Tujuh
-oo0oo-
Hari ini hari terakhir gue shooting di FTV ini dan katanya Ali udah pulang dari Bandung, dia juga bilang bakalan jemput gue hari ini. Gue membereskan barang-barang gue yang di bantu oleh Sitti.
Ah iya, selama shooting si tinggi itu selalu deketin gue dengan alasan biar dapat chemistry di FTV nya dan itu di dukung oleh Om Andri-Sutrdara- jujur gue paling males kalo udah satu scene sama dia karna kadang di modus megang tangan lah, ngelus pipi lah, ini lah, itu lah.
Gue selalu chatting Ali dan ceritain gimana perlakuan Max terhadap gue. Ali bilang kalo Max nyimpan rasa sama gue tapi kalo gue nya gak nyimpan ngapain di deketin sih, aneh emang.
"Neng, hari ini di jemput Abang?" tanya Sitti menghampiri gue yang lagi duduk sambil memainkan handphone sedangkan di sebrang gue ada Max yang lagi memperhatikan gue dan Sitti.
"Iya Sitt, lo gak pa-pa kan bawain barang-barang ke loksyut GGS?" tanya gue dengan nada tak enak.
"Emang lo mau kemana dulu?" tanya balik Sitti bingung.
Gue menyengir memamerkan gigi putih gue. "Mau jalan sama Ali hehehe!" jawab gue dengan kikuk.
"Hmm tau deh yang mau lepas rindu!" goda Sitti mencolek dagu gue.
"Apa sih orang kita jalannya bareng Gritte sama Arif kok!" elak gue dengan menutup rasa malu gue di hadapan Sitti.
"Iya deh iya double date, yaudah tinggal satu scene lagi kan?" tanya Sitti.
"Iya nih, lo duluan ke mobil aja sekalian bawa barang nih!" ucap gue menyodorkan alat make up gue dan koper doraemon kesayangan gue.
Sitti mengambilnya dan setelah itu ia berpamitan untuk ke mobil lebih dulu. Setelah kepergian Sitti, Max tiba-tiba mendekat ke arah gue bahkan ia duduk tepat di samping gue.
"Prill, lo beneran jadian sama Ali?" tanya Max dengan nada keponya.
"Kalo iya kenapa? Terus kalo enggak juga kenapa? Masalah buat lo?" tanya gue sewot.
"Kalo iya sih gue kalah cepat dong, kalo enggak ya gue bisa lah!" ujar Max dengan membenarkan jambulnya.
Nih ya, jangan kan wajah, jambul nya aja kalah ganteng sama jambul Ali. Beeeuuh kalo jambul Ali mah udah dehhh balon aja pada meletus tuh. Coba aja jambul Max, ketiup angin juga hancur tuh jambul.
Tak lama gue di panggil untuk scene terakhir dengan cepat gue berdiri dan menyimpan handphone gue di kursi. Setelah itu Max datang dengan tersenyum ke arah gue. Gue mengalihkan ke arah lain.
Seketika mata gue menangkap seseorang yang tengah melambaikan tangan ke arah gue. Untuk memperjelas penglihatan gue menyipitkan mata gue, dan saat itu juga gue ingin berlari dan memeluknya dengan erat.
Selama shooting berjalan, wajah gue terlihat ceria dari sebelum-sebelumnya yang murung.
"Hey Pril! Ceria banget lo shooting sama Max!" tegur Om Andri dengan terkekeh.
Gue mengerlingkan mata gue ke arah yang lain. "Apaan sih! Orang bukan dia yang bikin hari gue ceria!" jawab gue ketus.
Sumpah deh! Gue baru nemu nih Sutradara yang so tau nya sangat amat berlebihan.
"Terus gara-gara apa dong?" tanya nya masih dengan nada kepo.
"Kepo banget sih! Ini udah belum shootingnya? Kasian dia nungguin gue!" omel gue sambil melirik arloji di tangan gue.
"Udah kok udah, Prilly nya lagi sensi!" jawabnya dan masih dengan gak tau malunya dia ngajak gue bercanda.
Gue meninggalkan temlat tersebut dan berjalan menghampiri Ali walau pun gue tadi denger si Max manggil-manggil gue. Ya anggap aja lah radio rusak lagi nyebut nama gue dengan cadel.
"Hai!" sapa gue tersenyum manis.
Ali terlihat cool, dia bersandar di belakang mobil dengan melipat kedua tangannya. Ali tersenyum manis ke arah gue walaupun rambutnya agak berantakan tapi menurut gue dia masih ganteng hehehe.

Gue bersandar di sampingnya masih dengan senyuman manis. "Kok bengong?" tanya gue bingung.
"Cantik!" pujian Ali membuat gue tersipu malu. "Sutradara lo cantik!" lanjutan Ali membuat gue mendengus kesal.
"Sebel banget sih, baru juga ketemu udah nyebelin!" omel gue mencubit perut buncit Ali.
Ali tertawa dan mengelus kepala gue dengan tangannya. "Gue kangen!" ucapan Ali yang terdengar lirih membuat gue memeluknya erat sambil tersenyum dalam pelukan.
"Gue juga lebih kangen!" pekik gue dengan bahagia.
"Oh jadi ini, orang yang buat lo ceria hari ini?" suara Om Andri membuat gue melepaskan pelukannya dan menatap Om Andri datar.
"Ini urusan privacy saya! Sepertinya anda tak berhak tau untuk soal privacy saya!" jawab gue penuh penekanan. "Ayo Li! Kita pergi dari pada kita di kerubuni oleh orang-orang gak jelas!" ajak gue dengan nada menyindir dan hendak menuju mobil tiba-tiba lengan Ali menahan gue.
Gue menatap Ali dengan tatapan bingungnya sedangkan Om Andri menatap kami seperti tatapan tak sukanya.
"Kalo saya bahagianya Prilly, kenapa? Om mau saya bahagiain juga?"
Ali menarik lengan gue kadalam mobil walaupun mendengar pertanyaan Ali tadi membuat gue sedikit lega tetapi tetap aja gue gak suka sama sikap Om Andri yang terkesan kepo, apa lagi tatapan Om Andri menatap Ali. Tatapan tak suka.
Selama shooting, dia paling semangat ngejodoh-jodohin gue dan Max. Apa lagi kalo gue lagi video call sama Ali di tempat sepi terus tiba-tiba Om Andri datang dan ngehancurin suasana video call gue.
Gue menyandarkan badan gue di jok mobil dan menghela nafas dengan berat. Gue menatap ke arah luar jendela.
"Lo kenapa? Masih kesel?" tanya Ali dengan lembut.
Bagi gue, kalo gue lagi ada masalah atau pun lagi badmood, cuman Ali yang selalu nanya dan selalu perhatian bahkan dia bisa jadi moodboster gue di kala gue lagi badmood.
"Gue tuh gak suka sama Om Andi!" gerutu gue kesal.
Ali terkekeh kecil dan mengelus pipi dengan tangannya. "Lo emang gak suka kan sama Om Andri tapi lo sukanya sama Aliando Syarief!" jawab Ali dengan menatap gue penuh menggoda. "Ya kan? Ya kan?" tanya Ali menaik turunkan halisnya.
Gue terkekeh kecil dan mencubit pipinya dengan gemas. "Apa sih, Liii!" ucap gue seperti anak kecil.
"Gue pengen hari ini lo gak boleh badmood ya?" pinta Ali sambil menggenggam kedua lengan gue.
"Iyaa!" gue menjawab seraya menganggukkan kepala gue pelan.
Dalam sekejap Ali bisa merubah mood gue yang tadi nya buruk sekarang jadi lebih baik. Gue beruntung bisa di perlakukan special oleh Ali. Gue takut, suatu saat gue gak bareng dia lagi dan tiba-tiba ada cewek yang beruntung dapetin dia.
"Yaudah, kita ke PIM sekarang!" ajak Ali kemudian menyalakan mesin mobilnya dan tak lupa kami memasang selt belt masing-masing.
Ali memutar musik radio di dalam mobil. Dan sesekali kita bernyanyi. Kita itu punya kesamaan yang sama, contohnya kita suka musik yang bergenre Pop tapi kita gak suka musik yang bergenre Rock and Roll. Menurut kita itu musiknya terlalu berisik dan ngerusak telinga.
Said; 👆jangan ada yang kesindir ya cuman fiktif
Gue melirik handphone gue yang sedari tadi berbunyi. Banyak pesan masuk dari Max, karna ini hari gue dan Ali sebaiknya gue matiin handphone dari pada di ganggu sama cowok gak jelas.
Sambil bernyanyi gue bersantai di lengan Ali dan menyandarkan kepala gue di bahunya. Sesekali tangan kiri gue memainkan pipi Ali dan tangan kanan gue merangkul lengan ali.
"Btw pipi lo berisi ya, Li?" tanya gue masih memainkan pipi Ali.
"Iya, ketularan lo!" jawab Ali iseng.
"Yeee, itu mah lo nya aja suka ngemil!" omel gue tak terima. "Eh dari pada gue panggil lo buncit mending gue panggil lo sama kata-kata yang lain!" ucap gue sambil menjentikkan jari gue.
"Emang apaa?" tanya Ali penasaran.
"Gimana kalau, emm? Pangeran Tembem????" teriak gue melepaskan pelukannya dan menatap Ali dengan lekat.
Ali berdecak dan menggelengkan kepalanya. "Yang ada itu Pangeran Kodok bukan Pangeran Tembem!" Ali menjawab seraya mencubit pipi gue dengan tangan kirinya yang sedamg tidak memegang stir mobil.
"Iihhh tapi itu lucu tau buat looo!" rengek gue memegang satu lengan Ali.
"Yang cocok buat gue itu bukan Pangeran Tembem!" ucap Ali.
"Terus apa?"
"Pangeran Arab!"
"Dihhh, lo mah cocoknya jadi Onta Arab!"
"Oohh mau gue tinggi biar kaya Meks gitu?" pertanyaan Ali membuat gue tertawa mendengarnya.
"Max, Ali bukan Meks! Hahahahaha!" ucap gue membenarkan ucapan Ali yang salah namun membuat gue sedikit ambigu.
"Ya bodo amat! Jadi lo mau nyama-nyamain gue sama si jangkung?" tanya Ali sinis.
Ali itu kalau cemburu nada suaranya sinis kadang gue serem kalo denger nada suara dia yang sinis. Kalo di depan kamera, Ali terlihat biasa saja bahkan dia gak keliatan posessifnya tapi kalo di belakang kamera, hmm bisa-bisa dia gak nanya seharian sama gue.
"Ih enggak kok gak gitu!" gue menggelengkan kepala gue dengan cepat.
"Onta kan tinggi, gue mah apa atuh cuman sebatas Panda yang lucu namun wajahnya mengkhawatirkan!" Ali memasang wajah sedihnya membuat gue tertawa sambil kembali merangkul lengan kiri Ali dan bersandar di bahunya.
"Lo itu bukan Onta Arab tapi Arab tengil yang selalu bikin gue kangen!" ucap gue tulus.
Suasana Jakarta yang macet kaya gini bikin gue betah berduaan di dalam mobil bareng Ali. Ali menundukkan kepalanya menatap gue dalam namun senyuman tipisnya masih terlihat jelas.
Cup!
-oo0oo-
Karna pagi pagi gak up jadi pulang sekolah langsung ngetik dan up sekarang deh hehehe😂😂😂
Tetep jangan lupa klik bintang di ujung kiri dan kasih komentar sesuka kalian😋
Jangan lupa juga buat baca cerita-cerita aku lainnya hehe😋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top