Ketika Kembar Berbicara

Dadaku bergemuruh, rasa panas menjalar terasa sampai ke telinga. Masih menggenggam ponsel, aku memejamkan mata. Aku menghela napas perlahan berharap, mampu meredam amarah yang menggelegak seketika.

Kiriman video yang baru saja aku terima, membuat aku urung mengambil isoma. Video berdurasi 31 detik itu memperlihatkan seorang remaja yang tengah bererebut kaus olahraga dengan seorang bocah yang jauh lebih muda usianya. Perebutan yang tentu saja dimenangkan oleh si remaja karena perbedaan kekuatan fisik yang dipengaruhi perbedaan usia. Pun pada 13 detik selanjutnya, seorang remaja berwajah sama lainnya menerima pemberian bola dengan kaki masih menumpang pada pagar pembatas lapangan. Meski akhirnya bola itu dia berikan pada seorang bocah yang juga menginginkannya, tetapi perilakunya tetap kurang sopan.

Tuhan, aku guru BK, tetapi dua orang adikku yang berusia remaja seakan tak memiliki tata krama. Sungguh, rasanya sangat malu. Aku seperti tak mampu mengajarkan nilai kebaikan kepada adik-adikku.

Tak terbayang akan semurka apa kedua orang tua kami jika video ini sampai kepada mereka. Meski aku hanya seorang guru BK, nyatanya yayasan pendidikan ini adalah milik keluargaku. Dan sialnya, kedua bocah nakal itu merupakan bagian dari siswa SMA yayasan pendidikan ini.

Kuraih telepon di sudut meja, kemudian menekan nomor ekstensi ruang siaran radio. Studio radio yang merupakan salah satu fasilitas istimewa berteknologi digital milik SMA kami yang cukup bonafid.

"Selamat siang, dengan jockey Purnama, radio SMA Antariksa, ada yang bisa kami bantu?"

"Purnama, ini Ibu Rora. Tolong panggilkan Andromeda dan Bima Sakti untuk menghadap saya di ruang BK sekarang juga!" perintahku lugas pada gadis SMA berkacamata, penerima beasiswa atas kepiawaiannya dalam dunia penyiaran radio.

"Baik, Ibu. Segera dilaksanakan," tutur gadis penyiar itu, terdengar lembut dalam runguku.

***

Aku baru saja masuk kamar mandi saat terdengar pintu ruangan dibuka dengan kasar. Bisa dipastikan pelaku dari perbuatan tidak sopan ini adalah bocah kembar yang kebetulan adikku. Beruntung ruangan ini cukup privat, entah memang fasilitas sebagai guru BK atau privilege karena aku putri dari pemilik yayasan pendidikan ini. Yang pasti, ruangan ini cukup bermanfaat dalam menunjang tugasku memberikan bimbingan dan konsultasi siswa-siswi yang membutuhkan bantuan atau teguran seperti bocah kembar yang sudah menungguku.

Benar saja, selesai dari kamar mandi, aku dapati Andromeda berbaring dengan santai di sofa panjang yang sering aku gunakan duduk berdampingan dalam sesi bimbingan dengan siswa didik. Pun dengan Bima Sakti, dia duduk di sofa tunggal dengan kaki bersepatu menumpu di atas meja. Sungguh, pemandangan yang luar biasa memalukan.

Aku melangkah menuju sofa yang tersisa, lalu duduk berseberangan dengan Bima.

"Bisakah kalian bersikap lebih sopan? Ini masih di sekolah, bukan di rumah di mana kalian bisa berbuat semaunya!" Aku menegur mereka dengan menahan kesal.

"Tertutup ini"

"Nggak kelihatan dari luar."

"Sudah kita kunci pintunya."

"Nggak bakal ada yang bisa masuk. Iya kan, Bim?"

Istimewa! Mereka bukan hanya identik dari segi genetik, dalam hal berbuat onar pun seolah mereka satu rasa, bahkan dalam cara penyampaian seperti yang baru saja mereka ungkapkan. Kembali aku menghela napas pelan, membahas sikap kepada mereka, tidak akan pernah menjadi mudah seperti memasak mie instan.

"Oke, kalau begitu bisa jelaskan terkait video kalian yang beredar saat menonton pertandingan softball di Senayan?" Tatapan tajam kuarahkan pada Bima yang masih menumpukan kaki di atas meja. Tuhan, serasa mau pecah kepalaku menghadapi tingkah mereka.

"Nggak ada yang mau menjelaskan? Andro, tolong ya, hargai orang yang lebih tua saat bicara!" Sungguh, aku harus mengeluarkan kesabaran ekstra ketika tak ada dari keduanya yang merubah posisi untuk sekadar menghargaiku yang tengah berbicara. Apalagi menjawab tuntutanku untuk klarifikasi perbuatan mereka.

Mereka masih terdiam dan fokus dengan ponsel masing-masing. Habis sudah kesabarku. Bergegas aku rebut ponsel keduanya dengan ayunan dua tangan bersamaan.

"Duduk yang sopan dan lekas berikan penjelasan!"

"Penjelasan apa, sih, Kak? Andro yang rebutan, kenapa aku juga kena?"

"Kamu juga punya salah, Bima! Berapa kali kakak bilang, jaga nama baik keluarga! Kamu pikir sopan, menerima bola dengan kaki menumpang di pagar seperti itu? Meski bola itu kamu berikan pada anak kecil yang juga menginginkannya, bukan berarti itu bisa digunakan sebagai pemakluman sikap kurang ajarmu!" Bisa-bisanya bocah dengan tahi lalat di sudut bawah mata kiri ini tak merasa bersalah sedikit pun.

"Dan kamu, Andro, demi Tuhan! Itu hanya kaus olahraga, kamu lebih dari mampu untuk membeli yang serupa! Jangan membuat malu Papa Mama dengan berebut barang tak berhar ...."

"Tidak berharga? itu kaus Donny Kesuma, Kak! Donny Kesuma! Kakak tahu Donny Kesuma? Atlet softball Indonesia! Mana bisa aku mengalah begitu saja!"

"Andro ...." Kupijit pelipis untuk mengurangi rasa nyeri yang tiba-tiba mendera. Tuhan, tambahkan stok sabarku menghadapi mereka.

"Kalian ... oke! Kita sisihkan masalah video sementara." Aku memutuskan untuk meredam sementara pembahasan video mereka. Jika dilanjutkan, aku sendiri tidak tahu sampai mana batas kesabaranku.

"Ayolah, kalian calon pewaris keluarga Angkasa. Sudah sering kakak sampaikan, jaga sikap, jaga nama baik keluarga. Jangan hancurkan kredibilitas Papa dengan perbuatan konyol kalian. Hargai usaha Papa memberikan penghidupan layak untuk kalian," Kuturunkan tone suara untuk mendapatkan atensi mereka.

Aku kembali menghela napas, lalu menatap bergantian dua bocah kembar yang masih diam dengan rasa sayang. Senakal-nakalnya mereka, Andromeda dan Bima Sakti tetap adik-adik yang aku sayangi.

Memanfaatkan sikap diam mereka, aku ungkapkan perasaan yang harus aku tahan setiap memanggil mereka untuk bimbingan di ruangan ini, "Asal kalian tahu, sebenarnya kakak menahan malu setiap meminta kalian datang ke ruangan ini melalui siaran radio. Tak jarang kakak merasa gagal ketika kakak bisa memahami alasan di balik kesalahan siswa lain tapi tidak dengan kalia ...."

"That's the point!" mengejutkan, Andro memotong kalimatku begitu saja.

"Kak, sorry. Semestinya Kakak paham masalahnya ada di mana. Seperti yang Kakak bilang, Kakak bisa mengerti siswa lain, tetapi tidak dengan dengan kami. Itu karena Kakak tidak beda dengan Papa Mama!" terdengar napas memburu saat Bima melanjutkan kalimat Andro. Mereka benar-benar ....

"Kalian sama saja, sama-sama selalu menuntut kami untuk mengerti tanpa mau mengerti keinginan kami kembali." Suara tegas Andro memutus keterkejutanku.

"Hei, maksud kalian apa? Semua yang kami minta, kembali untuk kebaikan kalian ...."

"Kebaikan dari mana? Coba Kakak katakan, kebaikan apa yang kami dapat jika selama 16 tahun kami hidup, semua harus sesuai kemauan dan aturan Papa Mama? Sekolah harus mengikuti pilihan Mama, les dan kegiatan ekstra menurut kemauan Papa! Kami manusia, anak mereka, bukan robot atau boneka!" kembali Andro memotong kalimatku yang belum tuntas.

"Kakak tidak pernah ...."

"Tentu saja Kakak tidak bisa mengatakan karena Kakak tidak pernah mengalaminya. Kakak tidak mengalami ketika Kakak menyukai dunia game dan ingin mempelajari teknologi lebiih dalam, tapi Kakak dipaksa mengambil jurusan Manajemen Bisnis. Kakak tidak merasakan ketika kakak mengagumi kemegahan gedung pencakar langit, tapi Kakak dipaksa memilih Fakultas Kedokteran! Kakak pikir yang seperti itu adil untuk kami? That's not fair, Sister!" Usai kalimat panjang Bima, dua bocah kembar tersebut meraih ponsel yang aku letakkan di meja kemudian meninggalkanku.

Hari ini, aku, Nuansa Aurora mendapat pelajaran yang sangat berharga. Apa yang terpendam dalam hati dua bocah kembar itu, menggugah kesadaranku yang selama ini seperti terlelap saat berhadapan dengan mereka. Betapa aku tidak tahu jika selama ini mereka terbelenggu jiwa dan raga dengan selalu memenuhi tuntutan orang tua. Ternyata, tindakan badung mereka selama ini merupakan bentuk protes atas ketidakberdayaan menghadapi pemikiran konvensional papa dan mama.

***

Bumi Proklamator, 23 September 2021

#tugas_LKB_minggu_1

***

Republish 14 Oktober 2021

Salam sehat penuh cinta 💙
~ndaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top