CERPEN - IM SORRY

Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh tahun melempar selembar foto ke atas meja, membuat atensi tiga perempuan yang berusia jauh lebih muda darinya teralih pada foto itu.

"Apa lagi ini, Baa-san*?" tanya perempuan bermata sipit dengan sinis. Ia masih duduk menyandar sambil mengangkat satu kaki.

"Target baru kalian."

"Nona Shika, bukankah di Hari Halloween kita dibebaskan dari segala macam tugas?" tanya perempuan yang duduk dengan anggun di sofa single.

"Ini tugas mendesak. Klien meminta agar segera diselesaikan. Malam Halloween nanti target akan mendatangi sebuah pesta yang hanya berisi tamu tertentu dari kalangan elit. Kuharap kalian bisa mengeksekusinya saat itu."

"Jadi, kami menerobos pesta?" tanya perempuan yang duduk di lengan sofa.

Nona Shika memberi sebuah kartu berwarna hijau dengan tulisan emas. Tertera nama Fujiwara di kartu tersebut. 

"Ini kartu VIP yang bisa kalian manfaatkan di pesta itu. Zueve punya marga yang sama denganku."

"Dari mana kau mendapatkan kartu ini, Baa-san?" tanya Zueve, namun raut wajahnya tampak tak peduli.

"Laksanakan saja. Rey, kau bisa memimpin tugas seperti biasanya."

"Baik, Nona Shika," ujar perempuan yang duduk dengan anggun tersebut.

"Leon, atur strategi dengan baik."

Perempuan berambut hitam yang duduk di lengan sofa tersenyum lebar. "Siap!"

Nona Shika pergi, kini tinggal mereka bertiga yang ada di dalam ruangan. Rey dan leon masih memperhatikan foto tersebut. Tidak ada yang aneh, kecuali wajah laki-laki itu seperti penguasa muda menyebalkan, diperkirakan usianya mungkin sebaya dengan mereka.

"Nona Shika bahkan tidak memberitahu siapa nama target kita. Tidak ada keterangan apa pun di kertas foto," gerutu Leon.

"Besok adalah malam Halloween, itu berarti aku harus segera mencari informasi tentang target kita," ujar Rey. Lantas ia beranjak pergi dan kembali tak lama kemudian dengan berbagai macam peralatan, termasuk laptop mini yang pernah dirakitnya sendiri selama ada di XHO.

"Ivan Gaton."

Baik Rey maupun Leon serentak menatap Zueve sambil mengerutkan keningnya.

"Namanya Ivan Gaton. Anak tunggal dari Andreas Gaton, keluarga mafia di Amerika."

"Dari mana kau tahu, Zueve?" tanya Leon heran.

"Kalau aku bisa menduganya, kurasa tim kita akan bertambah satu orang lagi dalam target kali ini."

Baik Rey maupun Leon saling menatap satu sama lain, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Zueve.

***

Rey, Zueve dan Leon adalah tiga perempuan di XHO School yang menduduki tingakatan kelas paling tinggi. Karena gelarnya itu, mereka mendapatkan banyak fasilitas istimewa dan juga kartu emas yang bisa digunakan untuk membuat satu permohonan saja. Mereka ada di atas rantai makanan, di antara para siswa XHO School yang lain.

XHO School, Xerxes Hallowen Organitation School adalah sekolah sekaligus organisasi yang didirikan oleh Xerxes. Organisasi itu menaungi banyak para kaum muda berbakat yang nantinya akan dilatih sebagai pembunuh bayaran. Di tempat itu, sistem rantai makanan berlaku. Mereka yang memiliki gelar tertinggi akan selamat, sebaliknya, mereka yang memiliki gelar terendah tidak boleh menyerang seniornya, tapi nyawa mereka tidak bisa terjamin seutuhnya. Itulah mengapa mereka yang bertahan hingga menduduki rantai makanan paling atas mendapatkan berbagai macam fasilitas mewah.

Ada beberapa peraturan yang mengikat para anggota atau siswa XHO School ini. Di antaranya adalah larangan untuk menyerang jantung lawan dan tidak boleh membunuh anggota lain tanpa alasan. Terkhusus di hari Hallowen, hari di mana organisasi ini lahir, mereka boleh membunuh sebanyak apa pun, asal tidak mengincar jantung dan tetap mematuhi sistem rantai makanan.

Angels Hunter adalah nama dari tingkatan paling atas, berjumlah tiga orang dan berada di bawah naungan pembimbing bernama Shika Fujiwara. Sedikit unik memang, Zueve ternyata adalah keponakan dari Shika. Mereka memiliki marga yang sama, cara berjalan, tingkah laku, warna rambut, dan mata yang sama. Sayangnya, mereka tidak pernah akur satu sama lain. 

***

"Kenapa aku harus ikut? Aku bahkan bukan anggota Angels Hunter. Aku beberapa tingkat di bawah kalian."

Perempuan berusia tujuh belas tahun itu menggerutu. Ia duduk di bangku belakang, tangannya menyila dan pipinya menggembung. Perempuan itu mengenakan gaun berwarna senada dengan warna rambutnya, merah. Sedikit terbuka di bagian lengan dan dadanya, panjangnya sebatas lutut dengan sepatu setinggi sepuluh senti.

"Kami juga tidak tahu, Zueve merasa orang yang lebih berhak mengeksekusinya adalah kau," jawab Leon tanpa mengalihkan pandangan dari kaca depan. Ia sedang menyetir, menuju pesta Halloween. Kali ini ia memakai pakaian seperti seorang pengawal pribadi. 

"Kenapa tidak kau tanyakan langsung pada orang di sebelahmu?" tanya Rey sambil tetawa kecil, ia duduk di bangku depan, sebelah Leon.

"Zueve? Kau tidak ingin mengatakan apa pun padaku?"

"Ivan Gaton"

Pheobe mendadak diam, tubuhnya menegang saat Zueve menyebut nama itu.

"Kenapa ... tiba-tiba ...."

"Ivan Gaton adalah salah satu tamu di pesta itu. Dia target kami, tapi kurasa kau masih belum menyelesaikan masalahmu dengannya. Jadi, kau saja yang membunuhnya."

Pheobe menunduk. Tidak, ia tidak marah. Akan tetapi, ia masih belum siap bertemu dengan Ivan.

Tak lama kemudian, mobil mereka berhenti di depan gedung megah berwarna putih. Benar saja, para tamu undangan yang datang berpenampilan mewah dengan kostum unik.

Zueve turun terlebih dahulu, ia mengenakan gaun hitam mewah yang menjuntai hingga mata kaki, lengan dan punggungnya terbuka, rambutnya dibiarkan terurai.

"Ayo, Pheobe!" ajak Zueve.

Pheobe, perempuan berambut merah itu tampak ragu hingga akhirnya ia menerima ajakan Zueve.

Berikutnya, disusul Leon dan Rey yang turun dari mobil. Leon mengenakan setelan jas hitam dan rok hitam sebatas lutut, rambutnya diikat tinggi ke atas, sedangkan Rey mengenakan gaun biru muda yang sedikit tertutup. 

***

Mereka masuk dengan mudah saat Zueve menunjukkan kartu berwarna hijau milik Nona Shika. Kemudian, mereka membaur.

"Aku akan mengacak-acak CCTV dari laptop miniku. Aku akan duduk di salah satu bangku, aku tidak tertarik dengan pesta seperti ini, tidak cocok denganku," ujar Rey kemudian mencari tempat duduk yang tidak terlalu tampak.

"Zueve, itu Ivan."

Zueve mengikuti arah tunjuk Pheobe. Ivan berdiri di sana, di tengah beberapa laki-laki paruh baya yang tampak formal dengan jas.

"Kalau begitu, lakukan tugasmu. Aku akan menunggu di sana, bersama Leon dan Rey. Bila butuh sesuatu, katakan saja, lewat permata yang terpasang di daun telingamu."

Pheobe mengangguk, kemudian melangkah. Zueve dan Leon menghampiri Rey dan duduk di sampingnya.

"Jadi, kenapa kau menyuruh Pheobe yang melakukannya sendiri?" tanya Rey masih tak mengalihkan perhatiannya dari laptop mini yang lebarnya hanya sebesar telapak tangan.

"Ivan Gaton adalah mantan kekasih Pheobe, tentu saja sebelum dia berpacaran dengan anak XHO yang satu tingkat di bawahnya itu. Seperti yang dikatakan padaku, ia masih menyimpan rasa pada Ivan. Hubungan mereka berakhir karena ayahnya dan ayah Ivan berselisih pendapat. Karena mereka saling mengenal di luar XHO, mungkin Ivan tidak mengenal nama Pheobe, melainkan nama aslinya."

Rey dan Leon hanya mengangguk-angguk, kemudian melanjutkan aktifitas mereka masing-masing.

***

"Patricia?"

Pheobe tersenyum canggung, kemudian mengangkat sebelah tangannya.

"Hai Ivan."

Ya, Patricia adalah nama asli dari Pheobe. Pheobe adalah identitas perempuan itu selama berada di XHO.

"Bagaimana caranya kau bisa datang ke tempat ini?"

"Mereka mengundang ayahku, dan aku menwakilinya," jawab Pheobe sambil mengalihkan padangan.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Kau?"

"Baik. Apa kau tidak ingin memelukku? Seperti dulu?"

Tanpa banyak bicara, Pheobe memeluknya, begitu pula dengan Ivan. Laki-laki itu menghirup dalam-dalam leher Pheobe, seakan tengah merindukannya.

"Aku merindukanmu," ujar Ivan.

"Ya, aku juga."

Pheobe mulai melancarkan aksinya. Rey tadi memberikan dua buah jarum yang telah dilumuri racun untuk ditusukkan ke dua titik di leher Ivan. Jarum itu sangat kecil dan tipis, perlu usaha keras untuk menggunakannya. Lagi pula, ia pengguna pistol seperti Zueve, bukan racun atau jarum-jarum kecil.

"Aku minta maaf, Patricia. Aku tidak bisa melawan ayahku, karena bila begitu ... Ia akan membuangku."

"Aku juga minta maaf, Ivan."

"Untuk apa? Kau tidak berbuat salah padaku. Akulah yang salah. Seharusya aku memperjuangkanmu, karena aku ... aku sangat mencintaimu."

Air mata Pheobe menetes. Menangis bukanlah sikap seorang pembunuh bayaran, tapi bila seperti ini, ia tidak bisa menahannya.

"Apa kau ingin kembali padaku? Aku akan mencari cara agar kita berdua bisa bahagia seperti dulu."

"Maafkan aku, Ivan."

Gagal. Pheobe merasa gagal sejak tanggannya mulai gemetar. Ia tidak sanggup lagi berada di sana. Ia melepas peluknya, kembali meminta maaf dengan derai air mata, kemudian berbalik, berjalan pergi, tanpa ia sadari bahwa bahaya tengah menantinya.

*** 

"Oke! Semua CCTV telah selesai disabotase!"

"Gagal," ujar Zueve.

Baik Rey maupun Leon menatap pada satu arah yang sama.

"Rey, semua CCTV sudah aman?"

"Tentu saja!"

Zueve mengeluarkan sebuah pistol. Itu pistol kesayangannya, istimewa karena kedap suara. Ia bisa membunuh orang lain tanpa harus didengar oleh orang di sekitarnya. Ia mengarahkan pistolnya tepat ke arah Ivan. Ivan tengah mengarahkan mulut pistolnya pada Pheobe yang berjalan membelakanginya. Saat terdengar bunyi letusan peluru, suasana sekitar menjadi riuh.

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun memilikimu!" Seru Ivan kemudian tertawa.

Leon cepat-cepat menghalangi peluru itu dari Pheobe dan mengenai punggungnya. Zueve menembak tepat di kepala Ivan.

Pheobe yang terkejut berbalik, mendapati Leon yang mencoba mengatur napas susah payah.

Saat ia melihat di mana Ivan tadi berdiri, sosok itu kini telah tumbang dengan darah yang keluar dari dahinya yang berlubang.

"Happy Halloween, Ivan," ujar Zueve tanpa rasa bersalah.

"Ivan!" teriak Pheobe, kini tangisnya semakin kencang.

Rey menghampiri mereka, memapah Leon dan menyeret Pheobe agar tidak berlari mendatangi Ivan.

"Ayo! Sabotase tidak bisa berlangsung lama. Kita harus segera ke mobil!"

Di mobil, Rey mengambil alih kemudi, mengendarai mobilnya menuju arah jalan pulang. Leon yang sudah bisa bernapas tenang kini melepas jasnya, di sana pelurunya bersarang, di rompi anti peluru yang telah ia kenakan.

"Pembunuh tidak seharusnya memiliki perasaan seperti itu. Terlebih Ivan tadi mencoba menghabisimu," ujar Zueve dingin. Tidak ada jawaban dari Pheobe.

"Turunkan aku di sini," ujar Zueve yang kemudian turun setelah Rey menghentikan mobilnya.

Zueve tidak pernah berada di XHO School saat Halloween.

"Apa kau masih sedih, Pheobe? Maaf, aku turut bersedih dengan apa yang terjadi," ujar Rey tanpa mengalihkan pandangannya.

"Kau boleh mengagumi Zueve, tapi kau tidak harus mengikuti semua yang dilakukannya. Bagiku, pembunuh juga manusia, dan merasakan hal seperti itu adalah manusiawi. Itu hal yang wajar, mengingat kau masih menyukai Ivan," terang Leon.

"Ya, Zueve hanya tidak pernah merasakan semua itu. Hatinya mungin telah berubah menjadi keras. Tidak heran, itu semua karena ia memiliki cerita yang kelam di masa kecilnya."

Ya. Bagaimanapun, seorang pembunuh juga masih memiliki hati. Mereka bisa menangis, tertawa, atau bahkan gagal di dalam misi hanya karena seseorang yang mereka cintai.

Selesai 

________________________________________________________________________________

Hai! 

Sebenarnya ini tugas dari WGA, tugasnya membuat cerpen bertemakan Halloween. Seketika jadi ingat kalau aku punya satu novel solo terbitan Pena Borneo Publishing yang berhubungan dengan Halloween. Ya, XHO School Angels Hunter? (Yang belum baca, segera baca. Rugi kalo belum baca!) Sebuah organisasi dan sekaligus sekolah yang berisi para pembunuh bayaran. 

Kalau kisah ini adalah cerita lain dari novel soloku itu. Memang tidak ada di dalam novelnya, anggaplah sisi lain, hehe. Tapi tetap menggunakan karakter yang sama. Novel soloku terbit mungkin di tahun 2018. Kalau mau baca sekilas gratis, boleh kok. Versi promo gratis bacanya bisa dicari di google play buku ya!

Di novelnya sudah dijelaskan secara lengkap tentang tiga anggota Angels Hunter itu dan pastinya seru banget!

Ikuti kisah Rey, Zueve, dan Leon secara lengkap di bukunya ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top