3
CERITA INI MURNI FANTASI PENULIS.
TIDAK BERMAKSUD MENYINGGUNG PIHAK TERTENTU, DAN JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENULISAN CERITA INI MOHON DIMAAFKAN.
(Jika ada kalimat yang typo mohon segera dikoreksi dengan menuliskannya di kolom komentar, terimakasih).
_______
Keesokan harinya, saat pagi-pagi buta Catherine sudah sibuk di dapur. Gadis itu sedang memasak nasi didalam sebuah periuk. Segala keperluan rumah seperti makanan, pakaian dan sebagainya ternyata sudah lengkap.
Setelah nasi tersebut matang, Catherine pun memasak lauk pauk. Dia memilih untuk membuat srombotan.
Saat semuanya sudah selesai, Catherine pun menyantap sendiri makanannya tersebut.
Tok tok
Pintu rumah Catherine pun diketok, Catherine pun menghentikan aktivitasnya dan berjalan pelan ke arah pintu depan lalu membuka pintunya.
"Selamat pagi Yudistia"
"Terang Abdi bagi Anak Agung Bhadra Danendra" ucap Catherine dengan hormat.
"Seandainya dia bukan keluarga kerajaan, aku tak sudi memanggilnya seperti ini" batin Catherine.
"Tak usah terlalu formal kepadaku, Nona" kata Bhadra. Ekspresi wajahnya selalu datar, namun sorot matanya selalu menatap tajam kepada siapapun.
"Ada apa? Kenapa pagi-pagi kau sudah di rumah ku?" tanya Catherine. "Kau lupa dengan perkataan ku kemarin?" tanya Bhadra.
Catherine pun mengingat percakapan singkat mereka.
"Maaf, kalau begitu aku akan bersiap-siap" jawab Catherine cepat.
"Tunggu, kau sudah makan?" Bhadra menatap Catherine. Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Mohon maaf, aku tadi sedang makan, namun kau mengetuk pintu rumahku" jawab Catherine dengan suara pelan.
Bhadra pun masuk kedalam rumah itu, lalu berjalan menuju ke dapur. Di sana Bhadra melihat meja makan yang diatasnya terdapat beberapa buah piring serta sebuah kendi berisi air.
"Yudistia, makanlah dulu aku akan menunggu" ucap Bhadra. Laki-laki tersebut pun berjalan keluar dari rumah Catherine dan memilih untuk duduk di teras rumah Catherine.
Catherine pun memakan makanannya dengan cepat, lalu bersiap-siap. Setelah selesai, Catherine menemui Bhadra yang berada di teras.
"Ayo" kata Catherine sambil memandangi Bhadra yang sedang duduk.
Bhadra pun berdiri dan berjalan menuju ke arah kuda hitam miliknya. Catherine menutup pintu rumahnya lalu menyusul Bhadra.
Dengan sigap Bhadra langsung mengangkat tubuh Catherine dan mendudukkannya diatas kuda. Bhadra pun menaiki kudanya dan menungganginya menuju ke istana.
Di sepanjang perjalanan, Catherine lebih memilih diam. Ia masih merasa canggung dengan pria yang sedang bersamanya saat ini. Bagaimana tidak, perkataan Wanandra masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Setelah sampai di istana, Bhadra membantu Catherine turun dari kudanya, lalu menuntun Catherine berjalan menuju kearah taman, berbeda dengan rute kemarin, kali ini sepertinya raja ingin bertemu dengannya di taman.
"Yudistia, sepertinya raja tertarik padamu" ucap Bhadra secara tiba-tiba. Catherine hanya diam, sambil tersenyum.
"Tertarik?! Tertarik gimana?! Gak, gak mungkin!" batin Catherine, pikirannya sudah terbang kemana-mana saat ini.
Sesampainya di taman, terlihat sebuah pondok kecil dan terlihat juga sang raja yang asyik mengobrol bersama beberapa orang pria.
Bhadra menuntun Catherine untuk berjalan mendekat kearah pondok tersebut, sampai di depan pondok Bhadra dan Catherine pun berlutut.
"Terang Abdi bagi Baginda Raja Sri Dharmawangsa Ugrasena" ucap mereka berdua dengan kompak.
"Terang Abdi bagi Anak Agung Bhadra Danendra," raja melirik Bhadra. "Dan selamat pagi Yudistia" raja melanjutkan kalimatnya sambil tersenyum ramah.
Raja pun mempersilahkan mereka untuk duduk, dan menyuruh pergi beberapa pria tadi.
"Yudistia, kau tahu maksud diriku mengundangmu kesini?" tanya raja sambil menatap Catherine.
"Tidak Yang Mulia" jawab Catherine seraya menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Diriku ini tertarik padamu, karena parasmu yang cantik itu mengingatkan ku kepada permaisuri" ujar raja tersebut.
"Astaga, sepertinya dugaanku benar" batin Catherine.
"Maka dari itu, aku ingin kau menikah dengan Bhadra, putraku" ucap raja.
Catherine melongo mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut sang raja.
"Tunggu..menikah? Dengan Bhadra?! Tidak akan pernah! Mana sudi aku menikah dengannya! Lagipula, aku ingin kembali ke Ubud!" Pikir Catherine.
"Mohon maaf Yang Mulia, saya menolaknya" ucap Bhadra dengan tegas.
"Nice job!" Batin Catherine.
Siapapun pasti akan menolak jika diminta untuk menikah secara tiba-tiba, terlebih dengan orang asing.
"Tapi, kau akan menduduki tahta nantinya dan menggantikan diriku, harusnya kau sudah mendapat calon isteri sekarang ini" ucap raja sambil menatap Bhadra.
"Mohon maaf, saya tetap menolaknya, Yudistia adalah perempuan asing yang tak jelas silsilah dan asalnya" jawab Bhadra sambil melirik Catherine.
Bhadra pun pergi dari pondok tersebut dan meninggalkan Catherine serta raja.
Raja tersebut pun memijat kepalanya lalu memejamkan matanya.
"Yudistia, mohon maafkan sikap anakku, dia menjadi begitu sejak ibunya meninggal" kata raja dengan suara pelan.
"Itu tidak masalah Yang Mulia" jawab Catherine.
___________
Bhadra kini sedang berjalan di lorong istana.
"Menikah? Orang tua itu bercanda?" gumam Bhadra, sesekali ia mengacak-ngacak rambutnya.
"Menikahi Yudistia? Perempuan yang tak jelas tersebut? Dia pasti bercanda"
Bhadra pun duduk di tepian kolam yang berada di tengah-tengah puri.
"Nak, biang janji tak akan pergi"
"Nak maaf"
"Kelak akan datang seorang perempuan yang mirip dengan Biang"
Bhadra mengacak kepalanya frustasi.
"Pembohong" ucap Bhadra pelan sambil menatap pantulan dirinya di air.
________
Catherine pun berpamitan dengan raja, lalu mencari keberadaan Bhadra. Gadis itu melihtasi jalan setapak di puri tersebut.
"Ada-ada saja, aku ingin cepat pulang" batin Catherine.
Tiba-tiba terdengar suara wanita sedang bersenandung, Catherine yang mendengarnya pun menjadi penasaran dan memilih untuk mencari dimana sumber suara tersebut.
Setelah sampai, Catherine melihat Kusuma yang sedang bersenandung sembari memetik beberapa bunga kamboja merah.
Catherine yang masih penasaran dengan ucapan Kusuma pun bergegas menghampirinya.
Belum sempat Catherine memanggil Kusuma, wanita itu sudah lebih dulu memanggil Catherine.
"Geg Yudistia?" Kusuma tersenyum.
"I-iya...aku mau nanya tentang yang kemarin" jawab Catherine gelagapan. Kusuma pun mengulurkan tangannya agar Catherine mendekat kepadanya.
"Geg Yudistia mau bertanya tentang apa?" tanya Kusuma dengan suara yang lembut.
"Kemarin kau bilang kalau kau yang memanggilku kemari, apa maksudnya itu?" Catherine menatap Kusuma.
"Ah kalau itu... Aku tak akan menjawabnya" jawab Kusuma sambil tersenyum. Catherine merinding saat memandang senyuman Kusuma.
"Kenapa? Kenapa kau tak mau menjawabnya?" tanya Catherine lagi.
"Karena jika kujawab duluan, kau akan menghindari kami" jawab Kusuma.
"Aku tak mengerti maksud perkataan orang ini" pikir Catherine.
"Geg Yudistia, aku pamit dulu"
Kusuma pun berjalan meninggalkan Catherine.
Catherine masih memikirkan perkataan Kusuma. Bagaimanapun kejadian ini sangatlah tidak masuk akal. Dibilang mimpi pun tak bisa, karena semua yang dialami Catherine terlalu nyata untuk disebut sebagai mimpi.
"Yudistia" suara Bariton tersebut menggema di telinga Catherine. Gadis itu pun menoleh.
"Ternyata kau" ucap Catherine pelan sambil menatap sosok Bhadra.
"Apa yang dibicarakan Kusuma denganmu?" tanya Bhadra, tampaknya ia tak sengaja mendengar percakapan Kusuma bersama Catherine.
"Bukan apa-apa, jangan dipikirkan" jawab Catherine.
"Oh ya, tentang apa yang raja bicarakan tadi, kau tak perlu mendengarnya, dia pasti cuma bercanda" ujar Bhadra.
"Baiklah, Bli Bhadra" jawab Catherine.
Setelah itu, Bhadra menghantarkan Catherine pulang ke rumahnya.
_______
Sementara itu di Ubud.
"Bagaimana kondisi anakku, Dok?" tanya Agendra dengan wajah yang cemas.
"Dia baik-baik saja, namun kami masih menyelidiki penyebab kesadarannya yang hilang" jawab seorang dokter.
"Apa dia sakit Dok?" tanya Rachel.
"Tidak, kami juga bingung pada kasus ini" jawab dokter tersebut.
Dokter itu pun keluar dari ruangan tempat Catherine dirawat.
"Apa yang terjadi padamu nak?" ucap Agendra pelan sambil menggenggam jari jemari Catherine.
_______
"Aduh, apa kabar Ayah dan Biang ya?" guman Catherine sambil menatap keluar jendela. Dilihat anak-anak yang sedang bermain di jalanan.
"Di sini lumayan damai dan tenteram ya" Catherine tersenyum sambil terus memandang keluar jendela.
"GEG YUDISTIA!" seru seorang pemuda, dia adalah Wanandra.
Catherine hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya. Wanandra pun berjalan menuju ke pekarangan rumah Catherine.
Gadis itu pun keluar dari rumahnya dan menemui Wanandra diluar.
"Ada apa Bli?" tanya Catherine sambil tersenyum, perlahan ia duduk di teras lalu mempersilahkan Wanandra untuk duduk bersamanya.
"Kudengar tadi Geg Yudistia dijemput sama Panglima Bhadra" jawab Wanandra.
"Iya Bli, tadi disuruh ke istana" kata Catherine sambil tersenyum.
"Ke istana? Jangan-jangan Geg Catherine calon isteri Panglima Bhadra? Benar kan?" Wanandra menatap Catherine dengan ekspresi penasaran.
"Eh bukan kok Bli, mana mungkin aku nikah sama Panglima Bhadra" jawab Catherine sambil menggelengkan kepalanya cepat.
"Tapi kan Geg Yudistia cantik, siapa tau Panglima Bhadra terpesona" ucap Wanandra sambil tersenyum jahil.
"Apa sih Bli, bisa saja" jawab Catherine sambil tertawa kecil. Kemudian beberapa perempuan yang sepertinya masih remaja datang ke rumah Catherine.
"Geg! Tadi pagi benar kalau Geg dijemput sama panglima Bhadra?" tanya salah satu perempuan tersebut.
"Iya benar, kenapa?" jawab Catherine.
"Berasa ditanyain wartawan" batin Catherine.
"Geg ini calon isteri Panglima Bhadra?" perempuan yang satunya ikutan bertanya.
"Bukan kok" jawab Catherine.
"Tapi cocok Geg, Panglima Bhadra juga terkenal karena ketampanannya" sahut perempuan lain.
Dan akhirnya pun mereka saling berbagi cerita di teras rumah Catherine.
Sesekali mereka bersenda gurau, Catherine yang melihatnya hanya tersenyum manis. Suasana tersebut mengingatkannya pada masa kecil.
"Bikin nostalgia aja"
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top