45. Staycation, yuk?
"Staycation, yuk, Sayang. Ke Bogor dua malam."
Kalimat ajakan serupa memaksa itu masih jelas di telinga Wenda. Pagi-pagi sekali pria yang berstatus suaminya itu tiba-tiba mengajaknya menginap dua malam di kota hujan tersebut. Dan sekarang di sinilah Wenda sekarang berakhir, sudah hampir dua jam ia duduk di sofa panjang menemani pria yang sedang fokus pada layar laptopnya.
Sampai sekarang pun, Wenda belum mengerti arti dan fungsi dia diajak ke sini. Kalau cuma sekadar mengerjakan tugas kantor, ia rasa cukup di rumah saja. Tidak mesti jauh-jauh staycations di hotel bintang lima di bogor, tapi tidak melakukan apa pun.
Chandra berdiri saat ponsel di atas nakas yang sedang ia isi daya itu berdering hebat. Pandangan Wenda masih memerhatikan suaminya, entah dengan siapa pria itu mengobrol. Ponselnya masih di telinga, sesekali bergerak beberapa langkah kemudian kembali ke tempat semula.
Wenda beranjak, berdiri di hadapan Chandra. Melingkarkan lengannya di pinggang pria itu, bergelayut manja. Sigap Chandra menangkap punggung Wenda, karena jika tidak, wanita itu akan terjungkal jatuh ke belakang akibat tingkahnya sendiri.
Alis Chandra bertabrakan, bukannya meminta maaf karena tingkah yang kadang-kadang di luar prediksi, tetapi ia justru menyengir tertawa kecil, mencebik dan menaik-turunkan alisnya menggoda Chandra.
"Aku lagi telepon orang kantor, Sayang. Untung masih bisa aku pegangin kamunya, kalau jatuh tadi gimana?"
Bukannya memedulikan ucapan suaminya, Wenda justru semakin menggodanya. "Emang boleh, sekhawatir itu? Emang boleh ...."
"Ya, boleh, lah. Emang nggak boleh khawatir sama istri?"
Wenda kembali ke sofa, begitu pula dengan Chandra kembali ke posisi semula dan menggeluti pekerjaan yang belum ia selesaikan. Kaki Wenda yang berselonjor menendang-nendang kecil paha Chandra, wanita itu mulai mencari perhatian lagi, tapi sayang sekali tak dihiraukan oleh suaminya.
"Pi," panggilnya seraya memangkas jarak keberadaannya menjadi lebih mendekat ke arah Chandra.
Pria itu menoleh, menaikkan alis menatap wajah istrinya sejenak kemudian kembali menelisik layar laptopnya. Melihat aksi Chandra yang terkesan tak acuh membuat Wenda geram.
"Papi!"
"Apa, Sayang? Aku lagi ngerjain ini dulu, kamu kalau lapar pesen aja."
"Kita ngapain staycation?"
"Menurut kamu orang staycation ngapain?" Chandra menjawab, tapi tidak dengan pandangannya.
"Hmm ... kan, bisa di rumah. Ngapain harus jauh-jauh ke Bogor. Terus udah sampe sini malah dianggurin."
Chandra menoleh, pergerakan jarinya dia atas keyboard laptop seketika berhenti. Ia tersenyum miring menelisik wajah Wenda, Chandra tergelak setelahnya. Ia tahu ke arah mana pembicaraan Wenda.
"Ih, kok, malah ketawa. Nyebelin banget!"
"Kamu mikir sampe mana, Sayang?" Chandra membentangkan lengan kanannya, memberi isyarat agar istrinya itu masuk ke rangkulannya. "Aku tuh ada kerjaan di sini, terus kamu juga nggak ada jadwal kuliah, kan? Makanya aku ajak aja kamu ke sini."
Wenda melingkarkan lengannya di pinggang Chandra, sejujurnya pipi wanita sudah bersemu. Ia pikir suaminya mengajak ke sini akan bulan madu ke sekian, mungkin. Nyatanya, lagi-lagi perihal pekerjaan. Mengenal Chandra sejak anak-anak, membuat Wenda paham betul betapa ambisiusnya Chandra. Termasuk perihal pekerjaan yang sedang ia geluti.
"Kamu pasti udah mikir mesum, ya?" bisik Chandra menggoda istrinya.
Chandra mengaduh saat Wenda melayangkan pukulan di dadanya, wanita itu menguraikan rangkulan Chandra dan kembali ke ujung sofa. Tidak dipungkiri tebakan suaminya benar adanya. Siapa yang tidak berpikiran ke sana saat suami mengajak ke hotel secara tiba-tiba. Jangan salahkan Wenda, ini salah Chandra, kenapa tidak memberi tahu sejak awal kalau tujuan staycation ini adalah karena ada pekerjaan.
"Pi, kalau kamu punya istri lagi. Nanti istri kamu itu tinggal sama kita nggak?"
Pertanyaan Wenda benar-benar di luar nalar, tadi membahas apa sekarang membahas lainnya. Chandra menoleh, tak memberi jawaban atas pertanyaan yang menurutnya sangat tidak penting untuk dijawab. Punya istri satu modelan Wenda saja cukup membuatnya pusing, apalagi ada dua. Memangnya apa alasan yang membuat Chandra harus punya dua istri. Mereka bahagia menjalani rumah tangga yang terkadang penuh drama dari Wenda.
Wenda merangkak mendekat, merebahkan kepalanya di paha Chandra. Sebenarnya, ini sedikit mengganggu Chandra dalam bekerja, tapi mau bagaimana lagi. Ketimbang wanita itu merajuk dan memperpanjang urusan.
"Pi, jawab! Ini misalnya aja, nih. Kalau kamu nikah lagi, nanti istri muda kamu diajak gini juga nggak?" Wajah Wenda menghadap ke perut Chandra, tangannya menarik-narik kaus pria itu.
"Aku mesti jawab apa, Sayang? Aku aja nggak pernah kepikiran ke sana."
"Ya, udah. Jawab aja, kan tadi aku bilang misalnya. Kalau kamu punya dua istri, nanti bakal serumah nggak istri-istrinya?"
Chandra berdeham singkat. Ini seandainya, ya, sesuai perkataan Wenda. Bukan ia berniat melakukan. Pria itu menjawab, "Nggak! Istri ke dua nanti aku beliin rumah lain. Kamu di rumah yang sekarang."
"Sama kamu?"
"Nggak, kamu sama Chanda. Aku di rumah istri muda. Seneng-seneng sama yang muda." Chandra menggoda istrinya, ingin melihat ekspresi Wenda seperti apa.
Wenda merenggut, bola matanya mendelik tajam. "Terus kalau perjalanan bisnis, ada pekerjaan ke luar kota gini, aku gitu yang nemenin? Giliran seneng-seneng sama dia, giliran pekerjaan cari duit aku diajak susah," omelnya panjang lebar.
"Tergantung perjalanannya, kalau masih di Indo, ya, sama kamu. Kalau bisnisnya ke luar negeri, ya, sama dia. Sekalian bulan madu."
Wenda diam, tatapannya tertuju ke arah layar laptop Chandra. Ia tentu tidak mengerti grafik, diagram, dan kalimat yang tertampil di layar persegi itu.
Chandra mengusap lembut pipi Wenda, sedikit menunduk untuk mencapai wajah sang wanita. Mencium dahi dan pipi kanan Wenda.
"Bercanda, Sayang. Istri aku tetep akan satu sampai kapan pun, tetep anaknya Ayah Andra. Udah, ya, gausah bahas kayak gituan lagi. I love you."
Perkataan Chandra tak disahuti oleh Wenda, termasuk ucapan cinta di akhir kalimat. Tangannya terulur hendak meraih ponsel Chandra di samping laptop, tetapi jarak cukup membentang, alhasil tangan Wenda hanya batas menggapai udara. Chandra meraih ponselnya, memberikan pada Wenda yang masih enggan beranjak rebahan di pahanya. Pria itu tak masalah Wenda membuka ponselnya, memainkan games yang ada di sana, atau memeriksa chat dan email. Sudah biasa dilakukan Wenda, lagi pula tidak ada yang disembunyikan Chandra dari istrinya.
"Mami, Chandra mau nikah lagi."
Chandra gelagapan, ia kira wanita itu hanya memainkan permainan seperti biasanya. Tingkah Wenda benar-benar di luar prediksi semua. Untuk apa dia mengadu ke mami, bisa-bisa setelah ini nyawa Chandra akan berakhir di tangan ibu kandungnya sendiri.
Secepat kilat Chandra menyambar ponselnya di tangan Wenda kemudian berkata, "Nggak, Mi. Tadi Wenda cuma bercanda doang."
Menekan tombol merah dan menyimpan ponselnya di atas meja, Chandra menoleh pada si pelaku onar yang sudah meringkuk duduk di ujung sofa. Menghela napas berat, urusan dengan mami akan panjang setelah ini. Chandra tahu persis bagaimana wanita itu membela menantu kesayangannya.
Chandra menyimpan pekerjaannya dan mematikan laptop, netranya melirik Wenda. Sigap Chandra membalas perbuatan wanita itu, menarik kaki Wenda agar tidur terlentang, merangkak ke atas tubuh wanita itu, tetapi tak sepenuhnya menindih.
"Ngapain kayak gitu tadi, hmm?" Chandra menggesekkan ujung hidungnya di pipi Wenda, "ngapain tadi telepon mami segala, nakal banget, sih."
"Papi, pertemuan makan malamnya nanti jam delapan?"
"Iya, Sayang. Kenapa?" Chandra masih memainkan bagian dari wajah Wenda, entah itu mengecup sudut bibir Wenda, menggigit kecil pipi bulatnya, atau mencubit hidung wanita itu.
"Mau jalan-jalan, Pi. Sekarang masih jam ...." Wenda menoleh pada dinding sisi kanan, tak ia temukan jam di sana. "Sekarang jam berapa?"
"Kamu diajak staycation bukan untuk jalan-jalan, Sayang."
"Kan acaranya masih lama, Pi. Bosen di kamar gini."
"Ya, udah kita lakuin aja kayak pasangan halal kalau staycation ngapain. Ayo, sekali aja, cukup."
Wenda tergelak. "Dih, kayak bisa ngelakuinnya cepet aja. Kamu tuh lama. Yang ada nanti malah telat ke acara kamu belum kelar," cibir wanita itu seraya mendorong dagu Chandra agar berhenti mencumbu lehernya.
***
Tanjung Enim, 6.11.2023
Setelah ini tahu akan apa yang akan terjadi? 🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top