(Wanita Arogan)
Mazaya belum tidur. Pukul dua belas malam, terdengar deru motor milik Riki. Mazaya bangkit, mengintip pria itu dari jendela, wajahnya tampak lelah dan mengantuk, dasi sudah dilonggarkan dari lehernya dan kancing bajunya terbuka sebagian.
Mazaya kembali ketempat tidur, ini adalah malam ke lima pria itu pulang terlambat. Berangkat setelah subuh dan pulang tengah malam. Sejak kejadian di malam itu, mereka tak pernah lagi berkomunikasi atau pun bertemu secara langsung.
Mazaya berusaha untuk tidak peduli, tapi dia sangat kesal, apakah malam itu tak memberikan kesan apapun pada pria itu? Sehingga dia menjauh dan menghindarinya. Padahal Mazaya sedikit pun tak bisa melupakannya, dia sangat tidak menyukai fakta itu, namun itulah adanya yang terjadi.
Mazaya semakin benci dengan kesombongan pria itu.
Selama lima hari ini, Mazaya menghabiskan waktu mengurung diri di rumah. Tak sekali pun dia bersosialisasi dengan tetangganya, walaupun mereka berpapasan di saat-saat tertentu, Mazaya pura-pura tidak melihat. Dia yakin, sekarang dirinya menjadi topik hangat ibu-ibu kurang kerjaan yang berada di lingkungannya.
Riki mengisi kulkas dengan lengkap, tapi tak pernah si Bisu tersebut makan di rumah. Mazaya tak ambil pusing, jika dia hamil, dia akan angkat kaki dari rumah ini. Dia akan mencari pekerjaan baru, dia takkan keberatan jika Riki akan meminta anak itu suatu saat nanti.
Mazaya berharap, benih Riki sudah mulai tumbuh di rahimnya. Dia tak perlu lagi bersikap manis dan menjebak si Bisu itu melakukannya.
***
Pagi-pagi sekali Mazaya sengaja bangun lebih awal, dia ingin bicara dengan Riki. Sikap menghindar itu membuatnya jengkel dan tersinggung.
Riki baru saja keluar dari kamarnya, saat mendapati Mazaya sudah berdiri di ruang tamu, wajah dingin dan datar seperti biasa. Mazaya sengaja menunggunya. Kalau tidak, buat apa dia bangun jam empat pagi, bahkan dengan rambut yang masih kusut.
"Apa kau sengaja menghindariku? Heh?" Mazaya melipat tangannya di dada, memandang wajah Riki yang terlihat acuh, pria itu diam saja, berniat berlalu dari hadapan Mazaya.
"Apa kau selain bisu juga sudah tuli?" Mazaya marah, dia menahan lengan Riki, Riki kemudian menatap wajah Mazaya dengan bosan seolah-olah berkata, "ada apa lagi?"
"Kau jangan besar kepala, kau kira aku mau menyerahkan diriku padamu kalau tidak terpaksa, aku harus hamil supaya sakit yang kuderita sembuh, hanya kau yang bisa melakukannya, setidaknya anakku terlahir bukan sebagai anak haram."
Riki menghela nafas, dia tak peduli dengan Mazaya. Kenapa dia harus membahas kejadian itu lagi. Tidak, seharusnya peristiwa itu tidak diungkit kembali saat ini.
Mazaya mendekati Riki, memandang wajah tampan Riki dengan kesal.
"Kau tak perlu menghindariku, seolah- olah aku akan kembali memasukkan obat itu lagi pada minumanmu, atau memasukkan racun pada makananmu, tak ada gunanya lagi bagiku melenyapkanmu karena ayah sudah tidak ada, mulai sekarang bersikaplah layaknya orang asing yang tinggal satu atap!"
Riki memperhatikan wajah judes itu, wanita itu memang terlihat pucat, Riki tidak tahu, sakit apa dia. Dia tak peduli dengan ocehan Mazaya, dia selalu sesuka hatinya. Menyetujui kesepakatan dengannya akan membuat Riki semakin terlihat lemah.
Riki berlalu kekamar mandi, meninggalkan Mazaya yang mengumpat kasar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top