Extra. Sempit
Karena belakangan ini saya lg stres, kali ini saya mau re-post cerita yang manis2. Semoga kalau bahagia, bisa boosting imunitas kita.
Enjoy! And keep healthy ya!
* * *
"Katanya kita patut waspada kalau suami tiba-tiba jadi romantis atau perhatian banget. Jangan-jangan dia selingkuh."
Di sela fokusnya menghadapi kemacetan jalanan Jakarta, Haris melirik perempuan yang duduk di sampingnya.
"Maksud Iva?"
"Nggak maksud apa-apa," jawab Haiva datar sambil menunduk memandang ponselnya. "Ini cuma lagi baca postingan di instagram kok, Pak."
Pak? Alarm di kepala Haris langsung berbunyi.
"Iva sedang menyindir?"
"Lho, Bapak merasa tersindir?"
Alih-alih merasa kesal atau tersindir, Haris justru tertawa senang.
"Pasti ini karena Mas pengin antar Iva ke kantor pagi ini ya, jadinya Iva malah curiga?"
Iva manyun. "Meski senang karena diantar, tapi aku udah curiga sih. Tumben Bapak tiba-tiba pengin nganter aku ke kantor."
Haris kembali tertawa. "Ya kan tadi sebelum berangkat Mas sudah bilang bahwa hari ini Mas ada meeting di dekat kantor Iva, makanya pengin sekalian antar Iva."
"Ya tapi kan kirain meeting biasa. Eh ternyata Quality Manager Meeting. Itu artinya Bapak bakal ketemu Bu Lidya kan? Dan Bapak baru aja cerita karena aku yang nanya. Pantesan ya semangat banget pengin antar aku ke kantor. Supaya aku nggak curiga atau marah karena Bapak bakal ketemu mantan ya?"
Menikahi Haiva benar-benar membuat Haris merasa awet muda karena dirinya jadi lebih banyak tertawa. Bahkan saat istrinya sedang marahpun, Haris justru ingin tertawa.
Haris terkekeh sambil geleng-geleng kepala. "Kita sudah menikah, Iva. Lidya juga sudah menikah. Tapi kenapa Iva masih saja cemburu kalau Mas ketemu Lidya?"
Haiva meletakkan ponselnya yang sedang di-charge di dashboard mobil dengan kasar, lalu memalingkan wajahnya ke jendela mobil.
Memiliki suami setampan Haris, meski di usianya yang sudah matang, wajar saja jika Haiva mudah merasa insecure dan cemburu. Apalagi suaminya memang cukup akrab dengan Lidya, perempuan yang cantiknya paripurna padahal usianya sudah hampir 40 tahun. Jadi meski Haris sudah menjadi miliknya dan Lidya juga sudah menikah dengan orang lain, tetap saja Haiva merasa cemburu.
Sebenarnya sejak menjalani konseling dengan psikolognya, Haiva sudah membiasakan diri mengendalikan perasaan insecure seperti itu. Tapi terkadang ada hari-hari seperti ini dimana mood-nya sedang kurang baik dan jadi lebih sensitif sehingga tiba-tiba saja dia tidak bisa mengendalikan perasaannya sendiri.
Hormon sialan, maki Haiva dalam hati. Tidak tahu harus menyalahkan siapa atas sikapnya yang kekanakan, jadi dia hanya bisa menyalahkan hormonnya sendiri.
Haris geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat kelakuan Haiva. Ia mengulurkan tangan dan membelai kepala Haiva sekilas, meski perempuan itu mengabaikannya.
Sisa perjalanan itu mereka habiskan dalam diam hingga Haris membelokkan mobilnya ke tempat parkir kantor Haiva.
"Makasih ya Pak, udah nganterin," kata Haiva setelah mobil berhenti. Ia segera melepas sabuk pengamannya dan bersiap turun dari mobil.
Sebenarnya Haris bisa saja menurunkan Haiva di lobby, tapi sepertinya dia memerlukan waktu untuk membujuk Haiva yang sedang cemburu. Jadi ketika Haiva melepas sabuk pengamanannya, Haris juga melakukan hal yang sama.
"Va..." panggil Haris.
"Ya? Kenap___"
Baru saja Haiva menoleh karena panggilan Haris, ketika tiba-tiba suaminya itu menangkup wajahnya dan mencium bibirnya.
Haris tidak menyesali keputusannya yang hari ini sengaja tidak minta diantar sang supir dan menyetir mobil sendiri, sehingga ia bisa berduaan dengan istrinya seperti ini.
Karena kaget, awalnya Haiva menolak ciuman Haris. Tapi Haris tidak memedulikan penolakan istrinya, dia justru melumat bibir Haiva makin dalam. Lidahnya membelai bibir Haiva, meminta ijin untuk masuk, hingga akhirnya Haiva menyerah, memejamkan mata dan membuka bibirnya, mempersilakan masuk dan menyambutnya.
Mereka masih berciuman hingga beberapa saat, sampai Haiva merasakan tangan Haris yang mulai nakal. Tidak cukup hanya membelai lututnya, tangan itu bergerak makin naik. Saat itulah Haiva menghentikan ciumannya dan memukul tangan nakal suaminya.
"Mas!" bentak Haiva dengan wajah merah dan nafas yang masih terengah.
Tapi dimarahi begitu justru membuat Haris tertawa. Kali ini tawanya lebih lepas karena perempuan di hadapannya ini sudah kembali memanggil "Mas". Haiva punya kebiasaan memanggilnya "Bapak" kalau sedang marah. Jadi karena sekarang perempuan itu sudah memanggil "Mas" lagi, Haris merasa lega.
"Sering-sering cemburu begini ya Va. Jadi Mas punya alasan buat cium-cium Iva," kata Haris sambil tersenyum lebar.
Dengan wajah manyun yang masih memerah, Haiva merapikan rambutnya yang sedikit berantakan berkat perbuatan suaminya.
"Duh! Lipstiknya jadi ilang nih!" keluh Haiva, yang alih-alih terdengar sebagai keluhan, justru terdengar seperti sedang mengalihkan rasa malunya.
"Nanti pulang kerja Mas jemput ya," kata Haris sambil tersenyum.
"Nggak makan malem bareng Bu Lidya? Biasanya abis Quality Manager Meeting, pada makan malem bareng?" Haiva menyindir.
Haris tertawa. "Trus habis itu kepergok di apotek?"
Haiva ikut tertawa ketika mengingat masa lalu mereka.
Haris lalu meraih tangan kanan Haiva, dan meremasnya lembut. "Mas sayang Iva."
Dengan wajah memerah, Haiva maju dan mengecup pipi suaminya. "Iva juga."
* * *
"Sudah makan malam kan, Mas?___ Berapa derajat suhu disana? ____ Sehat-sehat ya. Tidur gih sana ____ Hmmm, ini baru nyampe kantor, mau naik lift."
Begitulah percakapan yang didengar Haiva ketika ia sampai di depan lift. Seorang perempuan sedang bicara di ponselnya sambil menunggu lift di sampingnya. Haiva mengenali perempuan itu sebagai Manajer PPIC (Production Planning and Inventory Control).
Perempuan itu mematikan panggilan teleponnya, lalu menoleh dan tersenyum pada Haiva.
"Pagi, Mbak Haiva," sapa perempuan itu ramah, sambil tersenyum.
"Pagi, Mbak Farah," Haiva membalas dengan senyuman juga. "Suami?" tanya Haiva, berbasa-basi, sambil melirik ponsel Farah.
"Iya. Dia lagi ada kerjaan di US. Beda 12 jam, jadi baru bisa teleponan jam segini."
Haiva mengangguk-angguk dan tersenyum.
Haiva melirik papan indikator lift. Sebentar lagi lift nya akan sampai di lantai 1. Tapi belum sampai pinti itu terbuka, tiba-tiba dia mendengar seseorang memanggilnya.
"Ponsel Iva ketinggalan," kata orang itu sambil berjalan cepat menghampiri Haiva. "Ini namanya handphone, bukan car phone. Jangan ditinggal di mobil."
Pria itu menyerahkan ponsel Haiva yang tertinggal di dashboard mobil saat tadi ia men-charge ponselnya. Haiva tertawa mendengar nasehat suaminya.
Tepat saat itu pintu lift terbuka. Beberapa orang keluar dari dalamnya dan Farah sudah masuk lebih dulu ke dalam lift tersebut, tapi masih menahannya untuk Haiva.
"Makasih ya Mas," kata Haiva sambil membelai lengan suaminya lembut. "Hati-hati di jalan."
Sang suami mengangguk, tersenyum dan memberi isyarat untuk segera masuk ke lift.
"Suaminya Mbak Iva?" tanya Farah begitu pintu lift tertutup.
"Iya, Mbak."
"Kok kayaknya saya familiar ya sama wajahnya?"
Haiva terkekeh pelan. "Dia kerja di industri farmasi juga Mbak. Mungkin pernah ketemu pas audit supplier atau dimana gitu kali ya Mbak?"
"Oh, pantes, kayaknya saya pernah ketemu. Di Gezonde ya?"
Haiva mengernyit.
"Dulu pas kuliah saya pernah magang di Gezonde Pharma. Mungkin saya lihat suami Mbak Iva disana ya."
"Dia kerja di Medika Farma sebenarnya, Mbak."
Gantian Farah yang mengernyitkan dahi. Dia belum pernah ke Medika Farma, tapi kenapa dia merasa yakin pernah melihat suami Haiva ya?
"Tapi Gezonde memang toll-in produk ke Medika Farma sih Mbak. Jadi mungkin suami saya pernah meeting di Gezonde."
Mata Farah melebar. Tiba-tiba sekarang dia bisa mengingat dimana ia melihat lelaki itu. Di kantin Gezonde Pharma, saat jam makan siang, beberapa tanun lalu. Saat itu lelaki itu sedang makan siang bersama QA Manager Gezonde Pharma.
Lalu Farah tertawa."Dunia farmasi sempit ya Mbak Iva."
"Indeed," jawab Haiva, ikut tertawa.
* * *
Siapa yg kangen Haiva?
Siapa yg kangen Pakde Haris?
Siapa yg kangen Farah?
Siapa yg kangen suaminya Farah?
Yg ketinggalan cerita lengkap Haris-Haiva bisa cari e-booknya di google playbooks.
Nah, kalau Kakak2 belum ada rejeki buat beli buku/e-booknya, dan pengen baca bab uwuwuw dan after stories/ extra parts nya, sekarang Kakak2 bisa jajan murah di akun Karya Karsa nya Karos Publisher.
Semua bab yang ada di Karya Karsa, sama dengan yg ada di buku dan e-booknya.
Caranya jajan di Karya Karsa sbb:
1. Ketik www.karyakarsa.com di browser
2. Search akun "Karos Publisher"
3. Klik "Karya" lalu cari judul "Cerita yang Tidak Dimulai"
4. Silakan pilih bab yang ingin Kakak2 baca.
- ada 10 bab Uwuwuwuw, termasuk ending, seharga Rp15.000
- ada 7 bab after stories/extra parts seharga masing2 Rp5.000. Murah kan, jajan gocengan?
5. Lakukan pembayaran dengan Gopay, ShopeePay, Ovo, DANA, Virtual Bank Account
Bagi Kakak2 yg udah beli buku/e-booknya, ga perlu lg beli di KaryaKarsa, karena isinya sama. Tp kl mau mau beli lg dsna n kasih dukungan sih ga apa2. Hehehe.
Bagi yg belum punya buku/e-booknya, yakin ga penasaran nih?
Yang kangen sama Farah dan suaminya, jugq bisa baca2 cerita di lapak sebelah: Yang Tidak Termiliki dan Segitiga Bermuda.
Kalau mau baca ebooknya langsung, bisa ketik di browser bit.ly/SegitigaBermuda
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top