42. Wanna Try?
Wenda menggeram kesal, rahangnya mengencang menatap tajam Chandra yang masih tertidur pulas. Ia duduk membelakangi suaminya, menatap penuh arti kotak beludru berwarna biru tua yang ia simpan di atas kasur.
Terlebih lagi, wanita itu semakin kesal saat lengan kokoh melingkar memeluk perutnya.
"Nggak usah peluk-peluk!" Wenda menepis tangan Chandra dari pinggangnya.
Mimpi apa pria itu semalam, seingatnya dari kedatangan Wenda kemarin siang, makan malam bertemu kolega papi hingga berakhir tidur nyaman memeluk kesayangan. Rasanya ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Kenapa pagi ini wanita itu justru mengekpresikan ketidaksukaan padanya.
Wenda berbalik, mengubah posisi duduk bersila menghadap Chandra. Ia mengangsurkan kotak berukuran sedang itu ke hadapan Chandra. Pria itu sedikit mengangkat tubuhnya, menelisik apa yang Wenda simpan di depannya.
"Oh, kamu udah tahu?"
"Siapa M yang tertulis di sini? Mayang? Malika atau Mumun?" Wenda membuka kotak perhiasan itu.
Sebuah gelang emas dengan rantai kecil-kecil, terdapat tiga mutiara di bagian penghubung, dan dua bandul berbentuk daun. Semakin membuatnya ingin membanting kotak itu adalah inisial yang terlukis di balik daun itu. Huruf C pada daun sebelah kiri dan M di bagian kanan. Jelas C inisial Chandra lalu siapa M?
"M dari mana, Sayang? Itu nama kamu."
"Di nama lengkap aku pun nggak ada huruf M-nya, ya. Nama aku dari mana?"
Chandra mengerutkan dahi, ia tahu nama istrinya, bahkan selalu ingat di kepalanya nama Navera Four Wenda adalah istrinya. Namun, yang tidak ia mengerti kenapa perempuan itu membahas huruf M? Jelas-jelas yang tertulis di sana W sebagai inisial nama perempuan itu.
Chandra tahu duduk persoalannya sekarang. Jika huruf W di hadapannya sekarang, itu berarti akan terbalik dilihat Wenda yang duduk di hadapannya. Ia memutar kotak yang terbuka itu ke posisi yang benar.
"Lihat betul-betul hurufnya. Jangan sampe kamu aku daftarin ke les anak TK mengenal huruf." Chandra berujar seraya menopang kepalanya dengan tangan kanan.
Alis Chandra terangkat satu menelisik wajah wanita di hadapannya. Wenda menahan senyum saat matanya melihat apa yang semestinya.
"Huruf apa itu?" tanya Chandra datar.
"Siapa suruh orang itu masang mainan daunnya kebalik. Aku kan jadi ngira itu huruf M," kilah wanita itu membela diri.
"Kebalik dari mana, Wenda? Kamu yang salah posisi ngeliatnya." Chandra menghela napas, "kamu kayaknya beneran mesti aku daftarin les mengenal huruf. Harusnya mau ini kebalik kamu pasti bisa bedain mana M mana W."
Ocehan panjang Chandra tak ia gubris. Apalagi yang menyangkut akan didaftarkan lagi ke les anak TK. Wanita itu sibuk menelisik gelang itu itu, tetapi belum berani ia keluarkan dari kotaknya.
"Sini aku pasangi," pungkas Chandra meraih gelang dari dalam kotak perhiasan dan menarik tangan kiri Wenda.
"Ini buat aku, Pi?"
Chandra mengembuskan napas pendek. "Untuk siapa lagi? Siapa yang namanya berawalan dari W?"
"Nama aku kan awalnya huruf N."
Chandra mendelik, kenapa istrinya pagi ini lemot sekali ya Tuhan. Ia gemas tidak tahan. Namun, yang dituturkan istrinya tidak sepenuhnya salah. Nama lengkap Wenda memang diawali dengan huruf N, sementara Chandra mengambil dari nama panggilan.
"Tadinya mau aku kasih pas pulang ke Jakarta, tapi kamu keburu nyusul ke sini dan kamu juga udah nemu duluan."
Gelang itu sudah terpasang apik di pergelangan tangan Wenda. Tak lagi mengulum senyum, Wenda terang-terangan memamerkan senyumnya, netranya tak lepas dari perhiasan yang sengaja suaminya hadiahkan untuknya.
"Aku pikir-pikir, selama kita nikah aku belum pernah beliin kamu perhiasan sendiri. Semua mami yang beliin makanya aku inisiatif sendiri. Suka nggak?"
Wenda mengangguk, ia merangkak ke arah Chandra yang berbaring bersandar di kepala ranjang. Masuk ke dekapan hangat suaminya. Ia tengkurap, lengannya memeluk pinggang sang suami, pipinya menempel di dada bidang favoritnya. Tak jauh berbeda dengan yang dilakukan Wenda, pria itu pun melingkarkan lengan kokohnya di pinggang Wenda, bahkan kakinya membelit paha perempuan itu. Pipinya istrinya menjadi sasaran, menciuminya berulang dengan sangat gemas.
"I love you, Sayang."
Tidak ada jawaban dari si wanita, Chandra mengulangi lagi dengan kalimat yang hampir sama. "I love you, Honey."
Masih tidak ada respons, wanita itu justru menggerakkan pergelangan tangannya. Ia masih bangga dengan hasil karya yang tertempah menjadi sebuah perhiasan di tangannya.
"I love you, Wenda. Oi, jawab aku sayang kamu!" geram pria itu pada akhirnya.
Wenda tergelak, sebenernya ia menjawab ucapan Chandra. Hanya saja ... dalam hati.
"I love you too, Papi." Wenda mendongak, mempertemukan bibir mereka sekilas.
Chandra menarik senyum tinggi, mengusap belakang kepala Wenda. Ia berujar, "Sayang, dengerin aku. Bisa nggak, sih, mulai sekarang kamu berhenti curigaan terus ke aku. Aku tahu kamu cinta aku, tapi ya dikontrol juga cemburunya. Dikit-dikit ngomong cewek lain, dikit-dikit nuduh selingkuh."
Wanita itu masih bergeming, antara meresapi ucapan sang suami atau menikmati belaian tangan Chandra di rambutnya sehingga membuatnya mengantuk.
"Aku kadang capek banget kalo kamu udah begitu. Sumpah!"
Wenda mengubah posisi kepalanya, usapan Chandra sudah beralih ke punggung wanita itu. Telapak tangannya bergerak naik turun di punggung sempit istrinya.
"Kayak sekarang aja, masalah M dan W kamu sangkutin ke perempuan lain. Padahal jelas-jelas itu aku custom khusus buat kamu. Aku cinta kamu, percaya sama aku, oke?"
Wenda menumpukan dagunya di dada Chandra. Anggukan kecil tanda paham wanita itu layangkan. Chandra tertawa pelan, gemas sekali melihat pergerakan kepala itu. Seperti ... mainan anjing di dasbor mobil.
"Papi, kita jadi kan mau ke pentai?"
"Iya, nanti kita jalan-jalan. Sekarang mesra-mesraan dulu sama istri aku. Kapan lagi bisa honeymoon gini. Manfaatkan dengan baik fasilitas kamar pengantin ini."
Wenda tergelak, geli sekali kalimat kamar pengantin yang suaminya ucapkan. Namun, setelah dipikir-pikir tidak salah juga ucapan sang suami. Setelah selesai pertemuan makan malam kemarin, mereka terkejut saat ranjang dan sekitarnya dipenuhi kelopak bunga mawar merah. Persis seperti kamar pengantin baru. Ulah siapa lagi kalau bukan sang mertua perempuan yang punya ide ini. Sudah bisa ia tebak. Wenda patut bersyukur memiliki mertua sebaik Mami Sisca. Kelak, saat mereka sudah punya anak, sudah menua. Wenda pun juga ingin memperlakukan menantunya sebaik yang dilakukan mertuanya ini.
"Kita kapan balik ke Jakarta?"
Chandra mengernyitkan dahi. "Honeymoon aja belum dimulai, udah nanyain kapan balik. Entar baliknya, kita. Pantang pulang sebelum ada hasil."
Wenda bergedik ngeri dengan ucapan suaminya kali ini. Untuk kalimat ini ia paham ke mana arah pembicaraan sang suami.
"Papi, kalau pantang pulang sebelum ada hasil. Berarti ... aku nggak ada istirahat, dong? Dimakan terus siang malam nggak kenal waktu," ucap Wenda polos.
Chandra tergelak, tubuh Wenda di atas tubuhnya ikut berguncang. Belajar dari mana wanita ini, sekarang sudah bisa berucap seperti itu. Atau jangan-jangan justru ia sendirilah yang tanpa disadari mengajari, mengotori otak polos istrinya.
"Iya, pokoknya hajar terus! Siang malam." Chandra menarik senyum miring. "Wanna try? Sekarang?"
Tanjung Enim, 28 Desember 2022
RinBee 🐝
Kadit terasa, ya. Kita sudah berada di penghujung tahun 2022.
Coba sini apa harapan kalian untuk pasangan ajaib ini.
Untuk author juga ❤️
Sekali lagi, terima kasih banyak untuk reader yang sudah menemani dan bertahan di ini. Sayang kalian banyak-banyak 🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top