25
"Kenapa kamu cium-cium orang sembarangan!" amuk Edwin.
Acara fitting baju pengantin dan foto prewedding sudah selesai. Kini dua calon pengantin itu sedang duduk-duduk di Kafe terdekat untuk mengakrabkan diri.
"Cium apanya? Itu kan cuman bibir yang menempel," dalih Sasa dengan senyuman manisnya yang beracun.
Edwin mengigit bibirnya kesal. Apanya yang nempel doang! Jelas-jelas tadi lidahnya... Edwin tidak berani melanjutkan kalimat itu walaupun hanya di dalam hati. Entah kenapa jantungnya jadi rusak mengingat kejadian itu. Padahal dia ini bukan cowok polos yang nggak pernah ciuman. Tapi tetap saja ciuman Sasa itu terlalu ekstrem.
"Jangan bahas itu. Sekarang ayo bahas kenapa tiba-tiba kamu mau jadi sapi ternakku? Terus kamu nggak ngasih aku kode. Aku kan kaget tiba-tiba disuruh foto prewedding," kata Sasa.
"Bohong! Wajahmu sama sekali nggak kelihatan kaget. Kamu pasti menikmati ini, kan? Semuanya berjalan sesuai rencanamu!" ketus Edwin.
"Jelas dong." Sasa membalas dengan senyumnya yang menyebalkan tapi cantik itu.
Edwin nggak mendengkus. Dia mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam tas yang dia bawa dan dorongnya ke depan meja Sasa. "Ini surat perjanjiannya. Aku akan menikah setahun sama kamu lalu kamu harus memberikan 2,5% saham P-Farma yang sekarang kamu miliki."
Sasa meraih dokumen itu kemudian membolak-balikkannya.
"Mana nggak ada poin tentang spermamu di sini?"
"Hei! Yang kayak gitu nggak layak di masukkan ke dalam kontrak tahu!" ketus Edwin.
"Apa? Padahal itu poin yang paling penting buat aku. Aku nggak mau tanda tangan sebelum ada poin tambahan itu." Sasa mendorong berkas kontrak itu ke depan Edwin kemudian bersedekap.
Dalam hatinya Edwin merapalkan sumpah serapah. Masa dia harus menulia poin memalukan seperti itu di surat perjanjiannya. Tapi dia nggak punya pilihan lain. "Ya udah. Nanti aku revisi dengan menambahkan poin itu," ucapnya menyerah.
"Aku serius penasaran. Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran? Terus selingkuhanmu gimana? Dia setuju aja gitu kamu nikah sama aku?" tanya Sasa.
"Aku bersyukur karena Siska mau mengerti. Toh kita hanya menikah setahun aja."
Sasa menopang dagunya untuk menyembunyikan senyumannya. Dia tahu pasti Siska bakal setuju kalau mendengar saham 2,5% saham P-Farma. Sasa susah sering menghadapi orang-orang seperti Siska sampai rasanya muak. Mana ada kucing yang menolak kalau dikasih ikan.
Sasa memandangi Edwin lagi yang tampak serius. Rupanya cowok itu sedang membuka tablet dan menambahkan poin yang tadi diminta Sasa. Dalam setahun dia pasti bisa menyadarkan Edwin sadi wanita yang seperti lintah itu kan? Yah, kalau pun nggak berhasil Sasa juga diuntungkan. Setidaknya dia bakal punya anak yang akan menemani hari-harinya nanti. Membayangkannya saja sudah membuat Sasa merasa senang. Sasa merasa dirinya gila karena membayangkan ini.
"Sebenarnya nggak ada jaminan kalau anak bisa langsung lahir dalam satu tahun. Jadi mari perpanjangan kontraknya sampai anak kita lahir," kata Sasa.
Edwin terdiam beberapa saat. Dia memandangi Sasa sejenak kemudian kembali mengetik. "Baiklah," pasrahnya.
Dia selesai merevisi kontrak itu tadi dan menunjukkan draftnya pada Sasa.
"Sementara tanda tangani online aja dulu di sini."
Sasa membaca draft surat perjanjian mereka kemudian mengangguk puas. "Sip." Sasa membubukan tanda tangan pada surat perjanjiannya itu lebih dahulu kemudian Edwin juga melakukan hal yang sama.
Setelah selesai, Edwin menyodorkan tangannya di depan Sasa. "Mulai hari ini kita akan menjadi patner," ucapnya.
"Oke." Sasa balas menjabat tangan itu. Iseng-iseng dia menggaruk telapak tangan Edwin dengan jari telunjuknya sehingga membuat Edwin seketika merinding dan menarik tangannya.
"Apaan sih!" amuk lelaki itu.
Sasa hanya tergelak saja. "Kamu harus terbiasa mulai dari sekarang, Edwin."
Edwin misuh-misuh di dalam hati.
***
Votes dan komen ya guys.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top