5

"Sasa? Kamu Sasa, kan?"

Sasa terbengong-bengong ketika melihat seorang lelaki tampan dengan jas hitam yang berdiri di hadapannya. Wajahnya tampak familiar tapi Sasa sama sekali nggak ingat cowok itu siapa. Nggak mungkin kan Sasa bisa lupa sama cowok seganteng ini.

"Wah, udah lama banget ya kita nggak ketemu." Senyuman cowok itu yang terkembang membuatnya terlihat jadi semakin menawan. Mau nggak mau jantung Sasa jadi deg-degan.

"Mohon maaf, tapi Anda siapa ya?" tanya Sasa linglung.

"Ya ampun, jahat banget kamu nggak ingat sama aku. Ini aku Edwin."

Sasa terdiam sejenak. Mencoba menggali informasi dari masa lalunya. "Edwin? Edwin Candra? Yang pingsan kalau lihat darah itu?" tanyanya takjub.

Cowok bernama Edwin itu berdecak-decak. "Masa cuman itu yang kamu ingat dari aku sih!" keluhnya. "Padahal aku langsung ingat kamu begitu lihat wajahmu."

Sasa mengamati penampilan pria itu dari atas sampai bawah. Edwin yang ada dihadapannya sekarang itu adalah hot guy! Beda jauh sekali cowok cupu yang dulu dia kenal.

"Kamu sama sekali nggak berubah ya. Aku kira kamu anak SMP. Tinggimu nambah nggak sih?" Tanpa sopan santun Edwin mengacak-acak rambut Sasa.

Sasa mendengkus jengkel. Tinggi badan adalah hal sensitif buat dia. Memang pertumbuhannya telah terhenti sejak dia kelas 2 SMP. Padahal usia Sasa tahun ini sudah hampir kepala tiga. Berbeda dengannya Edwin tinggi menjulang sekali. Perbedaan tinggi mereka sekitar satu penggaris mika gambar spiderman yang dulu dikoleksi Sasa.

"Ish! Aku nambah dua senti meter tahu!" amuk Sasa sambil menepis tangan Edwin.

Lelaki itu malah tergelak makin lebar sampai matanya berair. "Ya ampun... Masa delapan tahun cuman nambah dua senti," ejeknya.

"Kamu sekarang agak beda ya?" tanya Sasa.

"Kenapa? Aku jadi keren, kan?" Edwin mengedipkan sebelah matanya penuh percaya diri. Sasa pengen nampol aja rasanya. Tapi emang sih, cowok itu sekarang keren sekali.

"Kamu ngapain di sini? Ditangkap karena memperkosa orang ya?" tuduh Sasa.

"Ngawur!" amuk Edwin. "Aku nganterin temanku yang mau membuat laporan."

"Laporan apa?" tanya Sasa kepo.

Si Edwin menghela napas dengan raut tidak senang. "KDRT. Dia dipukuli suaminya."

"Oh begitu.... "

"Dokter Sasa," Ipda Yulia yang berdiri ambang pintu masuk Renakta memanggil. "Kebetulan Dokter di sini. Saya baru mau menemui Dokter. Saya mau minta tolong visum korban KDRT."

"Oh ya, oke. Aku serahkan ini dulu ke Reskrimum ya," kata Sasa sambil menunjuk file yang dia bawa.

"Saya saja Dok yang antar filenya. Kasihan korbannya sudah menunggu," kata Ipda Yulia.

"Oh, oke." Sasa menyerahkan berkas yang dia bawa pada Yulia yang masih sempet tptp sama Edwin dulu. Duh, memang Edwin yang sekarang itu ganteng banget. Siapa yang tidak tergoda.

Sasa baru ingat kalau dia tadi lagi telepon sama Raka. Dia menempelkan kembali ponsel yang dia pegang ke telinga.

"Oh ya, Rak, maaf. Dokumennya aku kirim email aja ya. Kamu baca sendiri aja. Aku masih sibuk nih. Bye!"

Sasa langsung menutup telepon sepihak saja. Dia masuk ke dalam ruang Subdit Renakta. Seorang wanita cantik duduk di sana dengan wajah yang lesu. Mata dan bibirnya sedikit bengkak tapi tidak mengurangi pesonanya.

"Selamat siang, Bu?" sapa Sasa ramah. Dia duduk di kursi dengan wanita itu dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita itu.

"Kenalkan Saya Dokter Sasa," ucap Sasa.

"Salam kenal Dokter, saya Siska," senyum wanita itu.

Ekspresi Sasa seketika berubah. Siska? Siska yang itu?

***

Halo Guys! Sampai sini menurut kalian ceritanya menarik atau ngebosinin ya? Votes dan komen ya Guys...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top