lalu, Vera. Dan aku akan pastikan kau merasakannya."

Api semakin besar, menjalar ke langit-langit perpustakaan. Vera mundur, punggungnya membentur rak buku. Dia tahu tidak ada jalan keluar. Asap menyesakkan paru-parunya, membuatnya terbatuk-batuk.

Sementara itu, Adrian melangkah mundur ke dalam bayangan. "Siapa yang bilang selamat tinggal, Vera?" katanya sebelum menghilang ke dalam kegelapan.

Vera mencoba mencari jalan keluar, tetapi api telah menghalangi semua pintu. Dengan napas tersengal-sengal, dia melihat sekeliling, berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkannya. Namun, semua usahanya sia-sia.

Saat api melahap perpustakaan dengan rak demi rak yang runtuh, Vera hanya bisa pasrah. Dia memejamkan mata, merasakan panas yang semakin mendekat. Di luar, polisi dan pemadam kebakaran datang terlambat untuk menghentikan kehancuran ini.

Malam itu, perpustakaan kota menjadi abu. Satu-satunya benda yang selamat adalah jam dinding tua di tengah ruangan. Detaknya terus berjalan, menjadi saksi bisu dari tragedi dendam yang menghancurkan segalanya.

Dan di antara abu yang berserakan, hanya pertanyaan itu yang tersisa: Siapa yang bilang selamat tinggal?

🍀🍀🍀

Penulis: Hanfalis

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top