23
"Orang ini bukan penjahat biasa," ucap Sasa setelah memeriksa jenazah yang dikirimkan padanya pagi ini. Kening Sasa mengkerut sembari memandangi jenazah tanpa kepala di atas brankar yang baru saja dia otopsi. Ini adalah mayat yang kedua. Dalam sepanjang sejarah karirnya sebagai seorang dokter forensik bisa dibilang ini adalah kasus yang paling sulit.
"Dia membakar sidik jadi korban dan memotong kepalanya. Dia tahu bagaimana caranya membuat korban sulit untuk diidentifikasi. Tapi apa tujuan dia meninggalkan mayat-mayat ini begitu saja hingga mudah ditemukan?"
"Ini seperti ritual pesugihan."
Sasa menoleh pada asistennya Tiara. Ibu-ibu muda satu itu emang super klenik. Sasa tidak mengerti mengapa di era Smartpho seperti ini masih saja ada orang yang percaya pada hal-hal mistis.
"Saya pernah mendengarnya dari kakek. Jika momotong kepala tujuh orang dan mempersembahkannya pada iblis. Dia akan mengabulkan permintaan kita. Dalam ritual itu hanya kepalanya yang boleh dipotong sedangkan tubuhnya harus dibiarkan utuh di tempat di mana dia dibunuh."
Sasa memegangi dagunya. Walaupun ucapan Tiara terdengar aneh, tapi sepertinya cukup masuk akal. "Apakah kira-kira pembunuhnya adalah orang yang percaya pada ritual pesugihan itu lalu melalukan ini?" tanya Sasa.
"Bisa jadi begitu," angguk Tiara antusias.
Sasa mengumpat dalam hati. Masa dia harus menuliskan kesimpulan seperti itu pada laporan otopsinya?
"Anak kosnya Kombespol Adam itu hari ini tidak muncul di TKP ya? Kalau ada kasus-kasus aneh seperti ini, biasa bocah itu pasti diajak," kata Sasa. Atasannya Kombespol Adam memiliki seorang anak kos yang penampilannya seperti berandalan dengan rambut jagung yang kekurangan gizi. Anehnya jika bocah itu muncul di TKP, kasus akan diungkapkan dengan sangat mudah hingga rasanya menjadi tidak masuk akal. Yah, Sasa senang-senang saja sih. Karena pekerjaannya jadi selesai lebih mudah. Tapi tidak dengan Raka. Rekannya itu selalu mengomel tiap kali Igo Casanova-nama anak itu-muncul.
"Ah, Kombespol Adam mengeluhkan hal itu tadi pagi. Katanya anak itu sudah menghilang dan tidak bisa dihubungi selama beberapa hari. Tapi Komandan bilang dia masih punya dua anak cadangan."
Ponsel Sasa berdering. Sasa melihat kedua tangannya yang masih berlumuran darah, sehingga dia memberi isyarat pada Tiara untuk mengambilkan benda itu. Tiara yang cepat tanggap mengambil smartphone milik atasannya itu.
"Dari Internasional playboy," kata Tiara.
Sasa mengkerutkan kening. Internasional playboy adalah nama kontak yang dia berikan pada keponakannya yang memang punya sifat seperti itu. Namanya, Moreno Prawirohardjo. Ada urusan apa bocah itu meneleponnya?
"Angkat aja," titah Sasa.
Tiara menjawab panggilan itu dan menempelkannya pada telinga Sasa.
"Ya, halo?"
Sembari mencuci tangannya di larutan klorin. Sasa menjawab panggilan itu.
"Tante, ini aku. Gimana kabarnya?" sapa sang keponakan yang usianya hanya terpaut dua tahun dengan Sasa itu.
"Baik, alhamdulillah. Katanya kamu sudah menikah ya, selamat," ucap Sasa. Sasa melepaskan gownnya dan meletakkannya di keranjang laundry baju kotor, melepaskan boatnya, lalu membuang sarung tangannya ke sampah medis, kemudian menuju wastafel untuk mencuci tangan. Meskipun jengkel Tiara mengikuti bosnya itu untuk memegangi ponselnya.
"Ck! Kenapa Tante nggak datang ke resepsiku?" rajuk Reno.
"Yah, kamu kan tahu aku waktu itu belum berdamai sama Ayah."
Setelah tangan Sasa bersih dia pun menggenggam ponselnya sendiri lalu memberi isyarat pada Tiara untuk membereskan ruangan. Sementara Sasa leha-leha di pojok ruangan.
"Jadi sekarang sudah? Aku disuruh Kakek mempersiapkan pesta pernikahan Tante. Tante beneran mau nikah?"
"Yah, mau bagaimana lagi. Calonnya lumayan juga jadi aku mau-mau aja," sahut Sasa.
"Gitu ya. Kak Edwin emang ganteng sih."
"Hei, aku nggak melihat dari gantengnya aja. Aku ini juga menilai kepribadian," ketus Sasa.
Terdengar suara tama Moreno dari dalam ponsel. "Kalau gitu kenapa dulu kakak pacaran sama-"
"Jangan sebut namanya!" geram Sasa sebelum nama mantannya disebut.
Moreno tergelak lagi bikin Sasa tambah jengkel. "Kamu telepon ada urusan apa? Kalau nggak ada perlu aku tutup!" ancamnya.
"Sabar, Tante! Aku mau ngasih tahu kalau aku sudah menelepon butik yang mensponsori pernikahanku kemarin. Tante bisa fitting hari ini? Aku sudah bilang sama Kak Edwin tadi. Katanya dia ada waktu jam sebelas. Kalau kalian fitting bareng bisa sekalian ambil foto prewedding, kan? Kalian kan sama-sama orang sibuk."
Sasa ternganga. Fitting? Kok tiba-tiba fitting? Terus apa tadi katanya Edwin juga ikut? Itu artinya Edwin sudah mengiyakan tawarannya kemarin? Walaupun Sasa sendiri yang menawarkan, Sasa menganga tidak percaya. Tapi kenapa bocah itu tidak meneleponnya sendiri dan malah menyuruh Reno?
"Katanya dia sibuk jadi nggak bisa jemput Tante. Jadi dia sekalian minta aku kasih tahu Tante juga."
Sasa ketawa. Bisa juga si cecunguk itu cari alasan. Palingan dia malu mau telepon Sasa setelah kemarin menolaknya dengan tegas. Sasa melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10.30. Berarti sekarang adalah saatnya dia berangkat.
"Oke. Makasih infonya, Baby. Aku berangkat sekarang."
"Iya, Tante. Semoga Kak Edwin nggak nyesel tuh nikah sama Tante."
"Ck! Justru dia yg bakal nyesel kalau nggak nikah sama aku."
Tiara yang lagi ngepel ruang autopsi merengut aja mendengar kata "Nikah" beberapa kali keluar dari mulut Sasa. Apa dokter gila itu mau nikah? Orang bodoh mana yang mau nikah sama dia? Tiara pura-pura tidak mengamati ketika Sasa susah selesai menelepon dan bangkit.
"Ara, aku mau keluar sebentar ya," pamit Sasa tiba-tiba.
"Dokter jangan magabut dong. Ini belum waktunya istirahat," tegur Tiara. "Dokter mau ke mana?"
"Mau fitting baju pengantin."
Tiara menganga lebar mendengar jawaban bosnya. "Apa?"
Sasa tahu Tiara bertanya bukan karena dia nggak dengar. Pasti dia cuman nggak percaya aja sama yang dia dengar. Yah, Sasa sendiri juga rasanya masih nggak percaya kok.
"Aku berangkat." Tanpa menjawab pertanyaan, Sasa melangkah keluar dari laboratorium forensik.
"Tunggu, Dokter! Hasil otopsinya sudah ditunggu Kombespol Adam!" cegah Tiara.
"Suka-suka kamulah mau tulis apa. Tulis aja soal ritual pesugihan tadi juga boleh. Udah ya aku pergi dulu. Soalnya calon suamiku orang sibuk. Aku nggak bisa membuat dia menunggu," senyum Sasa sembari menutup pintu.
Sasa menyusuri lorong menuju tempat pakir dengan langkah riang. Daya tidak pernah menduga sebelumnya bahwa hari seperti ini akan terjadi di hidupnya. Hari di mana dia menikah.
***
Up!
Btw kalau kalian kepo sama Igo Casanova silakan bawa ceritaku wish series ya. Sudah ada seri 1-7 tuh. Kalau kalian kepo sama kasus mayat tanpa kepala ini silakan baca The Red Eye. Klo kalian kepo sama Moreno Prawirohardjo hardjo baca dong Terpaksa Menikahi Dokter.
Ayo diorder mumpung ada promo Gajian Sale di Shopee.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top