19
"Ayo kita bikin anak."
Edwin tercengang mendengar ucapan Sasa. "Apa?" tanyanya. Berharap pendengaran barusan salah.
"Bikin anak," senyum Sasa tanpa dosa. Seolah dia ngajakin beli cilok di depan gang. Sejenak pikiran Edwin jadi kotor. Bikin anak itu berarti dia harus skidipapap sama Sasa dong ya. Yah, sebenarnya nggak buruk juga skidipapap sama cewek secantik Sasa. Namun ketika wajah Siska terbayang, Edwin segera menepis pikiran itu.
"Kamu waras, kan, Sa?" tegur Edwin lagi.
"Cih! Kalau aku nggak waras, nggak mungkin aku bisa jadi dokter forensik," decak Sasa tidak senang.
"Yang gila itu justru kamu. Istri orang yang tukang drama diembat aja. Padahal ada jomblo cantik, mapan, anak sultan di depanmu begini."
Sasa itu emang super narsis. Tapi Edwin nggak bisa membantah karena yang diucapkan cewek itu bener. Dia mau ngomong tapi nggak jadi akhirnya cuman megap-megap kayak ikan koi. Lucu deh.
"Seperti yang bilang tadi. Kalaupun aku nggak dijodohin sama kamu, aku pasti akan dipaksa nikah sama yang lain," ulang Sasa lagi.
"Tapi kenapa aku? Hanya karena kamu kenal aku? Bukannya kamu juga bisa kenalan sama calon suamimu yang lain dan nikah beneran dengan baik-baik?" protes Edwin.
"Tentu aja karena kamu itu high quality. Kamu itu ganteng, pinter dan punya manner. Kamu sebenarnya sempurna kalau nggak bucin."
Deg! Jantung Edwin tentu saja tiba-tiba jadi bergetar karena ucapan Sasa. Pada dasarnya Sasa adalah orang yang pelit pujian. Namun kenapa cewek itu tiba-tiba menyanjungnya begini. Jangan-jangan Sasa emang diam-diam naksir dia?
"Spermamu pasti berkualitas juga pastinya. Itu akan bagus buat anakku nanti," senyum Sasa.
Perkataan Sasa setelahnya seketika menghempaskan hati Edwin. Jadi Sasa melihat dia sebagai bibit unggul begitu? Sasa memang mudah sekali mempermainkan hati orang.
"Kamu gila! Aku ini bukan sapi ternak!" amuk Edwin. "Lagian kalau kita punya anak nanti bukannya kita malah bakal susah berpisah!"
Emak belatung itu hanya tertawa saja sembari menyandarkan punggung pada kursi. "Di dunia ini aku sudah sering melihat bapak membunuh anak dan istrinya, atau sebaliknya. Cinta itu adalah hal yang sementara. Aku lebih suka pada komitmen," ucapnya diplomatis.
"Jadi suamiku selama setahun saja dan beri aku anak. Aku bakal kasih setengah hak sahamku ke kamu, tapi kamu nggak mau kasih beberapa tetes spermamu aja? Pelit!" olok Sasa.
Ugh! Edwin tidak mampu beradu argumen dengan Sasa. Untunglah ada telepon masuk dari sekretarisnya sehingga menjadi alasan yang tepat baginya untuk kabur dari Sasa.
"Maaf, ada telepon." Edwin meminta izin mengangkat ponselnya dan langsung nyerocos sendiri padahal Naufal sang sekretarisnya, belum bicara apa-apa.
"Ya, Naufal? Apa? Baiklah aku segera ke sana." Buru-buru Edwin bangkit.
"Aku harus pergi karena ada urusan. Pokoknya aku nggak akan menerima tawaran gilamu! Aku nggak akan nikah sama kamu! Jadi buruan bilang sama ayahmu buat cariin kamu sapi ternak yang lain." tegasnya sebelum buru-buru pergi.
"Yah, kita lihat aja. Apa sampai kapan kamu bisa menolak," ucap Sasa santuy.
Edwin tak mampu berkata-kata lagi. Dia hanya menggumamkan sumpah serapah sembari keluar dari kafe itu. Sasa cuman tersenyum saja melihat Edwin yang segera menghilang.
"Manisnya," komentar dokter forensik itu. "Ah, aku benar-benar ingin memilikinya," gumam Sasa lirih.
***
Votes dan komen guys
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top