12
Sepanjang jalan menuju kantor Sasa merenung sembari mengendari mobil. Selama ini Sasa tidak pernah tertarik pada pernikahan. Gara-gara mantan pacarnya yang brengsek. Sasa sudah kehilangan respek pada laki-laki. Lagi pula Sasa sangat nyaman dengan kesendirian ini. Cuman ya, ada beberapa orang yang menganggapnya tidak bahagia karena belum menikah. Padahal menikah kan hanya menambah masalah. Tapi tadi ketika melihat Edwin kenapa dia berubah pikiran ya? Kenapa hatinya seolah berdegup lagi. Sepertinya dia CLBK alias cinta lama belum kelar.
Kalau boleh jujur Sasa pernah jatuh hati pada cowok itu dulu. Satu-satunya teman satu angkatan yang mau bergaul dengannya dan menerima segala sifat ajaibnya.
Edwin lumayan ganteng dulu walaupun rambutnya gondrong tidak terawat dan jarang keramas. Sekarang sih dia malah jadi ganteng maksimal karena pekerjaannya sebagai CEO menuntutnya begitu.
Sayang sekali baik dulu ataupun sekarang sepertinya Edwin hanya memandangnya sebagai cewek aneh saja. Yang ada di hati dan pikiran Edwin hanya cewek bernama Siska itu. Mantan pacarnya yang meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain.
Tanpa sadar Sasa tadi mengiyakan perjodohan mereka begitu saja. Sasa merasa sayang sekali kalau cowok sebaik Edwin jatuh pada cewek rubah playing victim itu. Lebih baik Edwin menikah dengan dia saja, kan? Sasa cukup percaya diri kok dengan harta, tahta dan wajahnya. Biar begini, dia putri bungsu keluarga Prawirohardjo. Konglomerat tujuh turunan yang hampir semua anggota keluarnya berprofesi sebagai dokter.
Perhatian Sasa teralihkan seenak ketika melihat ponselnya berbunyi. Rupanya ada alarm. Netra Sasa terbeliak ketika melihat pengingat itu. Hari ini lauching novel Merpati putih. Novel dari penulis favoritnya. Sasa mutar setirnya untuk mampir ke Grand City. Salah satu keuntungan menjadi pegawai negeri seperti ini adalah korupsi waktu.
Setelah memarkir mobil, Sasa bergegas ke Gramedia. Antrian panjang sudah menyambutnya di sana. Karena hari ini lauching perdana buku ini. Sang penulis hadir dan siap sedia memberikan tanda tangan. Sasa tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia segera mengambil satu eksemplar buku dan masuk ke dalam antrian.
"Atas nama siapa?" tanya penulis yang masih mengenakan seragam SMA. Sepertinya dari pulang sekolah dia buru-buru datang ke event ini. Cewek itu kayaknya terlalu fokus sih jadi nggak melihat wajah Sasa.
"Sasa Ayuwandira," senyum Sasa.
Seketika penulis itu mendongak dan tersenyum semringah. "Dokter!" serunya riang. "Kok pake antri segala sih! Bilang aja mau bukuku nanti aku kasih pas mampir di ke Polda."
"Kamu jangan merusak kebucinanku. Aku bahagia bisa mengantri begini," kekeh Sasa.
"Dokter tungguin aku ya! Bentar lagi aku pulang kok!" pinta penulis itu.
"Oke, aku tunggu di Ch*ttime ya."
Maka setelah mendapatkan buku dan tanda tangan Sasa melipir ke outlet Ch*ttime buat pesen green tea float kesukaan dia. Sambil nungguin Shinta Dewi Maharani, si penulis tadi. Sasa duduk di sudut kafe, membaca buku dan dan menikmati kesegaran minuman yang dia beli.
Ternyata buku terbaru penulis kesayangannya ini romance genrenya. Karena selama ini Shinta selalu nulis misteri. Dia kira yang ini misteri juga. Dia langsung beli aja gitu tadi tanpa mikir. Padahal Sasa antipati banget sama novel romance. Yah, ngenes aja gitu baca novel romance padahal hidupnya dia jomblo begini. Cuman kalau tulisannya Shinta pasti bagus ya. Percaya ajalah Sasa.
Sasa larut dengan bacaannya sampai ketawa-ketiwi sendirian. Dia pun nggak sadar orang yang dia tunguin udah datang dan duduk di depan dia.
"Bagus nggak, Dok?"
Sasa baru mengalihkan fokus dari buku pas suara manis itu menegurnya. Shinta Dewi Maharani. Gadis SMA yang lagi dipuncak karirnya sebagai penulis. Kadang-kadang Sasa nggak rela cewek secantik ini jadi pacarnya Raka. Rekan kerjanya yang kayak batu itu. Walaupun selisih umur mereka terpaut sebelas tahun, Shinta adalah termasuk dari sedikit orang yang cocok bergaul dengan Sasa. Karena mereka sama-sama penggila cerita misteri.
"Bagus dong! Tulisan kamu selalu bagus," puji Sasa tulus. Cerita yang ditulis Shinta memang selalu cocok dengan seleranya. Mungkin karena Sasa sudah jadi pembaca bucin ya.
"Syukur deh. Aku sempat khawatir karena baru kali ini coba nulis romance," ucap Shinta ceria.
"Aku rada kaget kamu tiba-tiba ganti genre. Kirain ini misteri kayak biasanya."
Shinta ketawa aja. "Maunya sih nukis misteri. Apa daya kurang laku. Jadi aku cobalah banting setir dulu."
"Saat idelisme tergerus cuanisme ya," kekeh Sasa.
"Ini ada ena-enanya nggak sih?" bisik Sasa karena takut kedengaran orang di meja sebelah.
"Ada dong. Tapi dikit kok implisit aja. Jangan bilang sama Kak Raka ya! Ntar aku diomelin." Shinta ikutan bisik-bisik.
Kedua cewek itu lalu tergelak. "Kamu udah berani ya nulis gituan."
"Gimana lagi yang ada anunya itu yang laris. Lagian aku ini udah delapan belas tahun. Jadi nggak apa dong," dalih Shinta.
"Inspirasi kamu dari mana nih. Apa dari Raka?"
Shinta langsung mencibir begitu nama pacarnya itu disebut. "Huh! Ketemu aja jarang! Gimana bisa jadi inspirasi!" ketusnya.
Sasa tergelak. Yah, rekan kerja Sasa yang workaholic itu emang susah banget ditemui karena terlalu sibuk mengusut kasus.
"Ngomong-ngomong. Cerita yang kamu tulis ini mirip sama kondisi aku sekarang. Aku mungkin mau nikah."
Netra Shinta terbeliak. "Serius? Kapan? Sama siapa? Karena dijodohin juga?" tanyanya antusias.
"Masih 60% kemungkinannya. Doain aja ya," kekeh Sasa. "Aku dijodohin sama ayahku. Cowoknya kelihatannya nggak suka sama aku. Dia udah punya calon sendiri, tapi dia rada sungkan kalau mau nolak," jelas Sasa.
Wajah Shinta berubah sedih. Gadis itu lalu kembali bertanya. "Kalau Dokter sendiri gimana? Dokter suka sama dia?"
Sasa mengaduk-aduk green tea floatnya dengan gamang. "Suka sih."
"Lebih suka mana sama belatung?"
"Belatunglah."
Sasa dan Shinta kembali tergelak. "Berati nggak cinta-cinta amat ya?" tegur Shinta lagi.
"Yah, suka tapi nggak sampai bucinlah ya. Kalau nggak jadi sama dia pun aku rapopo. Dia sudah punya cewek lain yang dia suka. Tapi cewek itu menurutku nggak pantes buat dia. Apalagi istri orang juga."
"Istri orang?"
"Yah, dalam proses cerai gitu. Tapi aku yakin prosesnya bakal lama."
Shinta memandangi Dokter Sasa yang terlihat gamang. Baru kali ini dia melihat wanita eksentrik itu memasang tampang begitu. Sepertinya sih perasaan Dokter Sasa itu lebih dari sekadar suka. Hanya saja Dokter itu enggan mengakuinya.
"Pepet terus aja, Dok!" seru Shinta akhirnya.
"Dokter tuh cantik, pinter, karir juga mapan. Jangan mau kalah sama istri orang! Kalau Dokter mau, aku yakin semua cowok di dunia ini bisa dibikin klepek-klepek!" ujarnya memberi semangat.
"Menurutmu aku bisa?" tanya Sasa.
"Bisa dong! Dokter harus percaya diri!"
Sasa mengembangankan senyuman. Perasaannya sedikit membaik setelah mengobrol dengan Shinta. Dalam hatinya Sasa jadi bertekad. Dia akan membuat Edwin jatuh hati padanya.
***
Votes dan komen ya guys...
Yang kepo sama ceritanya langsung ke karya karsa aja ya. Hanya 25k aja kalian bisa baca cerita ini sampai tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top