4
CERITA INI MURNI FANTASI PENULIS.
TIDAK BERMAKSUD MENYINGGUNG PIHAK TERTENTU, DAN JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENULISAN CERITA INI MOHON DIMAAFKAN.
(Jika ada kalimat yang typo mohon segera dikoreksi dengan menuliskannya di kolom komentar, terimakasih).
_______
Setelah beberapa hari tinggal di tempat yang disebut kerajaan rembulan tersebut, Catherine sudah mulai terbiasa dengan kondisi lingkungan dan sosial yang ada di sana. Tempat tersebut memang mirip dengan Bali namun suasana kuno yang membuatnya berbeda.
Suatu pagi, Catherine sudah berjalan-jalan di pasar sambil membawa beberapa koin.
Gadis itu pun teringat kejadian saat ia diberi uang oleh Bhadra, sedikit menyebalkan baginya saat mengingat kejadian tersebut. Namun, apa boleh buat, ia sangat memerlukan uang untuk makan.
"Kuberikan kau uang untuk membeli keperluanmu, berterimakasih lah padaku" ucap Bhadra sambil memberikan sekantong koin perak, emas dan perunggu.
"Kau yakin? Bukannya ini sangat banyak?" tanya Catherine yang menerima kantong yang berisi koin tersebut.
"Tentu saja, itu bukanlah apa-apa, pakai saja" jawab Bhadra, wajahnya selalu tampak menyebalkan bagi Catherine.
Sesampainya di pasar, Catherine pun sibuk melirik dagangan yang dijajakan oleh para pedagang. Ada yang menjual ikan, sayuran bahkan kayu bakar.
Ya, di dunia ini masih menggunakan tungku untuk memasak, oleh karena itu kayu bakar merupakan barang yang sangat diperlukan.
"Hadeh, bingung mau beli apa" gumam Catherine sambil melirik kesana kemari.
Pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk membeli beberapa bahan makanan dan seikat kayu bakar.
Catherine pun memikul kayu bakar di punggungnya, tangannya penuh dengan belanjaan.
"Hahh..berat juga" guman Catherine sambil mengelap peluh yang mengalir di dahinya. Jalan yang ditelusuri nya menanjak dan membuat gadis itu kelelahan.
Catherine pun berhenti sejenak sambil menaruh kayu bakarnya di tepi jalan.
Brugh
Tiba-tiba ada yang menabrak Catherine hingga ia terjatuh. Lalu orang yang menabraknya itu merampas uang yang dimilikinya sambil menodongkan keris.
"Nona, sepertinya kau bangsawan ya" ucap orang itu, tangannya masih menodongkan keris ke arah Catherine.
Catherine terpaku pada ujung keris itu, badannya gemetaran dan jantungnya berdetak dengan kencang. Gadis itu mengingat pengalaman tak menyenangkan yang berkaitan dengan benda tajam.
"Cantik juga wajahmu, Nona" orang itu menempelkan ujung kerisnya tepat di dagu Catherine.
Catherine pun menjauhkan wajahnya, badannya masih gemetaran.
"Hey kalian!"
Sebuah suara pria yang lantang pun terdengar, Catherine pun langsung menoleh dan mendapati pria yang memakai seragam prajurit kerajaan.
Pria itu pun langsung berlari ke arah mereka, sedangkan orang yang tadi merampok Catherine pun langsung berlari membawa uang yang dirampasnya.
"Nona, kau tak apa?" tanya prajurit tersebut sambil tersenyum ramah sembari mengulurkan tangannya.
"Aku tak apa, terimakasih" jawab Catherine sambil membalas senyumannya dan menyambut uluran tangan prajurit itu lalu berdiri.
"Eh? Bukannya kau ini wanita yang sering bersama Panglima Bhadra?" prajurit itu memasang tampang penasaran.
"Hah? Bisa kau ulangi? Mungkin yang kau maksud itu pacarnya, aku hanya beberapa kali bersamanya" jawab Catherine.
"Panglima Bhadra tak pernah berbicara dengan wanita lain selain kau dan adiknya, dan juga, kemarin aku melihatmu bersama Panglima Bhadra di Puri" ujar prajurit tersebut.
"Oh begitu, ya sudahlah, aku ingin pulang dulu" jawab Catherine sembari memikul kayu bakar miliknya.
Prajurit itu sempat menawarkan untuk membantu Catherine, namun gadis itu menolaknya dengan halus.
"Terimakasih, tapi aku bisa sendiri"
___________
Sesampainya di rumah, Catherine langsung meletakkan kayu bakar tersebut di dekat tungku dan menyimpan bahan makanan miliknya.
"Hah, punggungku" ucap Catherine sambil menghela nafas dengan kasar.
"Kabar Ayah dan Biang gimana ya?" gumam Catherine sambil melihat keluar jendela.
______________
Drap drap
Suara langkah kaki prajurit memenuhi seisi puri kerajaan rembulan.
Bhadra kini sedang berjalan cepat menuju ke arah kamar baginda raja, perasaanya kini campur aduk.
"Panglima Bhadra, raja tak sadarkan diri!"
Kalimat yang diucapkan salah satu dayang masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Saat sudah sampai, Bhadra melihat baginda raja yang terbaring di tempat tidurnya, tubuhnya tampak pucat. Bhadra perlahan berjalan ke arah tempat tidur baginda raja, lalu berlutut di sampingnya.
Para dayang pun pergi meninggalkan Bhadra dan baginda raja.
"Bhadra... Anakku" ucap Raja dengan suara yang lemah.
"Ada apa, Ayahanda?" tanya Bhadra dengan ekspresi cemas, tangannya menggenggam tangan milik raja.
"Sepertinya umurku tak akan panjang lagi-" ucap Raja sambil terbatuk-batuk.
"Tidak, jangan berbicara seperti itu, para tabib pasti akan menyembuhkanmu" sahut Bhadra yang mengeratkan genggaman tagannya.
"Karena itu, aku ingin kau meneruskan takhta ku dan menikahi Yudistia" ucap Raja sambil menatap Bhadra.
"Tidak Ayah, aku tak ingin menikahi wanita yang asal usulnya tak jelas" tolak Bhadra dengan tegas.
"Kumohon, kabulkanlah permintaan..terakhirku..anakku"
Perlahan kelopak mata baginda raja pun tertutup rapat, Bhadra yang menyaksikan hal tersebut pun langsung terdiam.
___________
Keesokan harinya, berita mengenai wafatnya baginda raja pun tersebar ke seluruh kerajaan rembulan.
Catherine yang mengetahui hal tersebut pun sedikit terkejut, karena beberapa hari yang lalu ia masih sempat berbicara dengan baginda raja.
"Masa?!" seru Catherine sambil menatap Wanandra dengan pupil yang membesar.
"Aku tak berbohong, beritanya tadi diumumkan langsung oleh prajurit kerajaan, dan juga....mereka tampaknya mencarimu" jawab Wanandra.
"Mencariku?" tanya Catherine dengan tatapan bingung.
"Ah entahlah, aku pergi dulu Yudistia" ucap Wanandra yang lanngsung berlari menjauh dari Catherine yang masih duduk di teras rumahnya.
"Mencariku? Jangan-jangan mereka ingin membunuhku.." batin Catherine.
Ia pun segera membuang pikiran negatifnya dan mencoba berpikir positif.
Drap drap
Terdengar bunyi langkah kaki, terlihat pula beberapa prajurit yang sedang berjalan menuju ke rumah Catherine.
Catherine pun segera berdiri dan memperhatikan mereka sambil tersenyum kikuk.
Prajurit tersebut berjumlah lima orang, dan sekarang mereka tengah berdiri di hadapan Catherine, lengkap dengan tombak dan keris milik mereka.
"Nona Yudistia, benar?" tanya salah satu prajurit.
Catherine hanya mengangguk, badannya sedikit gemetaran.
"Sekarang ikut kami ke Istana, Panglima Bhadra menunggumu di sana" ucap prajurit tersebut.
"Eh?" Catherine pun menatap bingung mereka.
"Ku kira bakalan di ikat lalu dibunuh diam-diam" batin Catherine.
Gadis itu pun dibawa menuju puri dengan kereta kuda yang ternyata sudah disiapkan untuknya.
____________
"Sri Kusuma, apakah keputusanku sudah benar?" Bhadra menatap Kusuma yang sedang duduk di kursi kayu.
"Kurasa keputusanmu memang sudah benar, kita lihat saja nanti kedepannya" jawab Kusuma sambil tersenyum.
"Hah, setelah ini aku akan menjadi raja" kata Bhadra.
"Ya, kau akan menggantikan Ayahanda, sementara aku akan bertunangan dengan putra mahkota kerajaan mentari" ucap Kusuma.
Bhadra hanya diam, enggan menjawab, sehingga suasana pun menjadi hening.
Tok tok
Suara pintu yang diketuk pun memecahkan keheningan.
"Masuk" ucap Bhadra.
Beberapa prajurit pun masuk dan memberitahu bahwa Catherine sudah sampai di puri.
"Suruh dia menunggu di taman puri!" perintah Bhadra.
"Baik, Panglima"
_______________
"Kenapa aku malah dibawa ke sini?" pikir Catherine sambil memperhatikan sekelilingnya.
Terdapat beberapa jenis bunga, salah satunya ialah kamboja.
"Harum" gumam Catherine.
"Yudistia"
Terdengar suara bariton yang memanggil gadis itu.
"Ya?" Catherine menoleh ke arah samping dan melihat Bhadra.
"Ada yang ingin kubicarakan" jawab Bhadra.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top