Silent

Nih cerita udah gedor-gedor muluk jadi nggak konsen garap lainnya 🤧

CindyArfandani5 LyRa_R3 cemalcemilcimol
Meravattt!

"Ini Bang Rio, Abang yang paling bisa aku andalkan," ujar Erick saat memperkenalkan abangnya dengan kekasihnya. Ini pertama kalinya ia membawa Siena ke rumahnya dan berharap abangnya menyukai Siena.

Rio—kependekan dari Rio de Janiero—mengangguk kecil tanpa menjabat uluran tangan Siena. Pria itu kemudian berjalan mendahului adik serta kekasihnya ke meja makan.

Siena mendekat ke arah Erick. Terlihat keraguan di parasnya. "Abang  kamu kayaknya nggak suka sama aku. Baiknya aku pulang aja ya," ujarnya. Tak perlu orang pintar untuk mengetahui ketidaksukaan saudara dari kekasihnya itu.

"Perasaan kamu aja. Abang emang kayak gitu, jarang senyum tapi aslinya dia baik." Erick mengandeng tangan Siena dan berjalan bersamanya ke ruang makan. "Santai aja."

Namun, Siena tahu bahwa itu cuma kata-kata penghibur, nyatanya saat di meja makan, Rio jelas-jelas menunjukkan sikap tidak suka padanya dan Austin terlalu bodoh untuk menyadarinya. Pria itu menatapnya dalam diam tapi begitu lekat seperti pisau tajam yang sekali tebas langsung membunuhnya. Dan membuat Siena tidak tenang, tegang, dan gelisah.

"Kalau boleh tahu, kerja di mana?" Rio sebenarnya muak bersikap basa-basi seperti ini tapi demi Erick, ia harus melakukannya.

"Toko bahan kue, Pak."

"Dia pemiliknya, Bang," sahut Austin.

"Baru merintis dan masih toko kecil," imbuh Siena dengan bangga sebab toko itu adalah impiannya.

Rio mengangguk mengerti dan setelah itu tidak ada lagi pertanyaan darinya.

Itu adalah kenangan satu tahun lalu sebelum Erick dan Siena putus. Hubungan mereka berakhir dengan buruk. Dan sekarang Siena malah terjebak dengan Rio, menjadi kekasih palsunya dengan imbalan dilunasinya utang-utang orang tua Siena.

Sejujurnya Siena terpaksa dan sudah  gila menerima syarat yang diajukan oleh Rio. Mereka yang hampir tidak pernah berinteraksi secara intens—cenderung menghindar—tiba-tiba menjadi sepasang kekasih. Walaupun hanya palsu tetap saja mengherankan, apalagi pria itu kakak dari mantan kekasihnya.

"Di mana?"

Rio mengirim pesan pada Siena di sela-sela waktu istirahatnya. Ia baru saja bertemu pemilik tanah yang ingin dijual padanya.

"Di toko. Kenapa?"

"Nanti aku jemput jam tujuh. Pakai gaun panjang atau apa pun yang formal."

"Pesta? Apa ... apa aku perlu bawa sesuatu?"

Sampai sekarang Siena tidak nyaman didekat pria itu, entah mengapa. Ia merasa seperti seekor kelinci yang sebentar lagi menjadi mangsa serigala buas. Rio dan segala hal tentang pria itu di mata Siena menakutkan, tatapannya mampu mengintimidasinya. Ya Tuhan, membayangkannya saja membuatnya bergidik ngeri.

"Nggak usah. Sudah diurus."

"Baik."

Setelahnya tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Mungkin nanti sebelum turun dari mobil mereka perlu menyepakati jawaban-jawaban yang mungkin ditanyakan oleh teman-teman Rio.

###

Pukul tujuh persis, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah Siena. Wanita itu keluar dengan gaun tertutup. Rio memberi untuk tidak menggunakan pakaian terbuka selama menjadi kekasih palsunya. Untungnya Siena sendiri tidak suka menggunakan baju yang seperti itu jadi tidak jadi masalah.

Pintu kursi penumpang terbuka, Rio turun dan menunggu Siena masuk. Rio menyusul Siena. Pria itu duduk terlalu dekat hingga membuatnya gelisah, membuatnya seolah bisa merasakan hawa panas yang mengalir dari paha Rio yang menempel di pahanya.

Namun, jujur Siena akui, Rio terlihat tampan. Pembawaannya mencerminkan pria-pria old money dengan padanan warna pakaian yang dipakainya, hitam dan grey. Bukan jas tapi kemeja hitam sutra yang mempertegas tubuh atletisnya. Harum musk menggoda indra penciumannya.

Ya Tuhan, Rio mempesona sekaligus berbahaya dan Siena tak karuan karenanya.

Selama perjalanan ke tempat yang mereka tuju, Rio tidak membuka satu suara pun. Sebenarnya seperti inilah keadaan keduanya jika berdua saja tapi anehnya Rio akan berubah menjadi seorang kekasih yang penyayang di hadapan orang-orang.

"Apa ... masih jauh?" Siena bukan tipe wanita yang tahan kesunyian, jadi keadaan ini menyiksanya. Harusnya Siena sudah terbiasa mengingat ia sudah menjadi kekasih kontrak Rio tiga bulan ini tapi ... mungkin Siena saja yang bebal.

"Nggak."

Siena mengangguk. Jelas tidak ada lagi bahasan yang bisa mereka bicarakan. Ia akhirnya memilih membuang pandangan ke luar jendela, mengamati lampu-lampu jalan yang terkadang terlihat seperti kunang-kunang.

Mobil berhenti di gedung serbaguna di alun-alun kota. Gedung yang mampu menampung hampir seluruh masyarakat kota ini tampak gagah setelah mengalami renovasi dari galang dana para pengusaha-pengusaha sukses dan orang terpandang kota ini, termasuk Rio tentunya. Itu kenapa pertama kali ia bertandang ke rumah Erick, Rio terlihat kurang berkenan sebab Siena bukan dari orang terpandang.

Saat mereka masuk, pandangan orang-orang langsung tertuju pada mereka terutama Rio. Mereka merasa iba pada pria itu karena terjebak dengan Siena si mantan kekasih adiknya. Gosip yang beredar bahwa Siena menuntut tanggung jawab karena Erick mengkhianatinya padahal bukan seperti itu kenyataan. Namun, apa pun bantahan Siena tidak akan ada yang mempercayai dirinya.

"Rio."

Mereka berhenti saat salah satu putri dari keluarga pemilik perusahaan susu mendekat. Lena. Wanita berparas cantik itu melenggang dengan luwes dan sempurna. Senyum semringah terulas menambah kecantikannya.

"Akhir kamu datang juga. Aku sudah menunggumu dari tadi." Lena langsung melingkarkan tangan di lengan Rio, menghelanya meninggal Siena. Wanita itu terlalu tidak pantas berada di samping Rio.

Siena menghentikan langkahnya, menghela napas tanpa suara lalu berjalan pelan di belakang pasangan itu. Meskipun ia hanya kekasih palsu tapi diperlakukan seperti ini rasa menyakitkan juga. Tanpa diperjelas pun Siena sadar diri dirinya tidak layak tapi apakah sejelas ini?

Wanita berparas ayu itu kemudian mengulas senyum kala mendapat sambutan dari barisan staf kantor walikota. Ia tidak ingin terlihat lebih menyedihkan setelah Rio memilih bersama Lena. Kadang Siena pikir, mengapa pria itu tidak menikah saja dengan Lena jika suka dan memilih dirinya sebagai kekasih bayangannya?

"Hai."

Siena menoleh. Adam. Pria berusia tiga puluh tahun itu berdiri di sampingnya. Rasanya lega mendapati orang yang ia kenal. "Untung ada kamu," cetusnya spontan. "Sendiri?" tanyanya kala tak melihat Kana di antara orang-orang.

Pria itu mengangguk. "Terpaksa."

"Kenapa nggak terus terang saja pada orang tuanya?" Siena tahu hubungan Adam dan Kana tidak mendapat restu dari orang tua Kana karena Adam bukanlah pengusaha sukses. Ralat! Belum sukses.

"Kana belum siap," jawab Adam. "Yah siapa pun takut hidup menderita tanpa adanya dukungan finansial. Aku maklumi hal itu."

Siena setuju. Apalagi zaman sekarang di mana mencari pekerjaan susah, harga bahan pokok naik, dan hampir di semua aspek harganya ikut melambung dan akan sangat sulit bertahan jika tak memiliki pekerjaan tetap. "Gimana usahamu? Lancar?"

"Mulai dikenal dan banyak dipakai. Aku harap tahun ini semakin besar." Adam yakin akan hal itu. Pasar e-commerce yang tumbuh dengan pesat membuat layanan antar-jemput barang terdongkrak naik dan peluang usaha yang menjanjikan.

"Semangat. Aku yakin kamu ...."

"Di sini rupanya. Aku mencarimu." Rio meletakkan tangannya di pinggang Siena, mencengkeramnya kuat seraya menariknya merapat padanya.

Wanita yang malam ini memakai gaun warna hitam tersebut sedikit kaget rasa sakit di pinggangnya. Siena menatap Rio dengan heran. "Aku ...."

Paras Rio benar-benar tidak bersahabat, rahang yang mengencang disertai tatapan penuh amarah membuat Adam mundur teratur.

"Ayo."

###

"Aku ... e itu ... aku ingin melunasi utangku!" Siena mengigit bibirnya karena ragu-ragu mengatakannya.

Rio bergeming. Menatap lekat dan lama serta penuh selidik Siena dari kursinya hingga membuat wanita itu membuang muka menghindari tatapannya. "Siapa?" tanya Rio dengan tenang.

Ia tahu Siena tidak punya aset berharga yang bisa dijualnya, jadi satu-satunya cara adalah gadai atau meminjam uang atau dipinjami uang. Entah siapa yang jelas bukan dari bank sebab Siena tidak punya jaminan.

Wanita itu menggeleng. "Aku nggak tahu maksudmu." Siena mengelak. "Yang penting aku mau melunasi utangku dan aku nggak mau lagi jadi pacar palsumu."

Rupanya kucing kecil Rio sedang merajuk dan ingin mendapatkan perhatiannya. "Boleh."

Rio mengurai tautan jari-jarinya di bawah dagu lalu menegakkan tubuh. Ia menyeret kursinya hingga didekat meja. Pria itu membuka laci meja lalu mengeluarkan map yang berisi surat kontrak perjanjian mereka. "Tapi denda pembatalan kontrak sebelum waktunya cukup besar. Jadi kamu nggak cuma lunasi utang dan bunganya tapi juga denda pembatalan kontrak."

"Denda kontrak? Tapi ...." Siena tidak pernah tahu ada klausul itu dalam perjanjian mereka. Ia pun segera mengambil map yang Rio sodorkan. Siena membacanya dan merutuki kebodohannya tidak membaca semuanya sebelum menandatangani kontrak tersebut. "Ini ...."

"Jadi?" Rio menyeringai samar hingga Siena tidak menyadari seringai itu.

Ini ... Siena memejamkan mata. Meluruh di kursi dengan tubuh lemah seolah tanpa tulang. Dendanya saja setengah milyar sendiri ditambah utang dan bunganya total 750 juta. Ya Tuhan. Banyak sekali dan uang dari mana?

"Denda dibayarkan tiga hari setelah pembatalan. Apabila tidak bisa mengembalikan akan diambil tindakan hukum. Jadi ... sampai bertemu tiga hari lagi." Rio berdiri dari duduknya untuk meninggalkan Siena terpaku di tempat dengan senyum kemenangan.

Wanita itu tidak mungkin berani meminjam uang sebanyak itu. Lagipula orang gila mana yang akan memberi pinjaman sebesar itu tanpa jaminan yang memadai? Rio rasa tidak ada.

###

Tiga hari yang diberikan berlalu dengan cepat. Siena belum mendapatkan pinjaman untuk membayar denda itu bahkan orang yang berjanji membantunya agar menjauh dari Rio pun menolak. Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang?

Hah! Sesungguhnya berdiri di samping Rio begitu berat bagi Siena, terlebih kini hatinya terpaut pada pria itu. Kebodohan yang tidak boleh ditiru oleh wanita mana pun sebab di mana-mana tidak ada korban mencintai tersangkanya seperti dirinya.

"Selamat da ... tang." Semangat yang baru saja berkobar langsung padam. Siena tidak berharap bertemu Rio setidaknya sampai besok saat ia menemukan alasan yang masuk akal kenapa ia tidak berhasil membawa uang denda tersebut.

Wanita itu mengerang dalam hatinya mengagumi sosok berkharisma tapi bengis itu. Kemeja putih dengan tiga kancing teratas terbuka, celana jin biru, ikat pinggang beledu warna cokelat, dan disempurnakan dengan sepatu cokelat membuatnya benar-benar godaan para wanita.

"Ada kabar baik?" Tanpa perlu dipersilakan, Rio duduk di kursi yang disediakan untuk pengunjung. Kakinya menyilang seperti cara duduk tuan tanah ketika menghukum budaknya, ditambah ekspresi wajah tanpa senyum diiringi tatapan yang tajam, membuat Rio tampak berbahaya.

Siena yang duduk di seberang Rio menggeleng pelan. Semua pintu kemungkinan tertutup dan sepertinya ia tidak bisa lepas dari Rio kalau tidak pria itu sendiri yang mengusirnya.

"Jadi?" Rio menghisap rokoknya. Kepulan asap bergerak pelan sebelum akhirnya menghilang.

Wanita 27 tahun itu menggeleng. Ia tidak punya apa pun untuk dikatakan. Ia sudah terpojok dan hanya bisa mengikuti kemauan Rio.

Seringai kemenangan tercipta. "Menyerah?" Rio bertanya.

Siena mengangguk. Memang apalagi yang bisa ia perbuat selain menyerah.

"Bagus. Itu baru wanitaku." Rio mengulur tangan, mengelus pipi halus wanita itu. Tanpa diketahui Siena bahwa semua orang yang membantu wanita itu mundur teratur dengan sedikit ancaman darinya.

Timit!

Hmmm🙄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top