58
"Ayo kita lomba lari yang kalah belikan es krim!" seru Sasa.
Pagi itu mereka sudah sampai di area Stadion Gajayana dengan mengenakan outfit baju training. Sasa memaksa Edwin ke sini untuk berolahraga. Meskipun berangkat dengan malas-malasan, Edwin tampak seperti takjub ketika mereka sampai di tempat itu.
"Tempat ini jauh berbeda ya," kata Edwin.
"Masa? Dari tahun 2009 aku ke sini bentuknya sudah seperti ini deh. Mungkin hanya jadi lebih sepi sejak dibangunnya Stadion Kanjuruhan yang lebih memenuhi standar FIFA," elak Sasa.
Edwin tersenyum kecil. "Sepertinya terakhir kali aku ke sini tahun 2006. Mall MOG di situ belum ada," terang Edwin.
"Sepanjang jalan ini, dulunya lapangan tenis." Edwin menunjuk jalan-jalan di sampinh kirinya yang kini sudah berubah menjadi rumah-rumah mewah.
"Aku sepulang sekolah sering kerja jadi joki pengambil bola tenis sama temen-temenku. Ayahku juga biasanya main tenis setiap Sabtu."
Sasa terdiam sejenak. Dia tidak tahu banyak cerita tentang almarhum bapak mertuanya. Dia hanya pernah dengar kalau pria itu dulunya adalah dokter. Itulah yang membuat Edwin ingin mengikuti jejaknya dulu sehingga mendaftar di fakultas kedokteran. Walaupun dengan kondisinya yang masih hemophobia.
"Kita parkir di mana?" tanya Edwin sambil celingukan karena tidak tahu arah.
"Parkir di dalam mall-nya aja. Lurus belok kiri," tunjuk Sasa.
Edwin mengikuti instruksi istrinya itu. Mereka masuk ke tempat parkir Mall Olimpic Garden atau MOG dan memakir mobil di sana. Mereka lalu turun dan berjalan menuju stadion.
"Besar juga MOG ini ya. Dulu semua di kompleks ini adalah lapangan bola. Guru SD-ku dulu selalu menyuruhku mengitari stadion ini. Akh selalu dibarisan paling belakang," kekeh Edwin. "Bahkan sampai anak yang paling depan menyusulku juga."
"Kamu lemah banget sih," olok Sasa.
"Ya udah, ayo kita balap lomba lari aja keliling stadion tiga kali," tantang Sasa. "Yang kalah nanti belikan es krim."
"Sini aku belikan aja," pasrah Edwin. Mana mungkin dia bisa menang secara fisik dari polisi macam Sasa.
"Jangan menyerah sebelum berperang dong! Nggak ada semangat banget!" decak Sasa.
Maka suami istri itu pun bertanding lari marathon. Tentu saja hasilnya sudah dapat diduga dari awal. Edwin susah payah mengejar Sasa yang begitu lincah. Tidak heran karena Sasa itu polisi yang masih muda. Fisiknya jelas saja terlatih. Setengah putaran saja Edwin sudah melambaikan tangan.
"Aku menyerah! Menyerah!" seru Edwin yang napasnya ngos-ngosan banget. Keringat berucuran dari dari cowok itu tapi malah bikin dia jadi tambah ganteng.
"Staminamu bener-bener payah. Kamu kalah sama ayahku," ujar cewek itu.
Edwin tidak bisa menyangkal itu. Pasalnya di tiap pekan olahraga kantor di P-Farma, Prof Sumarto selalu memenangkan beberapa piala padahal usia sudah tidak muda lagi.
"Aku memang terlahir seperti ini," dalih Edwin. "Ya udah aku tinggal belikan kamu es krim aja kan?"
"Kita makan aja deh. Ayam goreng tenes kayaknya enak," kata Sasa setelah tubuhnya membakar kalori dia jadi lapar. Karena tadi juga langsung ke sini tanpa sempat sarapan.
Edwin menurut saja. Mereka langsung saja melipir saja rumah makan terkenal di Kota Malang itu yang ada di sebelah barat Stadion. Ponsel Sasa berbunyi ketika dalam perjalan. Ternyata yang menelepon adalah Raka.
"Iya, Rak, ada apa?" tanya Sasa.
Edwin langsung cemberut ketika Sasa mengucap nama itu.
"Aku liburanlah, ini kan weekend," jawab Sasa. "Lagi olahraga di Stadion Gajayana. Kamu mau ke sini juga?" tawar Sasa.
Edwin bertambah jengkel. Apa Sasa lupa kalau mereka itu sedang kencan. Kok malah ngajakin orang sih. Entah apa yang mereka bicarakan selanjutnya tapi Edwin bisa melihat Sasa tertawa sangat lepas. Ternyata Sasa secantik itu kalau sedang tertawa. Namun tak beberapa lama wajahnya berubah serius lagi.
"Gitu ya. Orang itu memang mencurigakan. Entah kenapa aku menduga dia memang pelakunya. Masalahnya kita tidak bisa menghubungkan dia dengan kasus yang sekarang juga dua kasus sebelumnya," kata Sasa.
Edwin menatap istrinya itu dengan penasaran. Apakah Sasa dan Raka sudah berhasil mengungkap identitas si Pelaku?
**"
Terima kasih atas votes dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top