Duapuluh

Mulai part ini n seterusnya akan ditulis AyaStoria

-oo0oo-

Maxime Bouttier.

Dia lawan main gue di sinetron BMBP. Gue emang udah pernah syuting bareng dia beberapa tahun yang lalu jadinya gue ngerasa nggak canggung lagi waktu disuruh beradegan mesra sama Max.

Tapi Max sedikit beda, dia terlihat lebih cakep dan tinggi tubuhnya juga terus menambah. Max orangnya humoris dan enak diajak ngobrol. Itu yang membuat gue nyaman sama dia.

Mengingat kata nyaman, apa kabarnya Ali?

Walaupun udah nggak syuting bareng tapi komunikasi kita masih berjalan walaupun nggak sesering biasanya dan itupun cuman lewat chat WA.

-oo0oo-

"Gimana, Ma. Udah cantik belum?" tanya gue sambil memperlihatkan gaun simple yang saat ini gue pakai. Malam ini gue mau dateng ke acara gala premiernya film Ali yang berjudul pertaruhan.

Emang, jauh hari sebelumnya Ali udah chat gue kalo malam ini premier buat filmnya dia dan untungnya gue bisa ambil ijin disela-sela jadwal syuting gue yang begitu padet.

"Kamu nanyanya udah hampir 20x kali loh, Prill!" sahut Mama yang membuat pipi gue seketika merona.

"Ciye, yang mau ketemu sahabat hidupnya. Sampe bingung mau pake baju apa!" timpal Raja yang membuat mata gue melotot kearahnya.

"Ma, ini aku nanyanya seriusan. Udah pas kan bajunya?" tanya gue lagi.

Mama mendengus kasar lalu menuntun gue masuk ke dalam kamar lagi. "Mau pake baju tidurpun Ali bakalan seneng kok liat kamu dateng!"

"Mamaaaa!" rengek gue.

Mama tertawa pelan sambil mengusap lengan atas gue. "Bukan bajunya yang penting, Prill. Tapi orangnya!"

Iya juga sih. Tapi nggak salah kan kalo gue pengen tampil sempurna di depan Ali?

-oo0oo-

Suasana disini cukup ramai. Begitu turun dari mobil tadi, gue langsung melangkah cepat masuk ke dalam. Ada dua alasan yang membuat gue melakukan hal itu.

Yang pertama karena gue pengen ketemu sama Ali dan yang kedua karena gue sengaja ngindarin beberapa kamera teman-teman wartawan yang langsung nyorot kearah gue.

Untungnya ada beberapa bodyguard yang udah siap mengawal gue sampe masuk kedalam. Dan senyum gue seketika merekah melihat sosok Ali. Lama nggak ketemu dia terlihat beda.

Sepertinya Ali menyadari kedatangan gue. Tanpa menunggu waktu lagi, gue langsung menghampiri Ali dan seperti biasanya, Ali langsung meluk gue.

Doa gue cuman satu. Tuhan, tolong buat waktu berhenti saat ini juga.

Tapi doa gue nggak terkabul, pelukan ini cuman berlangsung sekitar 4 detik. Gue mencoba menata detak jantung gue yang terus berdebar. Apalagi saat melihat senyum Ali.

"Kesini sama siapa?" tanyanya pelan.

"Sama Mama," jawab gue singkat. Mata gue beralih menatap sepasang tongkat yang ada di tangan Ali. Telapak kaki kanannya terlihat dibalut dengan perban putih. "Itu kaki lo kenapa, Li?"

"Ini? Nggak pa-pa kok cuman insiden kecil waktu syuting. Udah dijahit juga!"

"Dijahit? Parah donk?"

Ali menggeleng masih dengan menampilkan senyum manisnya. "Udah nggak pa-pa kok, Prill!" sahutnya lembut.

Setelah obrolan singkat itu, suasana sedikit canggung. Biasanya kalo kita ketemu ada aja yang kita bahas. Ali juga selalu jahilin gue tapi malam ini Ali begitu beda dan terlihat dewasa. Ia sesekali melemparkan senyumnya kearah kamera yang mencoba mengambil candid gue sama Ali.

"Ali, selamat ya!"

Gue kenal cewek ini. Namanya Marsha Aruan. Ternyata dia datang juga ke acara malam ini.

"Hai, Prilly?" sapanya saat menoleh kearah gue.

"Hai, Cha. Lo dateng juga?" sapa gue balik.

"Iyalah. Masa temen sendiri ada hajatan gue nggak dateng? Lagian nggak enaklah, Ali sendiri yang ngundang!" jelasnya lalu disusul tawa Ali.

Ali ngundang Marsha?

Gue kira Marsha diundang sama pihak manajemennya Ali ternyata Ali sendiri yang ngundang.

"Lo sama siapa, Cha?" tanya Ali pada akhirnya.

"Sendiri lah, mau sama siapa lagi? Eh, gila lo seksi abis waktu pake celana kolor. Hahahaha!" Marsha menutupi mulutnya dengan telapak tangannya. Sementara Ali ikut tertawa.

Disini, gue merasa asing. Orang yang dulunya paling deket sama gue sekarang terasa jauh.

"Udah nggak usah bahas soal itu. Kalo bukan karena tuntutan peran, gue nggak mungkin kayak gitu!" terang Ali.

"Iya, sih. Tapi fans lo pada gelosoran nggak pas liat body lo yang cuman di tutupin kolor?"

Gue tersenyum tipis melihat keakraban mereka. Gue sempat bingung apa yang harus gue lakuin?

"Prilly. Foto sebentar donk!" panggil salah satu wartawan yang ada dibelakang gue.

"Boleh!" sahut gue cepat. Untungnya ada seseorang yang bisa ngalihin perhatian gue.

Gue mencoba tersenyum semanis mungkin. Setelah sesi foto selesai, gue berniat pamitan sama Ali. Tapi sepertinya dia lagi sibuk sama temen-temen artis yang lainnya. Masa iya gue pulang tanpa pamitan dulu sama Ali.

"Prilly!"

Panggilan itu membuat gue menoleh. Jefry dateng menghampiri gue.

"Eh lo Jep. Selamat ya buat filmnya. Keren!" gue meluk Jejep sebentar. Hanya pelukan biasa.

"Thanks ya udah dateng! Eh, udah ketemu Ali belom?"

"Udah tadi. Tapi kayaknya gue nggak bisa lama disini deh, Jep!"

"Kenapa?" tanyanya dengan kening mengkerut.

"Gue ada jadwal syuting!" terpaksa alasan inilah yang gue pakai.

"Oh iya ya. Lo kan syuting sinetron terbaru itu. Eh, tunggu gue panggilin Ali!" Jejep menoleh kesamping dan seketika berteriak. "LI, SH LO MAU CABUT NIH. LO NGGAK MINTA SESUATU GITU SEBELUM DIA PERGI?"

Spontan gue memukul pundak Jejep. "Apaan sih lo?" desis gue dan Jejep cuman nyengir.

"Gue kesana dulu ya, tuh Ali udah kesini!" pamit Jejep dan benar saja, Ali datang menghampiri gue.

"Kok buru-buru?" tanyanya langsung.

"Iya, sorry Li. Gue ada jadwal syuting. Ini aja gue sempetin dateng!"

Ali manggut-manggut aja denger alasan gue. Sebenarnya kalau disuruh memilih, gue rela off syuting hari ini demi bisa bersama Ali. Tapi sepertinya waktunya nggak tepat. Di tengah keramaian seperti ini Ali nggak mungkin terus fokus sama gue.

"Oh, sinetron baru lo ya?" gue hanya bisa mengangguk. "Semoga lancar ya syuting sama si bule!"

"Apaan sih!" sahut gue dan refleks memukul lengannya pelan.

Ada rasa penyesalan datang. Kenapa saat akan berpisah, rasa canggung itu mendadak sirna? Inilah hal terberat yang membuat gue nggak mau jauh dari Ali.

"Ati-ati ntar digosipin cinlok lagi sama lawan mainnya!" goda Ali.

Hati gue mendadak terasa sesak. Apa maksud Ali mengatakan hal itu? Pancingan atau sindiran?

"Udah ah, gue nggak mau bahas soal itu---"

"Kenapa?" sahutnya cepat.

Mata gue refleks menatap bolamata hitam itu. Dalam beberapa detik gue merasa hanya ada gue dan Ali didalam ruangan ini. Suara berisik disekitar gue seolah lenyap saat gue menatap mata teduh itu. Dan kesadaran gue pulih saat telapak tangan Ali mendarat diatas kepala gue, mengacak rambut gue pelan.

"Semangat ya buat syutingnya!" ucapnya. Gue hanya bisa mengangguk dan Ali tiba-tiba merentangkan kedua tangannya. Gue bergerak maju untuk memeluknya.

Pelukan hangat Ali mampu membuat mata gue berkaca-kaca. Dan 4 kalimat terakhir yang Ali ucapkan mampu membuat gue terbang.

"Gue kangen sama lo!"

-oo0oo-

Surabaya, 20 Juli 2018
Ayastoria

Baca story ini jgn pada protes ya. This story just fiction. Jadi jgn protes kalo tiba2 gak smaa kayak kenyataan. Karena jujur, gue pribadi dulunya gak suka sama Aliando dan Prilly.

Dan tiba-tiba gue suka pas mereka udah cerai, ups...pisah maksudnya. Udah nggak di GGS lagi.

Jadi gue nggak begitu paham sama kisah mereka dulu kayak gimana.

Gue bikin story ini murni khayalan gue. Kalopun ada yang merasa tersinggung ya mohon maaf. 😊😊😊

Repost ulang dan bakalan dilanjut sampe END.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top