11
Edwin tercengang mendengar ucapan Sasa. Cewek itu menerima perjodohan mereka begitu saja? Kenapa? Edwin tak mampu berkata-kata.
"Edwin...," lirih Prof Sumarto dengan raut penuh harap. Sungguh Edwin tidak tega menolaknya. Tapi tidak mungkin dia menerimanya juga. Bagaimana dengan rencana pernikahannya dengan Siska?
"Mohon kabulkanlah permintaan kakek tua ini sebelum meninggal."
"A-akan saya pikirkan," ucap cowok itu.
Prof Sumarto langsung tersenyum meringah. "Kalian harus hidup rukun ya sebagai suami isteri," pesannya padahal Sasa sama Edwin nikah aja belum.
***
"Kamu gila ya!" umpat Edwin begitu mereka keluar dari paviliun tempat Prof Sumarto dirawat. Dua sejoli itu melangkah bersama menuju tempat parkir.
"Nggak kok, aku waras," Jawab Sasa santuy.
"Kenapa kamu terima aja perjodohan yang nggak masuk akal ini!" ketus Edwin.
"Yah, aku pikir nikah sama kamu nggak ada jeleknya juga."
Deg! Debaran jantung Edwin meningkat begitu mendengar ucapan Sasa itu. Jangan-jangan Sasa naksir dia? Kalau dipikir-pikir cewek aneh itu dulu suka menempel padanya waktu zaman masih kuliah, kan? Tapi cowok segera menggeleng kuat. Dia tidak boleh terbawa suasana. Siska mau dia ke mana in?
"Seperti yang kamu lihat ayahku sedang sakit jadi aku harus nurutin apa kata dia dong," dalih Sasa.
"Jangan bercanda! Sejak kapan kamu nurut sama omongan Prof Sumarto!" desis Edwin.
"Sejak hari ini dong," senyum Sasa santuy. Walaupun Sasa itu pendek tak ternyata jalannya cepat juga karena Edwin sampai harus melangkah cepat untuk mengejarnya.
"Kamu nggak bisa begini, Sa! Aku ini udah punya calon istri. Kamu lihat sendiri kan cewek yang tadi aku antar ke kantor polisi."
Sasa berhenti sebentar kemudian menoleh pada Edwin. "Katamu dia teman, kan? Bukannya cewek itu udah punya suami?" Meskipun Sasa bisa menebak akan hubungan Edwin dan Siska tapi dia berlagak begi aja.
"Mereka dalam proses perceraian. Kamu lihat sendiri, kan? Luka-lukanya tadi. Suaminya itu suka main kasar," tegas Edwin.
Sasa menaikkan sebelah alisnya. Apakah Edwin memang sebodoh itu hingga bisa ditipu oleh Siska? Atau karena kebucinan dia jadi menutup mata?
"Kamu itu bego!" olok Sasa langsung.
Edwin tentu saja terlihat syok tiba-tiba dikatain begitu. Padahal dia duluan yang mengejek Sasa gila.
"Apa?"
"Proses perceraian Siska nggak akan berjalan segampang itu. Menurut pengalamanku kalau beruntung paling cepat satu tahun, atau bahkan lebih," ucap Sasa.
"Apa? Kenapa bisa selama itu?" Edwin mengernyit tidak mengerti.
"Yah, daripada kamu kelamaan nungguin dia mending kamu nikah aja sama aku, kan?" Sasa mengedipkan sebelah matanya dengan genit hingga membuat Edwin merinding.
Sebenarnya Sasa sama sekali bukan calon istri yang buruk. Dia cantik. Putri konglomerat. Karirnya juga sukses. Kalau saja Edwin tidak mengenal kegilaan gadis itu mungkin saja Edwin tidak akan menolak perjodohan ini. Hanya saja. Dia sudah terlanjur tahu hal-hal absurd tentang Sasa. Terlebih lagi Edwin tidak mungkin meninggalkan Siska di saat wanita itu sedang membutuhkannya.
"Hentikan bercandamu, Sa! Ini sama sekali nggak lucu." ketus Edwin.
"Kalau kamu nggak mau harusnya kamu bilang aja dong ke Ayah tadi. Gitu aja kok repot sih? Aku sudah bilang mau dan aku nggak akan narik kata-kataku," kalem Sasa.
"Ini mungkin gampang bagi kamu karena Prof Sumarto itu ayahmu! Kalaupun kamu nolak urusan selesai dan kamu bisa cari cowok lain. Tapi kalau aku yang nolak urusannya bakal runyam. Bisa aja aku kehilangan pekerjaan!" semprot Edwin.
"Kamu aja yang overthinking. Ayahku itu bukan orang yang sempit begitu pikirannya. Ya udahlah aku sibuk mau balik ke kantor."
Sasa meninggalkan Edwin yang kelihatannya masih galau. Cowok itu hanya mematung saja sambil memandangi lantai. Sasa rada kasihan sih, tapi yang dia lakukan ini justru demi menyelamatkan Edwin. Sebelum masuk ke mobilnya sasa berhenti sebentar kemudian memanggil nama calon suaminya itu.
"Edwin. Sampai jumpa di pelaminan ya," ucapnya sembari memberikan kiss bye.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top