13

Edwin duduk di dalam mobilnya yang terparkir di depan gang rumah Siska. Dia mengingat lagi kejadian kemarin saat Sasa mengedipkan mata dan memberikan kiss bye. Lelaki itu langsung merinding. Menikah dengan Sasa! Oh no! Dia tidak pernah membayangkan hal itu. Edwin menepuk-nepuk pipinya untuk mengusir segala pikiran aneh. Sekarang ini ada Siska yang harus dipikirkan, tapi kenapa dia malah membayangkan Ratu belatung itu?

Ketukan di jendela membuyarkan lamunan Edwin. Siska berdiri dengan senyuman manis di samping mobilnya. Edwin membuka central lock agar wanita itu bisa masuk ke dalam mobil. Wajahnya telihat cerah. Bengkak pada wajahnya sudah hilang. Edwin terdiam sejenak. Luka memar biasanya tidak akan sembuh secepat itu. Biasanya paling tidak seminggu. Namun luka pada wajah Siska sudah hilang tanpa bekas. Apakah itu make up? Atau suntikan obat yang diberikan Sasa kemarin sangat mujarab?

"Matamu sudah nggak sakit?" tanya Edwin.

Siska hanya tersenyum kecil sembari duduk dan menutup pintu mobil. "Iya, udah mendingan. Kita mau ke mana?"

"Makan aja dulu," jawab Edwin.

"Gimana perkembangan laporan kemarin? Sudah ada kabar?" tanya Siska. Pasalnya Edwin yang kemarin memberikan kontaknya pada polwan yang mengurus laporan mereka. Siska ingin segera tahu hasilnya. Mungkin saja itu bisa mempercepat proses perceraiannya.

"Belum ada info lagi," sahut Edwin sembari menginjak pedal gas. Mobil pun melaju perlahan menuju restoran terdekat.

"Kamu sudah ketemu sama Brian lagi?" Edwin balik bertanya.

Siska menghela napas panjang ketika nama Brian disebut. Brian adalah suami yang kemarin dia laporkan. Wanita itu menggeleng pelan. "Belum. Dia langsung pergi setelah kemarin mendorongku dari tangga. Sampai sekarang dia belum pulang dan aku juga nggak tahu dia ada di mana."

Edwin mencengkram setir dengan geram. Lelaki macam apa sebenarnya Brian itu. Bagaimana dia bisa memperlakukan istrinya seperti itu lalu sekarang kabur tidak bertanggung jawab? Jika saja Edwin adalah suaminya, dia pasti merawat Siska seperti gelas kaca.

"Siska, sebaiknya kamu pergi dulu dari rumah itu. Aku khawatir kalau suamimu pulang dan berbuat macam-macam lagi," tutur Edwin.

Siska menggeleng pelan. "Tidak aku harus menemuinya dan bicara. Kemarin itu mungkin Brian hanya emosi. Dia biasanya tidak pernah sampai seperti itu."

Edwin tak bisa berkata apa-apa lagi jika keputusan Siska sudah bulat seperti itu. Maka Edwin pun tidak berkomentar lagi. Dia ingat perkataan Sasa kemarin. Katanya proses perceraian Siska bakal butuh waktu yang lama. Kenapa bisa begitu? Bukankah kalau ada bukti KDRR seperti ini biasanya bisa dipercepat? Edwin berpikir untuk mencari pengacara yang handal agar kasus Siska cepat selesai.

Sesampainya mereka di restoran, ponsel Edwin berbunyi. Netra Edwin bergetar ketika melihat nama yang tertera pada layar adalah Prof Sumarto, kakek angkatnya.

"Kenapa nggak diangkat?" tanya Siska yang sedang melihat buku menu.

"Uh, ya. Aku ke toilet sebentar ya." Edwin pamit dan melangkah tergesa-gesa meninggalkan meja.

Siska memandangi pria itu dengan penasaran. Tidak biasanya Edwin sengaja beralasan hanya untuk mengangkat telepon. Apa dia tidak mau pembicaraannya di dengar Siska? Siska melihat lagi buku menu dan memutuskan untuk tidak memikirkannya. Mungkin saja itu hanya urusan pekerjaan saja. Edwin adalah lelaki bucin yang sangat setia. Siska percaya cowok itu tidak akan berselingkuh.

***

Votes dan komen ya Guys...


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top