36

Edwin tidak senang ketika melihat kemunculan Raka di tempat parkir RS Lovellete. Entah mengapa dia tidak menyukai inspektur polisi itu sejak pandangan pertama. Dia itu terlalu ganteng untuk menjadi polisi, badannya juga kelihatan kekar dan berotot begitu. Belum lagi dia kelihatan akrab banget sama Sasa.

"Udah nunggu lama?" tanya Sasa.

"Nggak aku juga barusan sampai," jawab Raka.

Sasa menoleh pada suaminya. Wajah pria itu sudah tidak sepucat tadi, tapi Sasa masih merasa cemas.

"Kamu udah nggak apa? Apa mau aku antar ke poli dulu buat periksa?" tawar Sasa.

Edwin menggeleng dan tersenyum. Dia menyukai sentuhan Sasa pada lengannya dan ekspresi khawatir di wajahnya. "Aku nggak apa-apa kok."

Raka memandangi pasangan pengantin baru itu dengan jengah. Sepertinya keduanya enggan untuk berpisah. Iya sih, mereka kan baru menikah kemarin, tapi hari ini Sasa sudah kembali bertugas seperti biasa.

"Kira-kira kamu selesai jam berapa?" tanya Edwin.

"Em... Mungkin sekitar 2-3 jam," sahut Sasa.

"Kalau begitu aku ke kantor direktur dulu. Nanti kita ketemu aja di Kafe Bon Appetite, kalau pekerjaanmu sudah selesai," usul Edwin.

"Oke."

Sasa dan Edwin akhirnya berpisah. Sasa menuju kamar jenazah yang ada di gedung B lantai 1 bersama Raka di sampingnya.

"Pengantin baru lengket banget ya," goda Raka.

Sasa menoleh pada rekan kerjanya itu. "Apa kelihatannya begitu?" Dia malah balik nanya.

Kening Raka berkerut tidak mengerti. "Maksudmu?"

Sasa tak menjawab, tapi senyumannya terbit. Dia tidak menduga bahwa dia dan Edwin akan terlihat seperti suami istri sungguhan.

Ketika mereka sampai di depan kamar jenazah itu ada sekitar dua puluhan koas ya berkerumun di depan tempat itu. Sasa langsung tahu kalau mereka itu koas dari baju mereka yang dekil, wajahnya yang penuh penderitaan serta papan dada yang mereka bawa. Seperti itulah penampilan kasta sudra.

Seorang pria dengan jas dokter menghampiri Sasa dan menyapanya. Sasa mengenal lelaki itu. Namanya Damian, dia adalah juniornya dulu di kampus saat mengambil spesial forensik. Anak itu cukup akrab denhan Sasa karena mereka sama-sama anehnya. Mereka terlalu cinta dengan dunia forensik.

"Halo, Kak," sapa Damian riang.

"Hai, kamu kerja di sini?" balas Sasa.

"Iya, coba Kakak lihat jenazahnya. Ini kasus yang keren," ucap Damian penuh semangat.

Raka tidak mengerti kenapa Sasa dan Damian malah kelihatan antusias begitu. Apa mereka tidak sadar bahwa yang akan mereka hadapi ini adalah jenazah yang sudah dimulitasi? Apa semua dokter forensik memang segila ini?

"Terima kasih sudah datang ke mari," sapa seorang polisi dengan pangkat Ipda Pria setengah baya itu mengulurkan tangannya pada Raka.

"Saya Ipda Yanto, penanggung jawab kasus ini," ucap pria itu.

"Ah, saya Raka dan ini rekan saya...."

"Dokter Sasa, kan? Saya sering mendengar tentang Anda. Prestasi Anda luar biasa terutama dalam identifikasi jenazah di kasus gudang mayat tahun lalu," potong pria tua itu.

Sasa balas lengkungkan bibir. "Cerita tentang saya selalu dilebih-lebihkan, saya tidak sehebat itu," ucapnya merendah.

"Baiklah ayo kita mulai saja autopsinya," ucap Sasa sembari menggulung lengan bajunya. Damian mengangguk dan mempersilakannya masuk ke dalam kamar jenazah itu. Sementara Raka tampak berdiskusi dengan Ipda Yanto. Meskipun Raka tidak punya hemophobia tapi tampaknya dia tidak tertarik melihat jenazah yang sudah dipotong kecil-kecil itu secara langsung.

***

Up! Ada yang nungguin cerita ini? Oh ya Kafe Bon Appetite adalah Kafe yang ada di ceritanya tanechan01 yang judulnya Love Sensory. Silakan mampir.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top