CD Vol 2 - Bisane Mung Nyawang

Vol 2 ini ciptaannya Kak Nova_Lindah, emaknya si penyihir Mark Jeden.

================================

Pria yang kini sedang duduk di kursi kayu depan rumahnya tampak memakai sepatu kulit warna hitam yang dekil, entah sudah berapa tahun tidak dicuci tetapi ia masih setia memakainya. Sesetia penantiannya pada Mae tersayang.

Saat tubuhnya berdiri, semua orang pasti mengira bahwa ia tiang. Tinggi semampai dengan kaki yang panjang. Berpakaian kemeja putih dengan emblem bordir bertuliskan Sabar Baharuddin. Siap untuk mengelilingi Perumahan Metro Ambyar untuk bertugas!

Namun, tak lupa ia memilin celana biru dan mengambil pentungan spesial yang memiliki senter secerah perasaannya pagi ini. Ia akan mengelilingi Perumahan lalu mampir ke rumah sang pujaan hati untuk meyakinkan hatinya kembali.

Cinta tak terbalas, tidak menurunkan tekadnya. Dengan hati yang juga siap menerima dengan lapang dada, ia berangkat dengan langkah lebar.

Baru saja ia berjalan beberapa langkah, tubuhnya putar balik dan berlari terbirit-birit ke teras rumahnya. Mengambil topi pet yang selalu ia pakai agar tak terkena sinar surya. Sudah cukup kisah cintanya saja yang menghitam, jangan tubuhnya.

Sepanjang perjalanan Sabar bersiul, sambil sesekali berhenti untuk melihat kondisi rumah-rumah yang ia lewati. Tumben sekali ini Komplek sepi, biasanya ramai seperti ada kebakaran.

Sabar berhenti saat matanya memandang sesuatu yang tak asing. Dilihatnya Eron memberikan kucing kepada Bang Kulin. Sekarang ia bisa tenang, tidak hanya dirinya yang cintanya tak terbalas.

Sabar melanjutkan perjalanan sampai ke rumah bercat biru. Ia melihat pria yang begitu memukau. Setampan aktor-aktor india yang sering ia lihat di televisi. Dibandingkan dengan dirinya, tentu sangat jauh sekali.

"Jaenudin, right?" Sabar mendekati pria yang sedang membawa barang jualan.

"Sok Inggris lo, Bang. Biasa juga pakai Jawa," Jae menoleh pada pria berkulit sawo matang.

"Memangnya aku tak boleh ngomong pakai Bahasa Inggris? Suka-suka aku dong …."

Jae menepuk pundak Sabar, "Ya sudah, Bang. Aku mau bantuin Emak jualan dulu. Jangan lupa istikharah untuk mendapatkan cintanya Mbak Mae!"

Ucapan Jae membuat Sabar menghela napas, "Aku sudah istikharah dari dulu, tetapi hilalnya belum kelihatan juga."

"Yo wis sing … Sabar!" teriak Jae lalu segera melesat pergi sebelum mendapat pentungan manja dari Abang Sabar.

"Kurang ajar, bocah! Nama di main-mainin." Sabar berpikir sejenak, "Tapi memang namaku Sabar ya dadi kudu sabar …."

Sabar berjalan dengan riang, ia ingin segera sampai ke rumah wanita yang selama ini ia cintai. Tak sabar melihat wajahnya yang cantik jelita dengan senyum semanis gula, membuat candu setiap hari.

Suara bisik-bisik membuat Sabar mencari sumber suara. Ternyata berasal dari warung cendol Mbak Yem. Di sana banyak sekali warga berkumpul. Ada apa gerangan?

Sabar berjalan menghampiri warung yang selalu ramai dengan pengunjung karena yang jualan memiliki tubuh kutilang, jomlo dan pastinya cantik. Tabahkan hatimu, cinta Sabar hanya untuk Mae seorang.

"Aku mendengar bahwa Mae akan dijodohkan dengan Suprapto. Iki bisa jadi berita hot di Perumahan Metro Ambyar."

"Melas temen Sabar, kudu dadi wong paling sabar. Sebab, penantian cintanya akan berakhir tragis."

Mendengar ucapan itu, Sabar melangkah mundur perlahan-lahan. Ia memang selalu lapang dada terhadap cintanya kepada Mae. Namun, tak menyangka bahwa semuanya akan berakhir seperti ini.

Seperti dihantam ribuan batu kerikil, Sabar tetap mengelilingi Perumahan dan Matanya memandang jauh ke rumah bercat kuning pias, seorang wanita dengan pakaian rapi keluar.

Saat wanita mungil itu berbalik, seketika tiap menit dan detik yang dilalui oleh Sabar berhenti. Pandangannya fokus pada wanita berparas cantik yang selalu berada dalam hatinya.

Seketika sebuah bayangan membuat Sabar terlena, andai kisah cintanya bagaikan Kak Ahtun dan Bang Jali yang romantis sepanjang hari. Akan tetapi, suara nyanyian memenuhi benaknya.

Getun rasane ati sing biso nduweni …
Riko hang sun demeni, riko hang sun welasi …
Wis ono hang ngrumati …
Bisane mung nyawang, sing biso ndampingi …
Bisane mung ngangen, sing biso nduweni …
Riko hang sun sayang, wis ono hang ngudang …
Riko hang sun eman, wis duwen wong liyan ….

Saat wanita itu berjalan keluar dari pagar, Sabar segera mengumpat di balik pohon. Sepertinya wanita itu akan pergi untuk bekerja menjadi kasir karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi saat Sabar melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.

Di balik pohon yang rindang, Sabar mengintip wanita bernama Ayu Maemunah berjalan semakin menjauhinya.

"Kula bisane mung nyawang ayumu, Nok Mae …."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top