1. Bapak Masuk!
Halo Kakak2!
Cerita ini sebenarnya pernah dipublish dalam bentuk yg lbh singkat (cuma 5 chapter). Tp krn bbrp pembaca menyarankan cerita yg lbh detil, jadi setelah menyelesaikan Formulasi Rasa (Sofi-Danan), saya mulai menulis lagi cerita ini dgn lbh detil.
Bagi Kakak2 yg udh pernah baca cerita ini, semoga bisa mengobati rasa kangen sama Pakde.
Bagi Kakak2 yg belum pernah baca cerita ini, semoga Kakak2 suka.
Seperti juga misi terselubung (ya krn udh diungkapkan, skrg jd ga terselubung lagi yhaaa) saya di Formulasi Rasa utk bikin dedek2 SMA tertarik sama dunia farmasi, di cerita ini saya juga banyak memasukkan informasi tentang farmasi. Kalau sebelumnya saya menulis tentang kehidupan kuliah di fakultas farmasi, kali ini saya menulis tentang kehidupan kerja di industri farmasi.
Oiya, serupa dengan Formulasi Rasa yang temanya age-gap. Kali ini juga temanya age-gap. Tapi bukan sama berondong lagi. Hohoho.
Semoga Kakak2 suka bacanya dan berkenan vote. Makasih 😘
* * *
Jam digital yang terdapat di ruang IPC (In Process Control - pengujian kualitas produk obat yang dilakukan selama proses produksi) baru menunjukkan pukul 8 pagi, tapi gadis itu sudah berkeliling di sepanjang koridor dan ruang-ruang produksi sediaan tablet dengan pakaian khusus yang dilengkapi hair cover.
"Tabletting nya mulai dari kapan, Pak Dul?" tanya gadis itu kepada laki-laki berusia empat puluhan, yang juga memakai pakaian khusus serupa, yang sedang menyiapkan sampel tablet untuk diuji kekerasannya.
"Baru mulai, Mbak. Ini lagi setting mesin pencetaknya, makanya lagi uji kekerasan tablet nih supaya tahu setting mesinnya udah pas atau belum," jawab Pak Dul. "Emang kenapa Mbak Haiva?"
"Timbangannya belum diverifikasi ya Pak?" gadis bernama Haiva itu balik bertanya.
"Oh iya, Mbak," jawab Pak Dul. "Tapi timbangannya belum dipakai kok. Habis ini baru mau diverifikasi, baru dipakai untuk nimbang tablet."
Haiva tahu bahwa Pak Dul sedang ngeles.
Timbangan analitik merupakan salah satu alat yang digunakan di industri farmasi, yang selain harus dikualifikasi saat pertama kali dibeli dan dikalibrasi tiap beberapa waktu sekali, namun juga harus diverifikasi akurasi dan presisinya setiap kali akan digunakan.
Haiva yakin bahwa sebenarnya Pak Dul memang lupa melakukan verifikasi harian terhadap timbangan yang digunakan untuk IPC tablet tersebut. Tapi kelihatannya Pak Dul tidak mau mengakui bahwa dirinya lupa, sehingga menggunakan justifikasi bahwa timbangan tersebut memang belum digunakan. Tapi Haiva malas berdebat pagi-pagi. Dia tidak mau merusak mood nya sendiri.
"Oke deh Pak. Kalo gitu, abis ini timbangannya buruan diverifikasi ya Pak," jawab Haiva kemudian. "Takut nanti kelupaan."
"Saya nggak lupa kok Mbak. Abis ini emang mau diverifikasi kok."
Tuh kan ngeles lagi, desah Haiva dalam hati.
Tapi bibirnya tetap mempertahankan senyum."Sip deh Pak. Mantep! Lain kali tiap pagi kalau baru dateng, timbangannya langsung diverifikasi aja Pak, supaya nggak terlewat."
Kali itu Haiva menggunakan kata terlewat alih-alih terlupa.
Lalu Haiva melipir dari ruangan itu, menuju ruangan lain.
Haiva baru dua tahun bekerja di industri farmasi itu. Dan industri farmasi itu adalah tempatnya bekerja pertama kali setelah lulus.
Haiva bekerja di Departemen Quality Assurance (Penjaminan Mutu), yang menjamin sistem mutu industri farmasi tersebut. Quality Assurance bertugas untuk menjamin sistem (termasuk seluruh prosedur) yang berlaku di industri farmasi tersebut dapat menjamin mutu/kualitas produk obat yang dihasilkan.
Mayan keren kan ya? Tapi tiap Haiva mudik ke Solo kalau lagi lebaran, trus ditanya sama sodara atau tetangga, dan Haiva menjawab bahwa dia bekerja di departemen Quality Assurance industri farmasi, pasti sodara-sodara dan tetangga bakal bilang "Oh, Haiva kerja di perusahaan asuransi ya? Bukannya dulu Haiva kuliah di jurusan farmasi ya?"
Duh! Kadang Haiva miris. Segitu nggak bekennya pekerjaan di industri farmasi ya, apalagi departemen Quality Assurance. Padahal departmen ini yang menjamin semua obat yang dikonsumsi masyarakat itu aman dan bermutu lho. Masyarakat dan pasien malah lebih kenal sama dokter yang meresepkan dibanding farmasis yang bekerja di balik layar untuk menghasilkan obat yang bermutu itu.
Salah satu job descriptionnya di departeman QA itu adalah Quality Inspection. Secara berkala Haiva harus memantau pelaksanaan penjaminan mutu di departemen lain, khususnya di departemen produksi. Jika ada penyimpangan di departemen produksi yang berpotensi membahayakan kualitas produk obat, Haiva harus segera membuat laporan deviasi untuk ditindaklanjuti oleh departemen-departemen terkait.
Dalam menjalankan tugasnya, Haiva memerlukan kecermatan dalam mengobservasi penyimpangan-penyimpangan kecil yang terjadi. Karena seringkali kesalahan fatal yang terjadi di industri farmasi dimulai dari penyimpangan-penyimpangan kecil yang diabaikan.
Secara de jure, tugas Haiva yang ini sudah tertulis dengan jelas dan mudah untuk dilaksanakan. Tapi secara de facto, ada beberapa tantangan yang secara kontinu dihadapinya selama 2 tahun ini, dan dia masih terus berusaha mengatasinya sampai saat ini.
Karena tugas QA yang harus memastikan departemen produksi bekerja sesuai prosedur untuk menjamin kualitas produk obat, maka hubungan departemen QA dan Produksi seringkali seperti hate-love relationship. Departemen Produksi tentu memerlukan bantuan QA jika sudah terlanjur terjadi deviasi/kesalahan, tapi sehari-hari ketika belum terjadi kesalahan, QA dianggap sebagai polisi yang menakutkan.
Kalau diibaratkan, tugas QA memang seperti polisi. Kalau lalu lintas lancar, banyak orang menganggap polisi magabut, dan cuma bikin takut aja. Kerjaannya nilang-nilang aja. Pas lalu lintas macet, baru deh berasa fungsinya polisi untuk mengatur lalu lintas dan menilang orang-orang yang bandel melanggar lampu lalu lintas.
Tugas QA ya kayak gitu. Kalau keadaan aman sentosa, QA dianggap nggak kerja. Tapi pas satu kali aja ada kasus kontaminasi produk, pasti QA yang disalahin. Padahal selama ini keadaan pabrik aman sentosa ya karena QA sudah menyusun sistem dan prosedur yang dapat mencegah kontaminasi dan ketercampuran antar produk. Nah pas terjadi kasus kontaminasi produk, pasti karena ada orang yang melanggar prosedur yang sudah disusun (seperti halnya pengemudi bandel yang melanggar meski polisi sudah membuat sistem rambu-rambu, marka jalan dan lampu lalu lintas).
Ya begitulah nasib QA. Kalau ga ada kasus, QA dianggap magabut dan cuma bikin risih kru Produksi karena merasa pekerjaan mereka diawasi polisi. Sekalinya ada kasus, QA dianggap ga becus kerja.
Oleh karena itu, menjadi tantangan tersendiri bagi Haiva untuk dapat diterima dengan baik oleh kru Produksi (yang sebagian besar adalah bapak-bapak senior, sementara Haiva jauh lebih muda daripada mereka) tanpa dianggap sebagai polisi yang mengawasi dan bikin risih.
Sejauh ini Haiva sudah berhasil menjalin hubungan baik dengan beberapa bapak operator senior di Produksi, dan membuat bapak-bapak itu bersedia mendengar tiap kali Haiva mengingatkan tentang sistem mutu. Tapi tentu saja tetap ada bapak-bapak yang suka ngeles dan ngeyel seperti Pak Dul.
Well, kalau nggak ada makhluk kayak gitu kan hidup kurang menantang ya?, kata Haiva menyemangati dirinya sendiri.
Haiva sedang berbelok di koridor dan hampir masuk ke ruang penyimpanan sementara bahan pengemas primer ketika Irul, si cleaning personel yang bertugas membersihkan ruang produksi dan ruang ganti pakaian, menyapanya.
"Abis ambil DPI, Rul?" kata Haiva membalas sapaan Irul ketika melihat setumpuk dokumen di tangan Irul.
Selain membersihkan ruang produksi dan ruang ganti pakaian, Irul juga sering dimintai tolong untuk mengambil atau mengirimkan dokumen antar departemen, termasuk mengambil DPI (dokumen produksi induk) yang telah difotokopi dan diverifikasi oleh bagian Dokumentasi QA,untuk kemudian digunakan sebagai acuan dalam memproduksi produk obat.
"Iya Mbak. Abis dari QA tadi," jawab Irul sambil tersenyum.
Haiva balas tersenyum. Dia baru saja akan berpamitan untuk melanjutkan inspeksinya ketika Irul melanjutkan kata-katanya.
"Tadi di gowning room (ruang ganti baju), saya ketemu Bapak. Kayaknya Bapak mau masuk juga," kata Irul.
Duh Gusti!, desah Haiva spontan dalam hati.
Sebisa mungkin Haiva sok cool meski jantungnya kebat-kebit, lalu buru-buru pamit pada Irul.
Alih-alih masuk ke ruang penyimpanan sementara bahan pengemas primer seperti rencananya tadi, Haiva malah buru-buru menuju gowning room (ruang ganti baju). Gowning room laki-laki dan perempuan terpisah (ya iya laaaahhhh), sehingga jika dia buru-buru dan beruntung, dia bisa masuk ke gowning room perempuan sebelum si Bapak yg dibicarakan Irul tadi keluar dari gowning room laki-laki. Dengan demikian dia tidak perlu bertemu dengan si Bapak.
Yang dimaksud dengan si Bapak adalah Haris Hananjaya, Plant Director industri farmasi tersebut. Beliau memulai karir di industri farmasi di departemen QA sehingga beliau sangat concern dengan penjaminan mutu di industri tersebut. Pengalaman si Bapak selama 20 tahun dibandingkan dengan pengalaman Haiva yang baru 2 tahun, tentu saja bikin Haiva jiper. Apalagi si Bapak sering memberi komentar yang membuat Haiva merasa tidak kompeten. Itu mengapa Haiva malas bertemu dengan Pak Haris, karena ujung-ujungnya bakal diceramahi lagi. Dan Haiva akan berusaha supaya moodnya di pagi hari tidak rusak hanya karena seorang Haris Hananjaya.
Tapi semesta seperti berkonspirasi. Setelah mencoba mempertahankan mood meski menghadapi Pak Dul yang ngeyel, ternyata kali itu Haiva tidak berhasil menyelamatkan diri dari si Bapak.
Baru saja Haiva membuka pintu keluar gowning room perempuan ketika Pak Haris membuka pintu masuk gowning room laki-laki yang berada tepat di sebelahnya.
Mata Pak Haris segera mengembang antusias ketika melihat Haiva. Sementara Haiva segera menghembuskan nafas berat ketika dia mendengar suara bariton lelaki itu.
"Haiva mau kemana?"
Macam denger suara setan aja tau ga. Horor banget!
* * *
Aduh, repost bab ini, bikin saya kangen Pakde deh. Kakak2 yg lain, pada kangen ga sih?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top