13. Bakpao

Pretest:

Di bab sebelumnya saya udah nyelipin banyak jawaban untuk menjawab rasa penasaran Kakak2. Meski demikian, pada beberapa hal saya nggak menjelaskannya dengan eksplisit. Oleh karena itu, yuk yg masih inget cerita di bab sebelumnya dan kepo untuk menghitung,,, jadi...

- Berapakah usia Pak Haris?

- Berapakah usia Haiva?

- Berapakah usia Randu?

- Berapakah age-gap Haris-Haiva?

- Berapakah age-gap Randu-Haiva?

Jika Kakak2 sudah berhasil menjawab pertanyaan di atas, pasti Kakak2 sadar bahwa baik Haiva-Haris dan Haiva-Randu terpaut usia yang lumayan jauh. Pertanyaan berikutnya, cerita kali ini adalah cerita age-gapnya siapa?

Cerita siapa-siapa yang tidak dimulai?

Cerita siapa-siapa yang akan berlanjut?

* * *

Sebelum suatu industri farmasi bisa mengekspor produk obatnya ke suatu negara, industri farmasi tersebut harus lolos audit yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari negara tersebut. Demikian juga Medika Pharma yang ingin mengekspor produk mereka ke Australia, mereka harus lolos audit/inspeksi dari TGA (Therapeutic Goods Administrations), BPOMnya Australia.

Serupa dengan Food Drug Administration (FDA) di US, TGA di Australia juga dikenal ketat. Itu mengapa setahun terakhir ini Medika Pharma mempersiapkan diri untuk audit tersebut. Semua karyawan di kantor itu, terutama di divisi Factory (Pabrik), tak terkecuali Haiva, jelas kena imbasnya.

Sejak tugas tahunan Haiva tentang APR selesai, Haiva memang tidak lagi menghadapi teror Haris secara langsung. Tapi tetap saja deadline pekerjaan susul menyusul sehingga Haiva tetap tidak bisa pulang tepat waktu.

Haiva sampai lupa warna matahari. Sudah sebulan belakangan ini dia berangkat ke kantor pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit. Pulang malam setelah matahari terbenam. Untung dia tinggal di kosan, sehingga orangtuanya tidak perlu ikut khawatir melihat nasib anaknya sebagai budak korporat yang pergi-pagi-pulang-petang-pantat-pinggang-pegal-pegal. Bahkan makan siangpun tidak bisa ia lakukan dengan tenang. Semua itu gara-gara proyek besar perusahaannya tahun ini untuk merambah pasar Australia.

Tapi meski Haiva nyaris tidak bisa melihat matahari, ia selalu bisa menemukan mataharinya sendiri. Hari itu mataharinya datang ke ruangannya.

“Iva tadi tidak makan siang? Saya cari Iva. Ada yang harus diperbaiki dari laporan deviasi ini,” kata sang matahari saat membuka pintu dan menemukan Haiva ada di dalamnya.

Setiap penyimpangan yang terjadi di industri farmasi harus didokumentasikan dan dianalisis root-cause nya agar dapat ditentukan tindakan koreksi dan preventif (CAPA - Corrective and Preventive Action) supaya tidak terulang di kemudian hari. Hal-hal itu lah yang didokumentasikan pada sebuah laporan deviasi.

Haiva mengalihkan pandangannya dari kotak sampel. Dengan pipi yang menggembung, ia kaget hingga nyaris tersedak melihat si matahari yang begitu menyilaukan.

Entah sejak kapan tepatnya, tapi Haiva mulai melihat Haris dengan cara yang berbeda.

Dulu dia hanya anak kecil yang suka ikut ngerumpi dengan staf Medika Farma lain saat bergosip tentang Pak Haris. Ketika senior-seniornya di kantor menggosipkan kegantengan Haris, Haiva cuma ikut mendengarkan sambil cekikikan saja.  Tentu saja dia mengakui ketampanan Haris. Hanya orang buta yang tidak bisa melihat itu. Tapi sekarang, Haiva tidak hanya sekedar ikut cekikikan mendengar celoteh senior-seniornya, bahkan dia sendiri ikut menjadi bagian dari orang-orang yang mengidolakan Haris.

Haiva tidak bisa lagi melihat Haris dengan cara yang sama. Setelah berinteraksi dekat dengan Haris beberapa kali, Haiva tidak bisa lagi melihat Haris hanya sebagai bos yang tampan. Lebih dari sekedar tampan, Haris juga dewasa dan mengayomi. Haiva merasa dirinya sudah menjadi korban berikutnya dari pesona Haris. Barangkali sekarang dia sudah bisa mendaftar untuk menjadi anggota Haris-Fans-Club.

Wibawa, kharisma dan sikap Haris yang tenang tapi tidak dingin, membuat Haris tampak dapat diraih, sekaligus unreachable di saat yang sama. Lelaki itu seperti mudah dekat dengan banyak orang, tapi di saat yang sama, Haiva merasakan bahwa Haris selalu menjaga jarak yang cukup agar tidak terlalu dekat dengan siapapun. Seperti matahari yang kehangatannya terasa dekat, tapi tidak terjangkau.

Melihat Haris melangkah masuk ke ruangannya, Haiva berusaha secepat mungkin menelan makanan yang memenuhi mulutnya. Si matahari tertawa kecil melihat tingkah Haiva.

“Kenapa nggak titip messenger aja, Pak?” tanya Haiva setelah makanannya tertelan.

Messenger adalah orang yang bertugas untuk mengantarkan dokumen dari satu departemen ke departemen lain. Untuk departemen mereka, biasanya Rizal adalah orangnya. Sebagai office boy, salah satu tugasnya adalah sebagai messenger juga.

Sang matahari tidak menjawab. Ia malah balik bertanya, “Iva makan apa?”

“Pak Haris mau?”

“Apa itu?” tanya Haris sambil meletakkan map laporan deviasi di atas meja kerja Haiva sambil melirik sepiring makanan di atas meja itu.

“Bapak nggak tahu ini apa? Ini bakpao.”

“Saya tahu itu bakpao. Iva beli dimana?”

Teringat kata-kata Naya bahwa bos besar mengidap Cheap-Food Alergy, Haiva jadi malas memberitahu si bos dimana ia membeli bakpao itu sebenarnya.

“Enak lho, Pak. Ini isi coklat. Ini isi daging ayam. Ini isi kacang ijo,” Haiva menunjuk satu per satu bakpao yang dibelinya. “Bapak mau yang mana?” Ia lalu mengulurkan semuanya ke hadapan Haris.

“Iva beli dimana?”

Dengan cepat Haiva memutar otak dan menjawab dengan gaya cool, “Di toko roti di Kelapa Gading. Tadi saya nggak sempat makan siang, jadi nitip sama Mbak Asri Regulatory yang lagi lunch-out buat beliin ini.”

“Oh.”
Haris tampak mulai tertarik melihat bakpao-bakpao yang masih panas-mengepul itu.

“Ambil aja Pak.”
Sekali lagi Haiva menggoda Haris dengan menyodorkan bakpao-mengepul itu tepat di depan wajah bos besar. Dan ia berhasil. Haris tergoda dan mengambil sebuah bakpao isi daging ayam.

Tersenyum, Haiva meletakkan piring berisi bakpao-bakpao itu di mejanya sambil berkata: “Kalau Bapak mau, nanti ambil lagi aja. Jangan malu-malu. Dihabiskan juga nggak apa-apa. Saya tinggal dulu ya Pak.”

“Iva mau kemana?”

“Saya mau sampling untuk cleaning validation lagi Pak ke Produksi.”

Haiva mengambil sebuah bakpao coklat. Dan tanpa diduga Haris, gadis itu mampu memasukkan bakpao itu bulat-bulat ke mulutnya. Membuat Haris takjub.

Haiva menyambar kotak berisi sampling vial lalu pergi dengan pipi yang menggembung. Gadis itu bergumam pamit kepada bosnya dengan suara yang tidak jelas.

“Di Produksi tidak boleh makan, Iva! Telan sebelum masuk sana!” kata Haris sok galak ketika Haiva membuka pintu ruangannya dan keluar.

Haiva bergumam tak jelas. Di balik punggung gadis itu, Haris tidak lagi menyembunyikan senyumannya. Ia takjub bahwa gadis berbadan kurus-kecil itu ternyata pipinya bisa menggembung hingga sebesar itu sehingga mampu memakan sebuah bakpao sekaligus. Tidak heran gadis itu punya pipi yang tembem.

Dasar bakpao, gumam Haris sambil tersenyum memandang punggung yang menjauh itu.

Sementara itu, berjalan memunggungi Haris, Haiva mengunyah bakpaonya sambil tertawa dalam hati. Kita lihat, gumamnya pada diri sendiri,apa besok pagi Pak Haris sakit perut? Kalau nggak, berarti beliau nggak alergi sama makanan pinggir jalan. Beliau cuma alergi sama makanan yangdia tahu dibeli di pinggir jalan. Selama beliau nggak tahu darimana asalnya, beliau nggak akan sakit perut kan?

Setelah menelan bakpaonya dan masuk ke gowning room (ruang ganti baju sebelum masuk ke ruang produksi obat-obatan), Haiva tertawa puas. Bakpao itu tadi dibelikan oleh Rizal, si office boy, di tukang bakpao keliling yang suka mangkal di belakang kantor mereka. 

* * *

Monmaap Kakak2, kali ini pendek aja yes. Beta lagi dikejar2 revisian 😩😩😩

Siapa dsni yang work-from-home berasa lebih sibuk dibanding kerja di kantor? Astagfirullah, jam 8 malem aja disuruh rapat dong. Kalo rapatnya bareng Bos Haris sih enak ya pemandangannya. Tapi kalo bos nya nggak seganteng Pak Haris, ya gimana,,, beta jadi cuma bisa ngehalu doang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top