01. Trakom
Di mana yang dikatakan, aku tidak melihatnya? Suatu puja-puji yang diagungkan tanpa kebenaran, meratapi keterpurukan dengan merasa paling korban. Tersakiti dan tersiksa hari demi hari hingga berharap sakratulmaut yang tak akan terjadi menjemput.
Pada hari yang ditentukan itu, Raja Gunung memberikan gulungan perkamen kepada ajudannya, sebuah mantra yang mengagihkan kebutaan kepada penduduk desa. Itu harus disembunyikan dengan benar agar tiada yang bisa merebut, salah satunya pasukan Induk Beruang nan garang lagi penuh tipu daya, terbalik dirinya yang lemah lembut serta murah hati membunuh satu per satu orang dengan penyiksaan tanpa akhir. Raja Gunung menginginkan perkamen itu disimpan baik-baik di gua kawah berapi, tempat gelap nan tidak ada satu pun berani mendekat. Alasan utamanya ialah makhluk mengerikan yang mendiami sana, memiliki napas api, sayapnya berduri, dan bertaring amat tajam. Di lain sisi, dua kesatria terbaik nan setia Induk Beruang, beranjak dari bentengnya.
Tengah malam ini, dua kesatria akan menggempur wilayah Raja Gunung. Manakala aktivitas petani di persawahan telah usai memanen gandum, para pedagang menggulung lapak seketika burung-burung di angkasa menuju sarang pohon raksasa, hewan nokturnal menunjukkan kekejian mereka memburu mangsa, lampu-lampu jalanan dinyalakan, pintu rumah dikunci rapat, orang-orang tertidur lelap seraya berdoa hari esok akan membaik. Dua jarum pada menara jam tinggi berada di angka dua belas. Pasukan Induk Beruang menerjang masuk dengan aura mencekam.
Demi melindungi tanah air, prajurit Raja Gunung menghalau mereka. Akan tetapi, kuasa yang jauh berbeda mengalahkan nan lemah. Duo kesatria terus maju menguasai benteng lawan. Hingga masuk ke kastel kerajaan, menemui Raja Gunung yang tergelak terbahak-bahak di takhtanya. Dari luar, cahaya hitam yang terang luar biasa memancar. Sumbernya berasal dari kawah berapi. Menandakan mantra kebutaan telah diaktifkan. Akan tetapi, keterkejutan merasuki Raja Gunung. Seketika seluruh orang di pihaknya mengalami histeria massal akan teriakan-teriakan hilang penglihatan bagi penduduk. Rupa-rupanya ajudan yang ditugasi telah gagal melaksakan misi, tewas terpenggal oleh penunggu kawah berapi. Kini perkamen telah dicuri oleh makhluk itu. Momen ini dimanfaatkan duo kesatria untuk menjagal para menteri dan jenderal. Lalu laung memekakkan terdengar di langit, makhluk berwujud naga menyemburkan seisi desa dengan napas api. Orang-orang tewas terpanggang. Makhluk itu setelahnya terbang jauh membawa perkamen terkutuk ke antah-berantah di angkasa lepas.
Kini Raja Gunung kehilangan segalanya.
Saat kesatria hendak merayakan kemenangan, tawa cekikik terdengar dari raut licik Raja Gunung. Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, kemenangan dibalas kekalahan. Di markas, Induk Beruang mengembuskan napas terakhir setelah tombak-tombak menembus kepalanya, matanya, telinga, mulut, dada, perut, kedua telapak tangan, telapak kaki, paha. Bersimbahkan darah dan mengucapkan kata-kata terakhir untuk balasan yang setimpal.
Hancurnya desa Raja Gunung mengakhiri peperangan antara dua wilayah. Penduduk asli kini bisa kembali ke kampung halaman mereka dari Induk Beruang. Pahlawan yang digaungkan, pemimpin baru nan siap melindungi. Patriot bangsa.
Pada akhirnya, di mana yang dikatakan, orang-orang melihatnya? Tatkala Raja Gunung sekarat di tangan sakratulmaut yang tak sudi mencabut nyawanya, dia terus berdoa dan berdoa tanpa dikabulkan, kapan mendapatkan pengampunan dari anak-anaknya setelah segala kejahatan yang dia telah bertaubat, tetapi tak akan dimaafkan, tiraninya telah membekas dan menggores luka trauma di hati masing-masing keluarga yang pecah, dan tak akan mendapatkan momen seperti dahulu lagi.
Kesatria amat menantikan saat itu.
🍀🍀🍀
Penulis: William_Most
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top