Fight First, Result Later [ II ]
Judul : Fight first, result later.
Penulis : Juan
Lagi-lagi siluet cahaya dari lampu sein kendaraan yang melintas itu membuatnya mengernyitkan netranya, namun itu tak membuatnya beranjak dari tempat ia berdiri.
Pikirannya sibuk bergelut manja, dan ia masih tidak bisa bernapas lega sebelum hari itu tiba.
Gadis itu, gadis yang sama dengan kemarin. Gadis yang selalu datang sehabis matahari terbenam kemudian diam berdiri pada tepian sungai Cheonggyecheon, Seoul, bersama beberapa buku-buku tentang ilmu hukum yang selalu menjadi temannya. Serebrumnya penuh dengan macam-macam jenis pemikiran yang berujung pesimis. Tidak, dia tidak boleh gagal. Apapun itu, dia harus bisa mencapai keinginannya dan membuktikan pada orang tuanya bahwa tidak semua pilihan anak itu buruk. Atau mungkin mereka lupa bahwa yang paling tahu apa yang terbaik untuk diri sendiri adalah kita sendiri.
Kedua netra coklat itu masih bergerak mengikuti rentetan kalimat-kalimat yang akan membuat orang lain membaca dua kali namun tidak untuknya. Entah apa yang ada di pikirannya sehingga ia lebih nyaman belajar di sini ketimbang di rumah yang sudah pasti suara bising tak akan menggangu konsentrasinya.
Sudah sekitar satu jam ia berdiri di sini. Membaca buku lagi dan lagi. Tanpa disadari itu adalah bentuk perjuangan dalam meraih impiannya. Diterima masuk jurusan impiannya, lalu sukses dan mampu membuktikan pada kedua orang tuanya. Yah, itu adalah sebuah angan-angan yang dia yakini bisa jadi kenyataan.
Sebuah pesan singkat menciptakan getar pada ponselnya.
Jimin :
Yak! Nam Gyura! Aku sudah bilang lepas buku itu dari tanganmu, ayo nikmati waktu yang tersisa dengan membebaskan pikiranmu!
Tidak ada yang istimewa dari pesan ini, dan entah bagaimana sebuah pesan singkat itu mampu menarik sudut labiumnya, namun sepertinya ia tidak berniat membalasnya karena ponsel itu segera ia letakkan kembali pada tas ranselnya lalu kembali fokus mencari kalimat akhir yang ia baca.
"Aku yakin kau akan masuk ke dalam universitas yang kau inginkan." Seorang pemuda datang menghampirinya, Gyura sudah memasang praduga kalau Jimin mengikutinya lagi.
"Kau itu pintar, mengapa belajar lagi jika sudah pintar?" Jimin berdiri di samping gadis itu. Memandangi pemandangan sungai yang sayang sekali jika dilewatkan.
"Tidak ada batasan dalam mencari ilmu."
"Kau tidak tahu kalau setiap hari banyak ilmu-ilmu baru yang lahir. Ilmu itu tidak ada habisnya, makanya, selagi aku bisa, kenapa tidak terus meraihnya?"
"Seperti halnya kau melihat sebuah laut, kau tahu laut itu luas, namun bagi orang yang sedang ingin menjelajahnya, laut itu lebih luas dari yang kau tahu. Setiap orang tidak pernah cukup dalam mencapai suatu hal. Sekarang ia dapat apa yang dia inginkan, namun bisa jadi esok dia ingin lebih dari yang diinginkan. Tidak ada yang tahu apa keinginan seseorang."
Dari perkataan Gyura barusan, mungkin dapat di simpulkan bahwa seseorang tidak pernah cukup dalam suatu hal. Itu biasa terjadi pada semua orang. Termasuk dia sendiri, memiliki nilai bagus, rangking satu tidak pernah absen dalam rapor nilainya, dan ia kerap kali mengikuti kegiatan mengasah otak. Namun, itu tidak pernah cukup. Mungkin ini yang disebut impian, semua orang pasti punya impian dan itu tidak cukup satu. Jadi, ketika satu impiannya terwujud, maka yang akan dilakukan adalah mewujudkan impian-impian lainnya.
"Menurutku ... itu cukup merepotkan, tapi mungkin akan menyenangkan bila memang dia sendiri yang ingin." Bagi Jimin yang notabenenya hanyalah individu bebas tanpa tahu rasanya terikat oleh keseharusan adalah sangat merepotkan, karena pemuda itu bisa mendapatkan dengan mudah melalui uang. Berbeda dengan Gyura yang memilih berjuang sendiri dengan tanpa bantuan tangan siapapun. Jatuh, kemudian bangkit lagi. Dia tidak butuh tangan orang lain untuk membantunya berdiri, selama kedua tangannya masih mampu menumpu tubuhnya yang setiap hari dipikul banyak hal.
"Kalau begitu, kau selama ini sudah berjuang. Dan besok adalah hari untuk kau melakukan seleksi yang akan menentukan impianmu apakah terwujud atau tidak. Maka, aku minta kau untuk mengistirahatkan otakmu. Ilmu-ilmu yang kau dapat tidak akan pergi, tenang saja. Karena dia tahu mana orang yang pantas mendapatkannya." Jimin menepuk pelan pundak Gyura, mengalirkan kekuatan dan semangat pada gadis yang telah menjadi teman lamanya.
Sebuah senyum simpul namun tulus itu tercipta pada labium empu yang ia tepuk pundaknya. Baginya, kehadiran Jimin mampu membuat semuanya terisi kembali. Seperti ia menjadi ponsel dan Jimin sebagai charger-nya. Ponsel tidak akan bisa hidup tanpa tanpa charger yang mengisi baterainya, sama halnya dengan charger yang tidak akan berguna apa bila ponsel itu tak ada.
Cukup sulit berjuang di antara orang-orang yang memandang rendah padanya. Termasuk orang tuanya sendiri yang tidak yakin pada keinginannya.Hanya Jimin satu-satunya sumber penyemangatnya. Beruntung juga ia dapat beasiswa, sehingga ada jalan untuknya menggapai impiannya walau mereka tak yakin pada apa yang ia pilih. Setidaknya Gyura sudah berjuang, berjuang mewujudkan impiannya dengan mengikuti tes seleksi besok.
Mau bagaimanapun hasilnya nanti, dia tidak akan menjadikan itu bentuk lain dari menyerah. Karena setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua. Dan Gyura ingin dia berhasil pada kesempatan pertama dengan perjuangannya selama ini.
"Kajja! Kita makan. Aku akan mentraktirmu sepuasnya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top