24
Sasa memarkir mobilnya di depan butik. Dia mengambil tas tangannya lalu turun. Sasa tersenyum ketika melihat mobil milik Edwin sudah terparkir duluan di sana. Dokter itu melangkah menuju pintu kaca yang otomatis terbuka ketika dia lewat. Seorang pegawai butik dengan baju yang rapi menyambutnya ketika dia masuk.
"Selamat datang, Ibu. Ada yang bisa saya bantu?"
Biasanya Sasa bakal jengkel kalau dia dipanggil ibu. Padahal Sasa merasa mukanya ini masih imut-imut walaupun hampir kepala tiga. Tapi karena hati ini suasana hatinya senang, dia balas senyum aja.
"Saya sudah reservasi, atas nama Sasa Ayuwandira Prawirohardjo."
"Oh, mari silakan. Calon mempelai prianya sudah menunggu."
Sasa diajak masuk dalam ruangan di sana Edwin sudah duduk di sofa sembali membolak-balikan katalog yang ada di depannya dengan bosan. Edwin mendongak ketika melihat Sasa masuk. Kelihatan banget perubahan ekspresi cowok itu yang nggak senang.
"Kamu sudah lama menunggu?" tanya Sasa santuy.
"Nggak. Aku juga baru datang." Edwin melirik pegawai butik yang berdiri di belakang Sasa. Meskipun jengkel dia nggak bisa marah-marah pada Sasa di depan orang lain.
"Kamu sudah pilih mau model yang mana?" tanya Sasa.
Dia duduk di sebelah Edwin dengan natural sekali seolah mereka emang sepasang kekasih. Edwin cuman bisa menahan emosi aja. Dia asal tunjuk saja tuxedo yang ada di katalog itu. Yah sebenarnya hampir semuanya modelnya sama saja bagi Edwin.
"Aku yang ini saja," ucapnya.
"Hem bagus." Sasa membolak-balikkan katalog sebentar kemudian menunjuk satu gaun. "Aku suka yang ini. Bagaimana menurutmu?" tanyanya sambil menempel pada Edwin yang jadi panas-dingin.
"Yah, lumayan," jawab Edwin tanpa melihat.
"Apa aku bisa pesan yang warnanya hitam?" tanya Sasa.
Pegawai butik itu tampak kebingungan tapi dia mengangguk saja. "Tentu saja bisa. Tapi sementara untuk contohnya kami hanya ada warna putih."
"Oke," angguk Sasa.
"Mohon tunggu sebentar." Pegawai butik itu pun berpamitan lalu pergi.
"Kamu serius mau pakai baju pengantin warna hitam?" tegur Edwin. Ternyata dia sama terkejutnya dengan pegawai tadi. Sasa emang suka aneh-aneh.
"Emang kenapa?" tanya Sasa.
"Bukannya baju pengantin itu biasanya warna putih?"
"Aku kan bukan orang biasa," senyum Sasa sembari menyibak rambutnya ke belakang.
"Kalau kamu pakai baju warna hitam, nanti dikira kamu lagi berkabung tahu," ucap Edwin.
"Aku memang berkabung atas kamu yang bakal kehilangan masa lajang," kekeh Sasa.
Edwin kelihatan banget jengkelnya tapi cowok itu masih berusaha tenang.
"Jadi ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran. Katanya kamu nggak akan mau jadi sapi ternakku?"
"Ssstt! Jaga mulutmu banyak orang di sini. Kita bicarakan itu nanti," bisik Edwin.
Sementara itu pegawai butik yang tadi sudah kembali dan mempersilakan mereka untuk mengikutinya. Edwin dan Sasa dibawa masuk ke fitting room. Ada dua orang pegawai lagi di sana yang membawa meteran. Setelah mereka diukur sebentar, mereka lalu dipersilakan masuk ke fitting room masing-masing. Gaun pilihan Sasa tadi sudah tersedia di sana. Sasa suka dengan modelnya yang simpel tapi elegan. Dengan bantuan pegawai butik tadi Sasa memakai baju pengantin itu. Bahannya cukup nyaman dan tidak terlalu banyak renda. Sasa cukup suka.
"Silakan ke studio fotonya di sebelah sini," ucap si pegawai butik setelah selesai merias wajah Sasa. Sasa mengikutinya saja sambil mengangkat rohnya yang cukup panjang. Kalau begini dia bisa menyapu lantai pesta kan. Apa ini karena dia yang terlalu pendek atau modelnya emang begini sih?
"Ini bajunya bisa dipendekkan lagi kan?" tanya Sasa.
"Tentu bisa mau seberapa?" senyum si pegawai butik teladan itu.
"Semata kaki aja bisa?"
"Baik," angguk pegawai butik itu kidmat.
Ketika Sasa memasuki studio foto, sudah ada Edwin di sana. Lelaki itu juga sudah mengganti bajunya dengan tuxedo pilihannya tadi. Edwin menatap Sasa dengan tatapan yang aneh cukup lama.
"Kenapa? Ada yang menempel di wajahku?" tanya Sasa.
Edwin tampak buru-buru memalingkan wajah. Namun Sasa bila melihat telinga lelaki itu yang memerah. Manisnya... Apa dia terpesona lihat Sasa ganti baju dan dandan cantik begini?
"Sudah siap? Mau gaya yang seperti apa?" tanya sang kameramen.
"Kami boleh pilih gayanya?" tanya Sasa.
"Tentu saja."
Sasa menyeringai. Dia menarik tangan Edwin dan mendorongnya hingga duduk di atas kursi. Belum selesai keterkejutan Edwin tiba-tiba Sasa menduduki pahanya dan melingkarkan tangannya di leher Edwin.
"Wow! Pose yang hot!" puji sang kameramen sambil mengacukan jempol lalu mulai mengambil gambar. "3... 2
... 1!"
Edwin mengubah ekspresinya menjadi senyuman. Dia berkata lirik dengan gigi yang masih terkatup.
"Apa-apaan kamu?"
"Aku selalu pengen foto kayak begini," gelak Sasa. Tahu-tahu Sasa meraih wajah Edwin dan menciumnya.
***
Votes dan komen ya Guys...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top