17
"Bukan itu. Aku membicarakan tentang kasusnya Siska."
Ekspresi wajah Sasa seketika berubah ketika mendengar nama Siska disebut. Jadi Edwin mengajaknya bicara demi perempuan itu? Entah kenapa Sasa jadi jengkel.
"Emangnya kenapa?" tanyanya tanpa minat.
"Jangan pura-pura nggak tahu," kata Edwin. "Apa kamu sengaja membuat hasil visum yang menyudutkan Siska?"
Netra Sasa terbeliak. Emosinya seketika jadi meluap sehingga ingin menggebrak meja. "Heh! Aku ini profesional! Aku nggak akan melakukan hal sepicik itu. Pacarmu itu saja yang bego. Dia pikir dia bisa menipu aku segampang itu?" sembur Sasa.
Edwin mengerutkan keningnya. "Menipu apa maksudmu?" tanyanya.
Sasa berdecak kesal. "Makanya jadi orang jangan kelewat bucin! Ilmu kedokteranmu itu ke mana? Udah menguap semua? Masak kamu nggak bisa bedain muka bengkak karena alergi dan karena dipukuli sih!" ketus Sasa.
"Alergi...." Edwin termenung sejenak. Masa Siska waktu itu bengkak karena alergi? Namun jika teringat wajah Siska yang kala itu menemuinya sambil terisak, Edwin sama sekali tidak sanggup berpikir. Tidak mungkin kan Siska berbohong? Untuk apa? Tidak. Yang penting bukan itu sekarang. Edwin menatap Sasa yang tampak kesal.
"Apa kamu bisa mengubah laporan visummu?" tanya Edwin. "Jika kamu mau mengubahnya, aku akan memberikan apa yang kamu mau."
Sasa tertawa sinis. "Kamu bernegosiasi dengan aku sekarang? Kamu mau menyuapku? Jangan harap! Potong saja leherku kalau kamu berani!"
"Siska tidak mungkin bohong. Kenapa dia harus berbohong?" tegas Edwin.
Sasa tertawa lagi. "Percuma saja aku bicara dengan manusia bucin. Sudahlah! Aku mau pulang saja. Aku pikir kamu mau bicara hal yang penting."
Sasa hendak bangkit dari kursi tapi tangan Edwin menahannya. Sasa jadi kesal sendiri karena jantungnya bereaksi hanya karena sentuhan kecil macam ini dari Edwin. Kenapa sih dia harus naksir cowok begi macam ini?
"Kamu mau ke mana? Kita belum selesai bicara," kata Edwin.
"Bicara apa lagi? Kalau tentang kasus Siska, nggak ada yang perlu dibicarakan!" tegas Sasa.
"Tentang pernikahan kita."
Ucapan Edwin itu membuat Sasa terdiam sejenak. "Apa? Kamu setuju nikah sama aku?" tanyanya.
"Mana mungkin." Jawaban Edwin yang lugas itu bikin Sasa jadi tambah emosi. Kenapa nggak mungkin? Apa dia kurang kualifikasi untuk menjadi istri Edwin? Dibandingkan dengan Siska si play victim itu?
"Tolong kamu bilang sama ayahmu untuk menolak perjodohan ini," pinta Edwin.
Sasa menepis tangan Edwin yang memegangi lengannya dengan kasar. "Nggak mau! Kenapa nggak kamu sendiri aja yang bilang ke ayah kalau nggak mau nikah sama aku?"
"Sa, kamu tahu kan posisiku? Aku ini bukan pihak yang bisa menolak," ucap Edwin.
"Kenapa nggak bisa? Kamu kan punya mulut. Tinggal bilang aja nggak mau!" ketus Sasa.
Edwin menghela napas frustrasi. "Kamu kan bukan orang tiba-tiba nurut sama ayahmu begini. Jangan-jangan kamu sebenarnya diam-diam suka sama aku?"
"Kalau iya kenapa?"
Netra Edwin terbeliak. Dia menatap Sasa yang masih berdiri di depannya sambil bersedekap.
"Kamu suka sama aku?" ulangnya tak percaya.
Sasa berdeham-deham. Karena terbawa suasana dia malah jadi keceplosan. Sialan! "Maksudku aku nggak benci sama kamu. Toh, kalau aku menolak sekarang ayahku pasti bakal cari cara buat jodohin aku sama orang lain lagi. Karena aku sudah kenal sama kamu, jadi aku pikir nggak apa kalau kita nikah," dalihnya.
Edwin mengerutkan kening. Dia tidak mengerti dengan logika berpikir Sasa. "Jadi maksudmu, kamu mau aja nikah sama sembarang orang? Biarpun kamu nggak cinta sama dia?"
Sasa mendesis jengkel. "Yang penting dalam pernikahan itu bukan cinta!" tegasnya. "Komitmen jauh lebih penting. Aku pikir kamu adalah orang yang berkomitmen."
Edwin terdiam. Seandainya nggak ada Siska, mungkin dia juga mau aja kalau diajak nikah sama Sasa. Sasa yang sedang berdiri di depannya itu cantik, punya karir yang baik, mandiri, dan anak sultan. Dia istri idaman banyak orang. Masalahnya sekarang dia nggak mungkin ninggalin Siska.
"Setahun aja!" kata Sasa tiba-tiba.
Edwin menatap emaknya belatung itu kebingungan. "Apa?"
"Kita nikah setahun aja setelah itu kita bisa cerai."
Netra Edwin terbeliak mendengar penawaran Sasa itu. Setahun?
***
Halo gaes... Aku baru sempat update ya...
Ceritaku yang judulnya Keluarga Rempong dihapus oleh pihak wattpad karena ada yang melaporkan sebagai plagiat. Aku sudah berusaha menunjukkan bukti pada wattpad bahwa aku penulis aslinya tapi nggak ada hasil. Pihak wattpad malah meminta aku menghubungi pelapor untuk mencabut tuntutan DMCA-nya. Masalahnya aku jg nggak tahu siapa yang lapor. Jadi aku harus menghubungi siapa? Untungnya yang hilang cuman Keluarga Rempong yang viewnya 300k ya. Bukan TMD atau Prawirohardjo series lain yang rata2 view 1jt. Akunku masih selamat tapi kalau kejadian yang sama berulang bisa-bisa akunku lenyap. Aku sedih tapi aku bisa apa. Kalau seumpama akunku hilang. Aku berharap manteman tetep baca ceritaku ya. Aku akan bikin akun baru lagi walaupun harus mulai dari awal lagi. Follow ig dan channel telegramku biar temen2 bisa tetep menghubungi aku seandainya sewaktu-waktu akunku hilang. Terima kasih atas dukungannya selama ini dan doakan akun wattpadku tetap selamat dan sehat sentosa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top