Bantuan

Reniera berlari menuruni anak tangga seraya mengangkat telepon nya tinggi-tinggi seperti ingin menunjukkan ke Reod.

"A-aku mendapat jawaban dari ayah?! " pekik nya memberitahu.

"Itu bagus. Berapa lama? "

"Eh? "

"Hmm? "

"K-kata ayah s-secepatnya.. " jawab Reniera tidak yakin.

"Begitu.. " Reod menatap datar anak presiden ini. "Setidaknya kau mendapatkan jawaban. Tugasku cuma menjagamu sampai bantuan dari ayahmu datang menjemput, "

Beberapa menit kemudian terlihat ada beberapa pergerakan dari teroris kelompok Reod, mereka berkumpul menghadap ke gudang bekas air. Menatap lurus ke tempat itu.

"A-apa yang akan kau lakukan? "

"Menembak mereka. Membunuh sebanyak yang aku bisa, dan menjagamu agar tidak mati konyol.. "

"Ugh..! "

"Menjauh dari jendela... " perintah Reod, Reniera melangkah mundur sampai ke anak tangga sedangkan Reod menuju ke anak tangga lantai bawah dimana AK47 menargetkan pintu masuk. Reod menyempatkan diri untuk memeriksa jam bahkan menyetel stopwatch. Ketika pintu di tendang salah satu teroris Reod langsung membunuhnya tanpa kompromi.

"Reod? Apa yan---? "

Drttttttt!!!

Satu teroris mengenali Reod namun pemuda ini langsung menembaki nya.

Lapor, kapten. Nampaknya Reod berkhianat dan melindungi anak Presiden.

Reod berdecik mendengar seseorang melaporkan tentang pengkhianatan nya. Reniera bertanya-tanya bagaimana yang akan terjadi selanjutnya, dan Reod cuma mengacuhkan gadis muda itu.

"Hei! Reod! Apa benar itu kau? " teriak suara perempuan.

"Apa kau mengkhianati kami? Rekan dan teman-temanmu sendiri? Hei jawab aku, Reod?! "

Wanita dengan potongan rambut pendek itu yang dipanggil dengan sebutan kapten tadi, ia memiliki tinggi badan yang gila bahkan lebih dari Reod sendiri, ekpresi sangar namun entah kenapa banyak anak buahnya terpesona olehnya. Dan dia juga memiliki volume suara yang besar.

Ctek..

"? "

Reod dan kapten ini sama-sama mengangkat pistol mereka ke jendela.

"Jadi kau benar-benar berkhianat ya? " bisik kapten ini.

"Kita harus naik. Ke lantai paling atas.. "

Reod dan Reniera langsung saja menaiki anak tangga ke lantai paling atas dari gudang bekas air. Kapten tadi memerintahkan anak buahnya untuk berjaga-jaga di setiap jendela yang ada menggunakan sniper dan penembak jitu, sementara untuk yang lainnya ia beri perintahkan untuk masuk ke dalam menangkap Reniera. Dan membunuh Reod.

"Jangan lupakan. Yang kita hadapi adalah Reod. Tentara sekuat aku, cuma aku yang bisa mengalahkan nya dalam satu lawan satu. Aku ingin kalian memojokan sampai ia kehabisan amunisi.. "

"" Baik, kapten.. ""

Kapten ini menghisap rokok yang baru saja ia nyalakan. "Bos pasti tidak akan suka dengan tindakan Reod ini. Sial..! "

.

.

.

Sementara itu di gedung presiden, seseorang yang terhormat itu dalam kondisi cemas dikarenakan anak perempuannya terjebak ditengah pertempuran yang mereka hadapi. Negara Padang Pasir ini terkenal dengan kelompok teroris yang hidup sembunyi-sembunyi di sana, mereka menggunakan negara itu sebagai markas mereka. Itu membuat Negara Padang Pasir dicap sebagai tempat penjahat, tentu hal ini membuat kesan tak suka dari berbagai pemimpin yang ada disana termasuk Presiden Mutthair--ayah Reniera.

"Jenderal, bagaimana pasukan yang kau kirim untuk menyelamatkan puteriku? " cemas Mutthair.

"Kontak terakhir 5 menit yang lalu, Endro City tidak terlalu jauh dengan Capital Sanlet. Saya rasa pasukan saya sudah sampai.. " jawab jendral.

"Lalu kenapa kita belum mendapatkan informasi lagi dari mereka??! "

"Itu... ---! " alat komunikasi dari pegawai komputer yang ada disana mengeluarkan suara panggilan, presiden dan jendral menghela nafasnya mendengar laporan.

"Tuan Presiden, di Endro City... "























Drttttttt----tek? Tek!

AK47 milik Reod baru saja menghabiskan amunisi terakhir miliknya. Ia bisa saja mencuri nya dari anggota teroris yang ia bunuh barusan tapi letaknya berada di dekat jendela, dan Reod tahu kalau itu bukanlah tindakan yang bagus karena ia juga pernah ditugaskan sebagai penembak jitu oleh mantan kapten nya... Saat ini.

"Ah, hah, ah... "

"!? " Reod kaget bukan main ketika melihat Reniera berlari menuruni anak tangga hanya untuk mengambil amunisi milik teroris yang tak digunakan lagi kemudian dilempar nya ke Reod.

"A-aku akan mengambil peluru untukmu maka dari itu a-aku mohon lindungi aku..! " seru Reniera.

Reod melirik ke arah jendela. Tidak ada yang menembak Reniera, Reod langsung tahu bila tugas sniper ini bukan untuk membunuh Reniera.

"Ada apa?" tatap Reniera bingung.

"Tetap diam disana. Kau bagus untuk umpan.. "

"Eh? "

Reod menembak satu teroris yang baru saja sampai dengan pistol kemudian mengisi amunisi AK47.

"Dengan kau disana teroris akan berfokus terhadapmu, bukannya aku.. "

"Ugh. E-entah kenapa aku menyesal.. " cicit Reniera.

"Kau ingin selamat, bukan? Jadilah umpan.. "

Kerjasama Reod serta Reniera(?) berlangsung selama 10 menit ke depan, sudah berapa banyak anggota teroris yang dibunuh oleh Reod menggunakan kedua senjata apinya. Sampai dari pihak luar, mereka mendengar ada suara helikopter. Kapten teroris mendapat laporan bila ada segerombolan pasukan tentara sedang menuju ke tempat nya sekarang.

"Kami terlambat ya? Semuanya kita mundur!! " perintah nya.

Reod menyempatkan diri untuk membidik keluar jendela tapi yang ia kena bukanlah kapten teroris itu.

"Beruntung nya dia.. "

"Halo ayah..? "

"Reni? Kau baik-baik saja, sayang? "

"Aku baik-baik saja, ayah. A-ada seseorang yang melindungiku.. " beritahu Reniera sedikit melirik Reod.

"B-benarkah itu? Pokoknya kau pergi ke tempat dimana ada komandan. Mereka pasti menjagamu .."

"Baik, ayah.. "

"Ayah sayang kamu, Reni.. "

"Aku juga sayang ayah.. " panggilan telepon dimatikan.

Reod menuruni anak tangga terlebih dulu, ia tanpa ampun mengakhiri hidup seorang teroris yang sekarat. Reniera yang belum terbiasa dengan itu nampak tidak siap dan juga tidak menyukainya.

"K-kenapa kau m-melakukan itu? "

"Apa? Kau ingin aku membiarkan mati dengan sendirinya? Bisa saja dia menembakku atau kau.. "

"T-tapi itu kejam.. "

"Memang. Tapi itu pilihan terbaik dariku. Ayo kita pergi dari sini.. "

Keduanya keluar dari gudang bekas penampungan air, Reniera berdoa untuk nyawa-nyawa yang menghilang hari ini. Begitu sedihnya gadis muda ini terlebih atas kehilangan pelayan sekaligus sahabat nya dari kecil, Reniera menangis kematian sahabat nya itu.

"Iri... " Reniera menangis.

Reod keluar dari salah satu rumah kemudian bertanya akan kondisi Reniera. "Kau tak apa? "

"Untuk sekarang. Ya. Terimakasih.. "

"...... " Reod melihat ke pelayan yang bersama Reniera ketika di Endro.

"Namanya Iri? "

"Dia sahabatku. Aku telah mengenalnya sejak kami berumur 5 tahun. Aku. Aku..hiks."

"Menangis nya nanti saja. Sekarang kita harus mencari tempat yang aman untukmu,  Reniera.. "

"Hiks. K-kau benar.. " Reniera memberikan mantelnya untuk mayat Iri. "Aku akan kembali lagi, Iri, "

Reniera berjalan terlebih dulu ke arah dimana ada pasukan dari Negara Padang Pasir, sedangkan Reod ia membenarkan mantel agar menutupi penuh muka Iri.

"Aku kira kau mati 'saat itu'. Selamat tinggal, Iri.. " kemudian setelah selesai Reod mengikuti Reniera dari belakang. Anak presiden itu memperkenalkan Reod sebagai pelindungnya selama teroris menyerang kelompok Reniera.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top