#4 - Gadis Berambut Merah
"Apa yang terjadi?" Sosok berambut merah itu bertanya sambil membelakangi Beno.
Beno menelan ludahnya. Berusaha mengusir sedikit rasa takut. Saat ini ia merasa sedikit lega karena sosok berambut merah itu tampak berada di pihaknya. "Me... mereka menyerangku!" tuding Beno ke arah Gorilla bersayap biru.
Mata Gorilla bersayap biru itu membulat. Sepertinya ia terkejut akibat tudingan Beno. "Ti... tidak Nona. Kami tidak mungkin menyerang jika dia tidak membuat kekacauan lebih dulu." Gorilla itu tampak takut-takut berhadapan dengan sosok berambut merah di depan Beno saat ini. mengetahui hal ini, Beno merasa sedikit di atas angin.
"Cih! Sekarang dia menyalahkanku karena berbuat kekacauan? Padahal aku hanya tidak sengaja menyentuh kura-kura batu itu. Eh... tapi tunggu! Tadi dia bilang Nona? Dia memanggil Si Rambut Merah ini Nona?" batin Beno. Cowok itu mengerutkan keningnya. Ia sedikit terganggu dengan sapaan Nona yang dilontarkan Gorilla itu. "Apakah dia seorang perempuan?" gumam Beno sambil mencondongkan tubuhnya ke samping. Mencari celah untuk mengintip wajah Si Rambut Merah itu.
"Apa kau bilang! Dia membuat kekacauan?" suara Si Rambut Merah meninggi.
"Eh... bener! Suaranya perempuan!" pekik Beno tanpa sadar.
Si Rambut Merah lalu menolehkan kepalanya ke arah Beno. Cowok itu terperanjat. Benar! Dia adalah seorang perempuan. Kini si rambut merah itu menatap Beno dengan tajam melalui mata hitam pekatnya, yang seolah mampu menghisap siapa saja untuk masuk ke dalamnya. Beno gelagapan dibuatnya.
"A... aku tidak bermaksud begitu. A... aku hanya ingin mencari jalan untuk keluar dari tempat ini." Beno berusaha menjelaskan alasannya.
"Dari mana asalmu?" Si Rambut Merah menatap Beno penuh curiga. Gadis itu kini sudah berdiri berhadapan dengan Beno. Jarak di antara mereka hanya tertinggal beberapa langkah saja.
Beno melirik tangan kanan gadis itu yang sudah memegang bagian gagang pedang yang tersampir di pinggangnya. Gagang pedang itu tampak kokoh dan anggun dengan warna emasnya. Beno mundur perlahan, mencoba mengambil jarak untuk berjaga-jaga jika gadis itu menarik pedangnya.
"Kenapa mundur? Jawab!" bentak Si Rambut Merah.
"Jawab selagi Nona bertanya tanpa pedang!" Si Gorilla ikut menambahi.
"Oh! Atau jangan-jangan kamu adalah mata-mata dari Kerajaan Vordeen?" Si Rambut Merah semakin mendekat ke arah Beno tanpa melepaskan tangannya dari gagang pedang itu.
"Vordeen? Siapa lagi itu?" pekik Beno dalam hati. Gadis berambut merah itu melangkah mendekati Beno. Kini jarak mereka hanya tersisa sekitar dua langkah saja. "Bu.. Bukan! Aku bukan mata-mata." Beno tidak tahu lagi bagaimana cara untuk menjelaskan hal yang dialaminya. Jangankan untuk menjelaskan pada orang lain, dirinya saja masih belum mengetahui alasan ia bisa sampai di tempat aneh ini.
"Heh! Mana mungkin mata-mata mengaku. Ya sudah! Jika dengan cara baik-baik tidak dapat terselesaikan, maka biarkan pedangku yang menyelesaikannya." Si Rambut Merah lalu menarik pedang dengan gagahnya. Gadis itu lalu menghunuskan pedangnya ke arah leher Beno. "Kau mau bicara jujur atau pedangku ini yang memenggal lehermu?"
"Aku bukan mata-mata. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini." Beno frustrasi. Ia sangat yakin bahwa gadis itu tidak mungkin memercayainya.
Gadis itu mengangkat pedangnya. Sepertinya ia bersiap untuk menyerangkan pedang itu ke leher Beno. Beno mengambil ancang-ancang untuk mundur. Saat gadis itu mengayunkan pedangnya secepat kilat ke arah Beno, cowok itu dengan refleks mengelak dan berlari menjauh dari gadis berambut merah itu.
"Sial!" Gadis itu menggerutu, "baru kali ini ada yang bisa mengelak dari ayunan pedangku." Gadis itu lalu bersiul panjang. Sedetik kemudian muncul seekor burung raksasa dengan bulu berwarna biru, senada dengan warna langit saat itu. "Garuda, sekarang waktunya berburu." Bisiknya pada Garuda—burung raksasa yang baru saja dipanggilnya dengan siulan panjang—saat burung itu mendarat di depan gadis berambut merah. Dengan sigap gadis itu naik ke atas punggung Si Garuda. Ia lalu memberi isyarat kepada Gorilla bersayap biru dan Elang berkepala naga untuk mengejar Beno. Mereka melesat cepat dan menghilang pada detik berikutnya.
Beno terus berlari menerobos hutan yang penuh dengan pepohonan rimbun. Ia harus berlari sambil berlindung di antara pepohonan rimbun jika tidak ingin terlihat oleh gadis berambut merah dan pasukannya—yang sedang terbang untuk mengejarnya. Dengan cekatan Beno melewati beberapa semak berduri sambil memperhatikan di sekitarnya—berjaga-jaga jika ada pasukan yang mengejar lewat darat. Lengan baju dan celananya yang sobek karena duri semak itu tak lagi dihiraukannya. Begitupun rasa perih pada lukanya karena tergores duri itu.
***
Langit semakin gelap. Rimbun pepohonan membuat suasana lebih gelap dan mencekam dari seharusnya. Membuat Beno kesulitan untuk melihat sekitarnya. Ia beberapa kali tersandung akar-akar pepohonan serta tanaman yang merambat di tanah. Beno memperlambat larinya. Ia sudah kehabisan tenaga untuk berlari secepat tadi.
Dalam kegelapan itu dengan napas terengah-engah dan langkah kaki yang terseok-seok, Beno menyisir sekelilingnya. Berharap menemukan sebuah tempat untuk berlindung sekaligus beristirahat. Lebih bagus lagi jika ia bisa menemukan jalan keluar dari tempat aneh ini.
Tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini, samar-samar Beno melihat pancaran redup kuning. Seperti sebuah lampu. Beno mendekatinya perlahan sambil terus waspada. Rupanya itu memang sebuah lampu dari gubuk reyot yang ada di hadapannya saat ini. Gubuk itu berbahan kayu yang tampak mulai lapuk, dengan bekas gigitan rayap di sana-sini. Beno bahkan sempat berpikir apakah di tempat ini benar-benar ada rayap.
Beno menyeret kakinya menuju gubuk itu. Setelah sebelumnya ia sempat berkeliling memeriksa keadaan. Untuk memeriksa keadaan bahwa tak ada orang atau makhluk-makhluk aneh yang tadi mengejarnya. Beno membuka pintu gubuk itu yang berderit ketika terbuka. Bahkan engselnya pun hampir terlepas. Di dalam gubuk itu hanya terdapat sebuah kursi dan meja. Juga lampu yang tergantung di atas meja. Tidak. Lebih tepatnya melayang.
"Wah! Tempat ini memang aneh. Bahkan lampu saja melayang," pikir Beno sambil memperhatikan lampu itu dengan saksama. Memastikan bahwa posisinya memang melayang. Di ujung kepala lampu itu tampak tergantung benda berwarna biru. Ia menyentuh benda itu. "Apa ini? seperti bulu burung," gumam Beno heran. Ia lalu menarik bulu itu dengan cepat—bermaksud menelitinya dengan lebih dekat. Sebuah suara membuat ia menghentikan tindakannya. "Akhh!" Beno merasa tak asing dengan pekikan melengking itu.
Perlahan Beno melihat sesosok makhluk yang berdiri tepat di samping kursi dekat lampu itu. Sosok itu berwajah besar dengan bulu hitam dan bersayap biru. Sosok itu adalah Si Gorilla bersayap biru yang hampir mencekik lehernya siang tadi. Ternyata lampu tadi bukan melayang, melainkan sinar yang berasal dari tangan kanan makhluk itu. Beno lupa jika makhluk besar itu bisa menghilangkan diri dan menyembunyikan dirinya.
Mata gorilla itu melotot ke arah Beno. Di wajahnya tersirat kekesalan yang tidak terkira. Beno yakin, makhluk itu benar-benar membencinya. Perlahan Beno berjalan mundur. Sambil mengawasi gerak-gerik makhluk yang masih memelototinya, Beno mempersiapkan rencana melarikan diri lagi. Ia harus cermat jika ingin kabur dengan tenaganya yang sudah banyak berkurang. Biar bagaimanapun makhluk di depannya saat ini bisa terbang dengan secepat kilat. Dan lebih berbahaya jika ternyata ada gadis berambut merah atau makhluk lain yang mengejarnya di sekitar gubuk ini.
Saat gorilla itu melangkahkan kakinya mendekati Beno, dengan sigap cowok itu memutar badannya dan melarikan diri dari gubuk itu. Namun baru beberapa langkah, Beno terpaksa menghentikan langkahnya. Beno melihat seberkas sinar putih yang terang dan menyilaukan mata dari luar gubuk. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Berusaha menyesuaikan sinar yang masuk ke matanya. Detik berikutnya Beno memaksanya untuk menahan napas. Cowok itu sadar bahwa gubuk itu adalah perangkap.
"Mau lari ke mana lagi, Tuan Mata-Mata?" sebuah suara menyadarkan Beno bahwa hidupnya saat ini dalam bahaya. Ia sangat mengenal suara itu. Suara yang beberapa jam lalu diharapkannya sebagai penyelamat hidupnya dan berubah menjadi suara orang yang mengancam nyawanya. Siapa lagi pemilik suara itu jika bukan gadis berambut merah yang mengejarnya dari tadi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top