A Day to Remember [ III ]
Judul: A Day to Remember
Karya: Na-chan
Semilir pagi menerpa wajahku pelan, membasuhku dari mimpi-mimpi semalam yang masih melekat satu-dua. Udara sejuk pegunungan ‘tak membuatku urung dan malah bermalas-malasan di tenda. Hari masih pagi, harus dinikmati sebelum siang datang, bukan? Lekas setelah cerek berisi air panas di atas tungku menyalaku meraung-raung tanda mendidih, aku mengambil sebuah cangkir yang tadi sudah kuisi bubuk kopi hitam kemasan _Kapal Air._
Kepulas asap-asap samar dari cangkir kopiku membumbung naik sambil mengedarkan wangi khas kopi hitam ke sekitar perapian. Aromanya kontras dengan wangi rerumputan dan tanah basah tempatku camping kemarin. Tinggal berjalan beberapa kilometer lagi, maka aku akan sampai ke puncak. Lalu akan mengambil beberapa atau mungkin puluhan fotoku, memakan mie instan _Indome_ yang sudah kusiapkan dalam jumlah banyak juga bekalku di perjalanan pertama yang kutempuh seorang diri.
Puas menikmati kopi dan mie instan dari bekalku, aku kemudian mulai merapikan tenda dan peralatan lain, memastikan api tungku yang kubuat satu jam yang lalu sudah padam, lalu kembali melanjutkan perjalananku yang sempat tertunda malam. Di sepanjang perjalananku yang sudah hampir sampai di tujuan, kulihat beberapa hewan hutan menatapku asing. Beberapa tupai bahkan mengiringi sebentar perjalanan setapakku menuju puncak.
Kicau-kicau burung liar yang saling balas-membalas menjadi pemutar musik alamiku. Terbalut rapi dengan jaket tebal berwarna putih kesayanganku, ditambah secangkir kopi hangatku tadi, membuatku dengan mudah menepis hawa sejuk pegunungan yang membungkus rapat rute perjalananku. Kali ini special, selain rutenya yang memang belum pernah kulalui, kepergianku yang hanya seorang diri juga membawa kesan tersendiri bagiku yang minim pengalaman travelling sendirian.
Napasku terengah-engah, tetapi entah mengapa senyum tawa justru tersungging nyaris permanen sepanjang sisa perjalananku pagi ini. Matahari tampak mulai meninggi, banyak kutemui pendaki-pendaki lain yang juga bersunggingkan senyum hangat di pipinya.
“Mungkin karena secangkir kopi yang sama sepertiku,” gumamku sambil lalu dengan senyum yang ‘tak sekalipun mengendur.
Sampai. Ketinggian yang membuatmu berdecak kagum, pemandangan yang membuat tanganmu gatal memencet tombol tengah pada kamera, suasana yang membuatmu merasa nyaman dengan sekitar dan diri sendiri. Trauma masa laluku perlahan-lahan berhasil kutepis. Kenangan Angga yang tewas setelah terjatuh di tebing curam tiga tahun lalu kembali melakukan kunjungan rutin hariannya. Namun, berhasil kutepis setelah satu-dua air mataku menetes jatuh.
“Vina, kau benar! Kematian Angga bukanlah salahnya, dan itu juga bukan kesalahan kita yang terlalu lalai menjaga rekan satu tim!” teriakku bebas tidak memperdulikan tatapan-tatapan pendaki lain di sekitarku. Aku menggantung kalimatku sesaat, menguatkan hati mengucapkan penggalan kalimat terakhir.
“Angga … kami hidup dengan baik, kami hidup dan bertahan dengan baik seperti yang selalu kita impikan dulu! Karena itu … kamu juga, _hiks,_ harus, _hiks,_ beristirahat dengan tenang!”
Fondasi kakiku goyah setelah mengeluarkan doa yang selama ini hanya bisa kuucapkan dalam hati karena akan selalu mengundang tangis jika kusuarakan seperti sekarang. Angga, perjalanan dan kenangan kita yang telah lalu, biarlah terus menjadi kenangan masa lalu yang akan selalu kami simpan untuk kelak kita ceritakan kembali bila takdir berbaik hati mempertemukan kita suatu waktu nanti.
Angga, _My Beloved Friend–The End._
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top