26. Jatuh. Lagi, dan lagi.

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat untuk larut dalam suatu pelarut tertentu. Ada zat-zat yang lebih mudah larut dalam air, dan justru ada ada zat yang lebih mudah larut dalam minyak. Hal itu tergantung pada polaritas zat tersebut, dan salah satu yang mempengaruhi polaritas zat adalah struktur kimia zat tersebut. Zat dengan struktur kimia yang mengandung banyak gugus hidrofilik (hydro=air ; phyllic = suka) akan lebih mudah larut dalam air, sementara zat dengan struktur kimia yang mengandung banyak gugus hidrofobik (hydro=air ; phobic=takut) akan lebih mudah larut dalam pelarut seperti minyak.

Fenomena di atas dikenal dengan istilah like dissolve like. Artinya, suatu zat akan larut pada pelarut yang memiliki sifat serupa. Fenomena tersebut juga menjelaskan mengapa kita cenderung dekat dengan orang-orang yang memiliki sifat seperti kita. Meski ketika makin dewasa kita belajar untuk bergaul dengan orang yang berbeda dengan kita, tapi secara naluriah kita akan merasa lebih mudah dekat dengan orang-orang yang serupa dengan kita.

Maka kalau dipikir-pikir lagi, Haiva bisa dekat dengan Haris, barangkali karena mereka memang setipe. Dulu, saat masih menjadi atasan dan bawahan (kayak baju, hehe), Haiva barangkali sering menghindar dari Haris karena khawatir terus menerus diberi tugas. Tapi kini, saat Haiva sendiri memiliki anak buah, Haiva tiba-tiba sadar bahwa dirinya begitu mirip dengan Haris dalam me-manage anak buah. Entah karena Haiva telah belajar banyak dari kepemimpinan Haris, atau karena sifat mereka memang serupa sejak awal namun baru disadari Haiva.

Jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam suatu cairan pelarut disebut dengan kelarutan jenuh. Untuk mengetahui seberapa banyak suatu zat dapat dilarutkan dalam suatu cairan hingga jenuh, biasanya dilakukan dengan menambahkan zat tersebut terus menerus ke dalam pelarutnya hingga zat tersebut tidak dapat larut lagi. Upaya pelarutan ini biasanya dibantu dengan suatu "paksaan/tekanan" yang disebut pengadukan. Seperti saat kita ingin melarutkan gula dalam air teh, kita juga mengaduknya kan?

Namun, upaya pengadukan ini hanya efektif untuk mempercepat pelarutan, bukan untuk meningkatkan jumlah zat yang terlarut. Untuk meningkatkan jumlah zat terlarut dalam suatu cairan, ada "paksaan/tekanan" lain yang harus diberikan, yaitu pemanasan. Kita tentu lebih mudah melarutkan gula dalam air teh panas, dibanding dalam es teh kan?

Kedua prinsip ini yang biasa dilakukan para atasan (supervisor/manajer/direktur) terhadap anak buahnya. Untuk menilai kemampuan optimal anak buah, para atasan biasanya "menambahkan sedikit demi sedikit" target pekerjaan, dan meningkatkan "tekanan/paksaan" dengan memperketat deadline tugas. Dengan melakukan kedua hal tersebut, seorang atasan bisa menilai seberapa besar kemampuan anak buahnya bisa dipaksakan/dioptimalkan.

Pantas saja dulu Haris sering sekali mengejar-ngejar Haiva soal deadline pekerjaan. Terlebih, makin baik dan makin cepat kinerja Haiva, maka Haris akan menambah target pekerjaan dan memperketat tenggat waktunya. Barangkali saat itu Haris sedang menilai batas optimal kinerja Haiva.

Teknik yang sama digunakan oleh para penulis wattpad untuk menilai batas maksimal, seberapa banyak orang yang menyukai cerita yang ditulisnya. Itu mengapa beberapa penulis menetapkan target vote, saat melihat jumlah pembaca dan jumlah vote sangat kontras. Dengan menetapkan target vote, penulis bisa melakukan self-assessment, seberapa baik/buruk tulisannya dan seberapa banyak pembaca yang mengharapkan kelanjutan ceritanya.

Sayangnya teknik "aplikasi tekanan untuk memperlihatkan kinerja maksimal" ini justru membuat beberapa budak korporat memiliki prinsip seperti ini: kalau kerja, nggak usah terlalu rajin. Makin rajin dan makin bagus hasil kerja kita, maka bos akan makin menambah beban kerja.

Prinsip tersebut ada benarnya juga. Makin baik kinerja kita, si bos malah nambahin kerjaan. Tapi kepada pegawai yang malas-malasan, si bos malah ngasih kerjaan lebih sedikit. Kalau dipikir seperti itu, bos memang nggak adil ya.

Tapi kalau dipikir lebih dalam, biasanya karyawan yang tidak mau bekerja optimal hanya untuk menghindari kejaran target dari bos, adalah karyawan yang tidak akan pernah bisa menampilkan kinerja terbaiknya. Karyawan seperti itu tidak mau mendorong dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik. Maka ia tidak akan bisa menjadi versi terbaik dari dirinya.

Lucunya, Haiva kini memahami filosofi tersebut justru saat sudah tidak lagi bekerja bersama Haris. Saat dirinya berada di posisi "atasan". Meski ia hanya memiliki 2 orang anak buah yang bekerja di bawah koordinasinya, Haiva merasakan pentingnya teknik "tekanan" tersebut.  Kini ia melakukan hal yang sama kepada anak buahnya, serupa dengan yang dulu dilakukan Haris terhadapnya. Bukan bermaksud untuk membuat anak buahnya stres dengan beban kerja dan deadline, tapi agar si anak buah berkesempatan untuk mendorong dirinya sendiri menjadi lebih baik dan menunjukkan performa terbaiknya.

Di saat-saat seperti inilah Haiva merindukan Haris. Ia baru memahami niat baik Haris terhadapnya sekarang. Sekarang dia juga paham mengapa dulu Haris tidak mendukung usul Naya mempromosikan Haiva untuk menggantikan Dito.

Haiva membuka ponselnya setelah empat jam rapat dan tidak mengecek ponsel. Ia membuka aplikasi WhatsApp dan jantungnya sempat berhenti sesaat ketika melihat nama Haris sebagai salah satu pengirim pesan baru. Ternyata, meski patah hati terhadap Haris, tidak bisa membuat Haiva berhenti menyukai lelaki itu.

Haiva membuka pesan dari Haris dan menemukan foto bakpao yang dikirim Haris tiga jam yang lalu. Refleks, Haiva tersenyum menatap foto bakpao itu. Ia lalu mengetikkan pesan balasan kepada Haris.

Haiva: Bapak sudah benar-benar sembuh dari cheap-food allergy? 😆

Haiva men-scroll kembali percakapan WhatsApp-nya dengan Haris selama beberapa bulan ini. Sejak tidak lagi bekerja di Medika Farma, percakapannya dengan Haris tidak pernah lagi tentang pekerjaan. Percakapan WA mereka biasanya hanya info-info tentang Bu Karin, Mbak Naya, Mas Bram dan Mbak Yuli, atau tentang hal-hal receh seperti urusan bakpao dan wisata kuliner.

Anehnya, tidak jarang Haris yang lebih dahulu mengirimkan pesan padanya, meski hanya tiap beberapa minggu sekali. Seperti yang terjadi hari itu. Kalau dipikir-pikir, sikap manis Haris yang seperti itu yang membuat Haiva susah move-on. Haris jelas-jelas menolaknya, tapi malah terus bersikap baik padanya. Tiap kali Haiva bertekad melupakan perasaannya pada Haris, lelaki itu tiba-tiba muncul dengan pesan WAnya yang absurd. Rasanya Haiva kesal dan ingin marah jika mengingat hal tersebut. Anehnya, alih-alih marah, Haiva justru selalu senyum-senyum jika mendapat pesan WA dari Haris.

Jadi, kalau dipikir-pikir, meski Haris tidak menerima perasaannya, Haiva cukup puas karena hubungannya dengan Haris saat ini. Barangkali sebelum dirinya, sudah banyak perempuan sudah mencoba mendekati pria itu, lalu gagal. Maka Haiva, si anak kecil ini, tidak berani tinggi-tinggi bermimpi memenangkan hati Haris. Ia harus tahu diri. Ia harus cukup puas dianggap anak oleh lelaki yang dicintainya.

Belum sampai 1 menit pesan WAnya terkirim, ponselnya tiba-tiba bergetar dan menampilkan foto Haris.

Sial! Meski sudah dipatahkan, ternyata hatinya tetap saja gembira menerima telepon dari lelaki yang sudah mematahkannya.

"Assalamualaikum Pak!" sapa Haiva ketika menerima telepon Haris.

"Waalaikumsalam. Saya sudah kirim pesan sejak 3 jam lalu, kenapa baru dibalas sekarang?"

Haiva nyengir. Meski sudah bukan bosnya lagi, kebiasaan Haris yang meminta Haiva segera membalas pesannya ternyata belum berubah. Bahkan meski pesan yang dikirimkannya bukan pekerjaan urgent dan hanya pesan receh.

"Maaf, Pak. Tadi lagi meeting, dan hape saya taruh di tas."

"Itu namanya handphone, harus dipegang di tangan. Bukan bagphone yang ditaruh di tas."

Ampun deh galaknya!

Bagaimana Haiva mau move-on kalau saat Haiva memutuskan untuk tidak menjawab pesan Haris, lalu lelaki itu malah langsung meneleponnya seperti itu.

"Iya Pak, maaf," kata Haiva, pasrah dimarahi. "Bapak ada apa telepon saya?"

Lalu sekonyong-konyong suara Haris terasa lain saat ia mengucapkan, "Selamat ulang tahun ya, Haiva!"

Tanpa bisa dicegah, hati Haiva sudah jatuh lagi kali ini.

Sudah tiga bulan Haiva berusaha menghilangkan perasaannya pada Haris. Tapi kalau sikap Haris selalu semanis ini, bagaimana dia bisa tidak jatuh cinta lagi, dan lagi?


Sial!

* * *

Dear Boss,

Aku tidak mengerti. Kau selalu serupa dilema bagiku. Dulu saat aku masih menjadi anak buahmu, aku selalu menghadapi dilema. Aku selalu ingin berada di dekatmu dan menarik perhatianmu. Tapi itu akan sama saja artinya dengan menyerahkan diriku ke kandang macan, siap untuk diterkam dengan setumpuk pekerjaan yang tak berkesudahan. Akibatnya, selama menjadi anak buahmu aku justru tidak berani mendekatimu, dan malah lebih sering kabur dari jangkauan pandanganmu.

Lucunya hidup, ketika aku memutuskan untuk beralih pekerjaan dan tidak lagi menjadi anak buahmu, kita justru menjadi dekat. Bagiku, aku tidak perlu lagi ketakutan akan diberi banyak pekerjaan jika bersamamu. Mungkin bagimu, tidak ada lagi conflict of interest yang perlu dikhawatirkan sekarang saat kita bukan lagi atasan dan bawahan.

Aku tidak pernah menyesal melepaskan diri darimu. Karena pada akhirnya aku mengerti, melepaskan sebenarnya adalah cara supaya kita siap menerima sesuatu yang lebih baik.

Kamu adalah buktinya.

* * *

Tidak pernah terlalu jauh,
tidak pula terlalu dekat.
Aku selalu tahu
dimana harus menempatkan hati.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top