55
Edwin mencoba melengkungkan bibir ketika berjabat tangan dengan Damian. Adik kelas Sasa di jurusan forensik itu imut dan manis banget bikin Edwin jadi insecure. Kenapa sih Sasa dikelilingi cowok-cowok cakep seperti ini?
"Senang bisa bertemu lagi, Kak Edwin," senyum Damian.
"Ah, iya," angguk Edwin canggung.
"Mari duduk dan makan."
Damian mempersilakan Damian dan Sasa duduk di ruang makannya yang lenggang. Edwin menatap hidangan yang penyajiannya ala resto bintang lima. Syukurlah tidak ada daging sana. Karena Edwin bisa saja merusak suasana dengan muntah-muntah. Edwin melihat Sasa. Istrinya itu balas tersenyum. Mungkinkah Sasa memikirkannya sehingga sengaja tidak menyajikan daging? Karena di banyak acara makan bersama seperti ini, menu daging biasanya tidak dapat dihindari.
"Ini aku yang masak loh!" kata Sasa bangga.
Edwin memandangi sekali lagi menu di atas meja. Ada gurami bakar dan sup jamur tiram. Ini adalah dua makanan kesukaannya. Ternyata Sasa memperhatikannya sampai detail sekecil ini. Bahkan Siska saja tidak tahu apa yang disukai Edwin. Edwin juga tidak pernah menceritakan phobianya pada wanita itu. Karena Edwin tidak mau terlihat lemah di depan Siska. Hanya ketika bersama Sasa saja, Edwin merasa dia bisa menjadi dirinya sendiri.
Sasa mengambil piring. Mengisinya dengan nasi lalu memberikannya pada Edwin. Suaminya itu menerimanya. Dia mengambil sup jamur tiram lalu mengiris beberapa bagian gurami bakar. Sasa seneng melihat Edwi mengunyah masakannya dengan lahap.
"Aku nggak tahu kamu bisa masak," kata Edwin.
"Kan aku belajar dari Master Chef Damian," ucap Sasa.
"Aku hanya mengajarkan sedikit tapi kakak langsung bisa. Sepertinya Kakak punya bakat," balas Damian.
"Dalam hal apa pun aku memang sudah pintar sejak awal," ucap Sasa congkak.
Edwin tidak dapat mengelak. Istrinya itu memang pandai dalam segala hal termasuk urusan ranjang juga. Mengingat hal itu membuatnya jadi sedikit malu.
Edwin memandangi Sasa yang Damian yang kini tengah membahas tentang eye fairy lagi. Padahal mereka sedang makan. Yah, walaupun mereka tidak membahas tentang jenazahnya, tapi apa dua dokter forensik itu tidak terbayang-bayang pada mayat korban yang mereka autopsi dengan kondisi mengenaskan itu?
"Apakah menurutmu Eye Fairy yang sekarang ini sama dengan yang beraksi 20 tahun lalu?" tanya Sasa.
"Aku tidak terlalu yakin. Tapi kalau aku melihat hasil autopsi ayahku dulu, kondisi korban memang sangat identik, kalau disebut Copycat rasanya mustahil juga. Karena tidak semua hasil autopsi itu dipublikasikan ke media. Si pembunuh tidak mungkin meniru detailnya semirip ini, " jawab Damian.
Sasa mengangguk. Dia setuju dengan pendapat Damian itu. "Itu berarti pelakunya berusia sekitar empat puluh tahun sekarang. Tapi kenapa dia baru memulai aksinya lagi setelah dua puluh tahun?"
"Mungkin karena dia baru menemukan korban yang tepat?" tebak Damian. "Tiga jenazah korban Eye Fairy terdahulu dengan korban yang sekarang ini apakah ada persamaannya?"
Sasa merenung sejenak. Selain perawakan dan diri fisiknya, sepertinya para korban tidak terlalu memiliki banyak kemiripan. Mereka berasal dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda. Apa kira-kira yang bisa menghubungkan para korban ini?
Edwin tidak terlalu senang karena kedua orang itu tampak larut dalam obrolan mereka sendiri dan seperti mengabaikannya. Lelaki itu mengambil tisu lalu mengelap bibir Sasa yang sebenarnya tidak kotor.
"Ada saus di bibirmu," dalih Edwin.
Sasa terkejut dan mengusap bibirnya. Masa sih dia kalau makan cemong? Sasa tidak menyadari bahwa Damian dan Edwin saling bertatapan dengan sengit.
***
Up! Terima kasih atas votes dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top