Hilang Arah [ III ]

*Sembagi Arutala — Hilang Arah.*

Anak-anak SMA Sanskara hari ini sedang melakukan jurit malam. Mereka sedang mengadakan perkemahan di puncak.

Seharusnya, hal ini bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Thea itu. Namun, dirinya tertimpa sial. Ia terpencar dari rombongan, saat gadis itu membenahi tali sepatunya yang terlepas.

"Mitha! Dhea! Kalian di mana?!" teriaknya, merasa ketakutan.

Tidak ada penerangan apa pun di sana. Hanya senter yang berada di tangannya saja. Apalagi, Thea tidak membawa ponsel untuk menghubungi yang lain jika ia tersesat.

"Duh, gimana, nih? Mana gue gak bawa petanya lagi."

Akhirnya, Thea memutuskan untuk melangkah---berjalan tak tentu arah. Daripada berdiam diri di tempat tadi dan tidak membuahkan hasil, lebih baik Thea berusaha, walaupun tidak tahu hasilnya akan seperti apa.

Thea merapatkan jaketnya, saat angin malam  berembus, menerpa kulitnya.

_Krek_

Thea terperanjat, mendengar bunyi itu. Ia menunduk dengan perlahan. "Oh, cuma ranting."

Thea bernapas lega, kembali melanjutkan langkah. Namun, sayangnya ia buta arah. Sudah terhitung tiga kali ia berjalan, kembali lagi ke tempat di mana ia tertinggal.

"Astaga, kenapa ketemu tempat ini lagi, sih?!"

Ini seperti sebuah petualangan yang endingnya hanya bumerang. Thea seperti hidup sendirian di bumi ini. Tidak ada satu pun dari rombongan yang berbalik arah untuk mencarinya.

Thea yang merasa putus asa, memilih untuk berjongkok. Ia menekuk lututnya, memeluk dirinya sendiri.  "Tolongin gue, hiks."

Ada beberapa hal buruk yang melintas di kepalanya. Bagaimana selamanya ia akan tersesat? Bagaimana jika dirinya akan tertinggal di hutan yang gelap ini? Rasanya tidak mengenakan, harus melanjutkan petualangan ini sendirian.

"Hiks ... hiks. Gue pengen pulang.''

"Thea.''

Sontak panggilan itu membuat Thea mendongak. Seorang cowok bertubuh jangkung tengah berdiri di hadapannya.

"Nanta," ucap Thea.

"Lo kenapa di sini? Orang-orang pada nyariin lo, tau enggak?" tanya Nanta, tak luput menatap gadis di hadapannya.

Thea berdiri, menatap Nanta sayu. "G-gue tersesat."

Nanta memiringkan wajahnya, melihat butiran bening yang jatuh di pipi gadis itu. "Cengeng."

"Hah?"

"Lo cengeng," ulang Nanta.

"Kalau gue cengeng emang kenapa? Emang itu kenyataannya, kan? Lagian ditinggal sendirian siapa yang gak takut coba?"

"Cerewet," ucap Nanta.

Thea merapatkan bibirnya. Jelas saja cowok di hadapannya itu kesal dengan perkataannya yang beruntun.

"Lo mau pulang enggak?" tanya Nanta, lalu melihat sekitar, "kita cari jalan keluar."

"Lho, emangnya lo gak tau jalan?"

Nanta menoleh, menggeleng pelan. "Selama ini gue hanya tau caranya pergi dan mencari, tanpa pernah kembali."

"Maksudnya?" Thea sama sekali tidak mengerti makna ucapan Nanta.

Cowok itu tersenyum simpul, melihat  Thea dengan tatapan yang sulit terbaca. "Terkadang, beberapa hal sengaja dirahasiakan, agar jawabannya bisa keluar tanpa adanya pertanyaan. Makanya, gue lebih senang pergi, menyelami petualangan baru. Mencari jawaban atas pertanyaan yang susah buat diutarakan."

"Ayo! Kita cari jalan keluar," ajak Nanta.

Thea tersentak dari lamunannya mengenai perkataan Nanta tadi---saat cowok itu tiba-tiba menggandeng pergelangan tangannya.

Senyum indah terukir dari bibir Thea. Jika seperti ini keadaannya, ia ingin selalu tersesat, dan melakukan petualangan berdua dengan seseorang yang singgah di hatinya itu.

Sayangnya, hal itu tidak berlaku lama. Saat rombongan yang lain menemukan keberadaan keduanya.

"Thea, lo gapapa, kan?"

"Kita khawatir banget sama lo."

Mitha dan Dhea langsung memeluk Thea erat. Keduanya takut terjadi hal yang tidak-tidak menimpa sahabatnya itu.

"Gue baik-baik aja, kok," ujar Thea, sembari tersenyum.

Mitha menghela napas lega. "Syukurlah kalau gitu."

Thea menoleh ke belakang, ia tidak menemukan orang yang ia cari. Matanya mengerling ke segala arah, tetap saja tidak ada Nanta.

_Dia ke mana?_

Pertanyaan itu yang menguasai pikirannya saat ini. Tiba-tiba, perkataan Nanta tadi berkelana di kepalanya. Thea baru ingat, Nanta hanya senang pergi dan mencari, tanpa mau untuk kembali.

Di antara mereka tidak akan ada yang menjadi rumah, walaupun sebenarnya Thea menginginkan hal itu. Dari sini, Thea dihantam kenyataan jika Nanta bukan persinggahan yang tepat untuknya.

Lagi dan lagi, sepertinya Thea harus melakukan petualangan ini kembali. Sendirian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top