Katanya Cinta
"Apa?!" Raras berdiri seketika, membuat kursi yang didudukinya berdecit nyaring.
Tanpa disadari, gadis dengan hoodie navy itu menatap pria di depannya denga mata membola. Dia tak percaya jika Fahmi—kekasihnya—memberikan penawaran gila untuknya.
"Duduk, Ras. Kamu menarik perhatian pengunjung kafe jika seperti itu," tegur Fahmi pada gadis yang berkacak pinggang di hadapannya. Suara lirihnya menyiratkan rasa frustasi yang dalam.
Dengan enggan, Raras kembali duduk berhadapan dengan pria yang berusia 10 tahun lebih tua darinya. Demi Tuhan, dia masih 18 tahun, baru selesai SMU, dan tidak pernah sekalipun berpikir untuk menikah muda. "Kamu gila, Om ...."
"Itu satu-satunya cara, Ras," potong Fahmi sekenanya.
"Iya, satu-satunya cara bikin dosa sekaligus membuat Ibu murka. Hah, yang benar saja!" seru Raras kecewa. Ingin rasanya dia menyiramkan es jeruk manis yang masih utuh di meja pada pria serupa aktris Temy Rahadi itu, agar pikiran sintingnya luruh dalam guyuran.
Ah, tiba-tiba Raras tersadar jika dirinya juga sama sintingnya dengan Fahmi. Kesintingan yang dimulai saat dirinya menerima begitu saja perasaan yang katanya cinta dari pria yang tidak lain adik ipar tantenya. Hubungan yang seketika ditolak oleh ibunya saat Raras tak sengaja menceritakannya.
Sebenarnya Raras tak punya ekspektasi tinggi pada hubungan mereka yang baru masuk bulan ketiga, setelah Fahmi mengakui memendam rasa selama tiga tahun semenjak perkenalan pertama mereka di pesta pernikahan tantenmya. Fahmi memang gila, jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis yang masih duduk di kelas 3 SMP.
Dan di sinilah mereka sekarang, terdiam di sudut kafe dengan keriuhan pikiran masing-masing. Fahmi dengan keinginan dan keyakinan untuk menikahi gadis belia itu, sementara Raras justru malah bingung dengan perasaannya sendiri. Benarkah dia mencintai Fahmi seperti perasaan pria itu yang katanya mencintainya? Kalau dia cinta, kenapa gadis itu justru enggan saat Fahmi mengutarakan niat untuk melamarnya? Atau jangan-jangan yang dirasakan Raras hanya perasaan kasihan semata seperti yang dibilang ibunya? Entahlah, Raras tidak tahu jawabannya karena dia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya.
"Om, sorry ... sepertinya aku gak bisa melanjutkan hubungan kita ...."
"Ras! Kamu tega ngomong seperti itu?!" Tone suara Fahmi seketika meningkat mendengar kalimat gadis yang begitu dipujanya. Rasa panik langsung menyerbu hatinya. "Aku sayang banget sama kamu. Itu sebab aku menawarkan pilihan ...."
"Aku memang sering ribut sama Ibu, tapi aku juga sangat menyayanginya. Asal Om tahu, menyakiti Ibu tidak pernah ada dalam daftar impianku," cecar Raras pada pria yang masih berusaha memaksakan tawarannya.
"Ras, a-aku ...." Fahmi tidak melanjutkan kalimatnya kala mendapati Raras memicingkan mata. Sebenarnya, perasaan bersalah pun hadir menghampiri hatinya. Namun seakan dibutakan rasa, perasaan bersalah itu perlahan memudar berganti pemakluman.
"Om, sekarang gini, deh, kita balik posisinya. Om yang ada di posisi Ibu, kemudian ada seorang pria datang dengan niat yang sama seperti Om, terhadap anak perempuan Om. Kira-kira bagaimana perasaan, Om?" tanya Raras lugas.
Fahmi tercekat sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Aku akan berusaha nggak mengekang anakku untuk masalah pendamping hidup, Ras."
"Bukan seperti itu jawabannya, Om. Karena yang benar adalah, orangtua mana pun enggak akan ada yang rela jika anak perempuannya menerima tawaran gila dari pria mana pun seperti yang Om sampaikan!" Gemuruh suara Raras menandakan emosi yang berusaha dikendalikannya.
"Terus kita harus bagaimana?" tanya Fahmi dengan putus asa.
"Bukan kita, sih, tapi Om lebih tepatnya ...."
"Ras!" Paras Fahmi memucat, dia sungguh tidak siap kehilangan gadis yang telah ditunggunya sejak tiga tahun yang lalu.
"Om, tolong dengarkan Raras. Bulan depan Raras mulai aktif kuliah di Malang. Raras punya tanggung jawab untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu karena orangtua Raras bukan sultan. Sementara Om, dengan usia yang sudah sangat siap untuk berumah tangga, nggak mungkin nungguin Raras kelar kuliah, kan, Om?" Gadis itu menjeda nafas sesaat sebelum kembali bersuara. "Jadi, akan lebih adil kalau kita selesai sekarang dan Om mulai fokus untuk mencari pendamping hidup. Maaf ... Raras pamit, Om!"
Fahmi menatap nanar gadis yang beranjak dari kursi dihadapannya. Diteguknya kopi yang sedari tadi tidak disentuhnya sama sekali. Kemudian dengan tangan gemetar dia mengetik pesan kepada seseorang yang telah menunggu instruksi darinya berupa sepatah kata 'Jalankan!' sebelum akhirnya dia tersungkur dan tidak pernah bangun lagi.
Raras terus berjalan, tak perduli dengan kegaduhan yang terjadi di belakangnya. Dia tidak pernah mengetahui apa yang menyebabkan kegaduhan tadi karena 5 menit berselang dari gadis itu mengendarai motornya, dia tidak bisa berhenti di lampu merah karena rem yang telah dirusak seseorang atas perintah Fahmi. Raras terhempas dengan sangat keras saat tak mampu menghindari laju sbeuah truk pengangkut gallon air mineral. Semua adalah rencana Fahmi ketika mengetahui hubungan mereka ditentang oleh satu-satunya orangtua si gadis pujaan. Termasuk kopi sianida yang ditenggak oleh pembuat rencana itu sendiri. Bagi Fahmi, menikah dengan Raras Anggani atau tidak sama sekali.
***
Bumi Proklamator, 1 Oktober 2021
#tugas_LKB_minggu_2
***
Republish 29 November 2021
Salam sehat penuh cinta 💙
~ndaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top