1
"Gawat, gawat! Lupa kalau hari ini harus pulang lagi ke Bali!" ucap seorang gadis cantik yang tengah berjalan cepat sambil menyeret kopernya di sebuah Bandara.
Sesekali gadis itu melihat arlojinya yang menunjukkan pukul delapan.
"Huh, masih sempat" ucapnya pelan sambil menghela nafas, ia pun buru-buru mengurus tiket dan hal-hal lainnya.
Saat sudah selesai, gadis cantik tersebut pun menaiki pesawat yang akan membawanya menuju ke Kota Denpasar, Bali.
"Untung sempat, baru aja kemarin pulang dari London, sekarang udah disuruh ke Bali" gumam gadis cantik tersebut.
Ni Gusti Candra Catherine Yudistia namanya, gadis cantik berumur sembilan belas tahun itu kerap dipanggil dengan sebutan Catherine, ia adalah putri semata wayang dari I Gusti Agendra yang merupakan Ayahnya, dan Rachel Arthur yang merupakan ibunya.
Catherine merupakan blasteran Inggris, maka tak heran jika matanya berwarna biru emerald dan berkulit putih, rambut hitam yang agak coklat membuatnya tampak seperti orang luar negeri.
Sekarang, gadis itu tengah menatap keluar dari balik jendela pesawatnya, di luar tampak jelas lautan Indonesia yang luas dan berwarna biru.
"Udah gak sabar nih mau ketemu sama Ayah" ucap Catherine sambil tersenyum tipis dan menopang dagunya.
Setelah beberapa jam di pesawat, akhirnya Catherine sampai di Bandara Ngurah Rai, yang terletak di Denpasar.
Perjalanannya belum berhenti sampai di situ, ia masih harus melanjutkan perjalannya ke Ubud.
Catherine pun menaiki taxi, dan menempuh perjalanan selama 2 jam dari Bandara Ngurah Rai ke Ubud.
Setelah sampai di Ubud, Catherine pun berjalan kaki, sesekali ia singgah di salah satu galeri seni yang ada di sana.
Ia sangat merindukan tempat kelahirannya tersebut, karena selama tiga tahun terakhir ia harus menempuh pendidikan di London dan menetap di sana bersama saudara dari ibunya.
Setelah puas melihat-lihat galeri seni, Catherine pun kembali melanjutkan perjalanannya sambil menyeret kopernya.
Disepanjang jalan, orang-orang terus tersenyum kepadanya, bahkan ada yang menyapanya.
"Geg Catherine, baru pulang dari London?" sapa seorang wanita sambil tersenyum.
"Eh, Mbok Yaya, iya nih aku baru pulang dari London," jawab Catherine sambil membalas senyumannya.
Setelah berbincang-bincang dengan mbok Yaya, Catherine pun melanjutkan perjalanannya menuju ke rumahnya.
Saat sampai dirumah, Catherine disambut oleh kedua orangtuanya dengan pelukan hangat.
"Ayah, Biang, aku rindu" kata Catherine dengan suara yang pelan sambil terus memeluk kedua orangtuanya.
Catherine pun melepaskan pelukannya dan menatap kedua orangtuanya sambil tersenyum manis.
"Bagaimana sekolah di London?" tanya Ibunya-Rachel.
"Lancar, sekarang kan aku udah lulus" jawab Catherine sambil tersenyum.
Kedua orangtuanya pun tersenyum mendengar jawaban Catherine.
Mereka pun masuk ke dalam rumah dan ternyata Ibunya sudah memasakkannya makan siang.
"Ih, Biang gak usah repot-repot" kata Catherine sambil memandang makanan yang ada diatas meja, ia merasa makanan yang dimasak oleh ibunya amatlah banyak.
"Gak apa-apa lah, sekali-sekali, kamu juga kan pasti udah lama gak makan makanan Indonesia," sanggah ibunya sambil menyusun piring dimeja.
"Kamu ganti baju dulu sana, habis itu kita makan" ucap ibunya.
Catherine pun berjalan menuju ke kamarnya dan membongkar isi kopernya, lalu mengganti pakaiannya dengan setelan kasual.
Gadis itu pun kembali dan duduk di kursi makan, disusul oleh Ayahnya yang duduk di sebelahnya.
Ibunya pun mengambilkan nasi untuk Catherine serta Ayahnya, lalu ibunya pun duduk dan menyantap makanan siang bersama.
_________
Sore harinya, Catherine memilih untuk berjalan-jalan di Bukit Campuhan.
Sedari kecil, ia sering bermain di Bukit Campuhan bersama teman-temannya.
"The atmosphere makes me miss childhood" ucap Catherine sambil menikmati hembusan angin di bukit itu.
Catherine pun berjalan terus menyusuri jalan setapak di bukit tersebut.
Sesekali ia memotret pemandangan di area bukit campuhan dengan kamera ponselnya, lalu mengunggahnya di postingan sosial media miliknya.
Setelah puas berjalan-jalan di bukit campuhan, Catherine memutuskan untuk pulang. Saat di perjalanan ia ia berjumpa dengan banyak wisatawan asing, sesekali ia mengajak bicara wisatawan yang dijumpainya.
"Ah, I love this place" gumam Catherine.
___________
Malam hari, Catherine sedang bersantai diteras rumahnya sambil memandangi langit malam yang dihiasi oleh sang purnama dan bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya.
Ia betul-betul bersyukur dapat terlahir ditempat seindah Bali.
Saat sedang asyik menikmati langit malam, tiba-tiba gadis itu melihat cahaya putih bercampur biru yang melintasi langit.
Gadis tersebut pun penasaran dengan cahaya tersebut dan memutuskan untuk mengikutinya.
Ia segera mengambil sepeda, karena kakinya terlalu letih untuk berjalan.
Cahaya tersebut mengarah ke jalan menuju bukit campuhan.
"Jauh juga ternyata" pikirnya sambil terus mengikuti cahaya tersebut, ia mengayuh sepedanya sampai ke arah Jalan Bakiang Sidem, dan memarkirkan sepedanya dengan asal lalu berlari mengikuti cahaya tersebut.
Catherine menggunakan ponselnya untuk menerangi jalannya, hingga akhirnya cahaya tersebut berhenti di satu titik.
"Ah, akhirnya" gumam Catherine sambil mengusap peluh yang mengalir di pelipis kepalanya.
Catherine pun berjalan menuju ke tempat berhentinya cahaya tersebut.
"Memangnya di sini ada apa sih?" Catherine bergumam sambil menginjakkan kakinya di tempat cahaya tersebut.
Seketika cahaya tersebut bersinar sangat terang dan pandangan Catherine menjadi silau, gadis tersebut pun memejamkan matanya.
Saat ia merasa pandangannya sudah tak terlalu silau, Catherine pun membuka matanya, dan alangkah terkejutnya ia.
Pemandangan yang dilihatnya bukanlah bukit campuhan, melainkan sebuah hutan belantara yang gelap dan sunyi. Gadis tersebut pun menampar pipinya, berharap kalau dia cuma berhalusinasi, namun percuma apa yang dilihatnya sekarang adalah kenyataan.
"D-di mana ini?" Catherine melihat sekelilingnya, tangannya masih menggenggam ponselnya.
Drap drap
Terdengar bunyi langkah kaki orang dan sepertinya jumlahnya lebih dari dua.
Terlihat juga sinar berwarna jingga dari kejauhan, dan itu lebih mirip dengan lentera.
Catherine pun berinisiatif untuk meminta pertolongan dengan berteriak.
"Siapapun, tolong aku!" teriak Catherine sambil berjalan pelan ke arah cahaya lentera tersebut.
Dan alangkah terkejutnya ia, yang dilihatnya adalah orang-orang dengan tombak dan keris, pakaiannya juga terlihat kuno dan mereka semua pria.
"Apa-apaan ini" ucap Catherine pelan.
Orang-orang tadi pun melihat Catherine dan langsung menghampirinya.
"Tuan, tolong-" omongannya terhenti karena salah satu dari orang tersebut langsung menodongkan keris ke arah Catherine.
"Siapa kau?" tanya pria yang menodongkan pisau tersebut dengan tatapan tajam.
Catherine hanya diam, ia terlalu takut untuk menjawab karena dirinya ditodong dengan senjata tajam.
"Jawab pertanyaanku, atau nyawamu akan hilang" ucap pria itu.
Beberapa pria lainnya pun ikut menodongkan senjata mereka, hingga mengepung Catherine.
Pria yang terlihat seperti pemimpin mereka hanya diam sambil menyaksikan sembari duduk di atas kuda hitam.
"Jawab kami, Nona" ucap salah satu pria sambil menodongkan tombaknya.
"A-aku.." Catherine tak sanggup mengeluarkan kata-kata.
"Tombak dia!" perintah seorang pria berkumis tebal.
Mereka pun hendak menombak Catherine. Gadis itu hanya bisa menangis.
"Cukup sampai di situ"
Seketika orang-orang tersebut pun menghentikan pergerakannya.
Orang yang terlihat seperti pemimpin mereka pun turun dari kudanya lalu berjalan mendekat dan menatap Catherine dengan tatapan sinis.
"Kenapa gadis cantik sepertimu ada di tengah hutan?" tanya pria tersebut.
Pria tersebut terlihat masih muda dan sepertinya umurnya sekitaran dua puluh lima tahun.
"Aku tak tau, tadi aku masih ada di bukit campuhan, tapi sekarang tiba -tiba berada di hutan" jawab Catherine sambil menatap orang tersebut seakan-akan meminta pertolongan.
"Kau sekarang ada di wilayah kekuasaan Kerajaan Rembulan, dan kau ini berasal dari mana? Apa kau warga di sekitar sini?" pria tersebut menatap Catherine.
Catherine menatap bingung pria tersebut, otaknya tak mampu mencerma kalimat yang dilontarkan pria tersebut.
"Tak bisa menjawab? Ya sudah bicaranya nanti saja, sekarang ikut aku" ia pun mengangkat Catherine dan mendudukkannya di atas kuda.
"Dengar, aku akan membawa gadis ini ke istana, kalian berjagalah tanpa aku di sini"
"Baik, Panglima!" jawab mereka semua serempak.
Lalu ia pun menaiki kuda dan menunggangi kuda tersebut.
Hening, ya Catherine masih menganggap kalau dirinya cuma berhalusinasi.
"Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Catherine dengan suara pelan.
"Karena tak seru kalau kau mati duluan" jawab pria tersebut.
Catherine pun bergidik ngeri dan kembali diam.
Ia pun dibawa ke tempat yang lebih mirip pedesaan, dan dihantarkan menuju ke sebuah rumah yang terbilang cukup besar.
"Sementara, kau tidur saja di sini, besok aku akan membawamu ke Istana" tanya pria tersebut sambil menurunkan Catherine dari kuda.
"Bisakah aku kembali ke Bali?" tanya Catherine sambil menatap pria tersebut.
Pria tersebut balas menatap Catherine.
"Bicara apa kau? Ini kan Bali" jawab pria tersebut.
"Bali? Jangan bercanda" Catherine masih menatap pria tersebut.
"Kau yang bercanda, ini Bali, lebih tepatnya di kerajaan rembulan" jawab pria tersebut.
"Terserah, dan siapa namamu?"
"Bhadra Danendra, kau?"
"Ni Gusti Candra Catherine Yudistia" Jawab Catherine.
"Baiklah panggil aku Bhadra, dan kupanggil kau Yudistia" ucap Bhadra.
"Baiklah, dan ini rumah siapa?" tanya Catherine.
"Itu rumahku" jawab Bhadra sambil mengikatkan kudanya di sebuah tiang lalu berjalan ke arah pintu rumah, lalu membuka pintunya.
"Masuklah Yudistia, diluar dingin" kata Bhadra yang sudah masuk duluan.
Catherine pun menyusul Bhadra masuk, lalu menutup pintu rumahnya tersebut.
"Yudistia, kau ini berasal dari mana?" tanya Bhadra sambil menyalakan sebuah lampu minyak.
"Aku dari Ubud, Bali" jawab Catherine sambil memperhatikan Bhadra.
Bhadra membuka sebuah lemari, lalu mengambil beberapa helai kain dan selendang.
"Gadis aneh, ah abaikan saja, yang lebih penting, gantilah bajumu, orang-orang akan curiga nanti" kata Bhadra sambil menyerahkan helaian kain tersebut dan menunjuk sebuah kamar.
Catherine pun masuk ke dalam kamar tersebut dan mengganti bajunya dengan kain-kain tadi, untungnya ia tau cara menggunakan pakaian seperti itu.
Setelah selesai Catherine pun kembali keluar dan mendapati Bhadra sedang duduk di sebuah kursi.
"Baiklah Nona, besok aku akan membawamu ke Istana, dan kau akan ditanyai di sana" ucap Bhadra.
Catherine membayangkan jika dirinya sampai dibawa ke Istana, yang ada dirinya akan dieksekusi
Bhadra memperhatikan Catherine, raut wajah Catherine tampak tegang.
Seakan bisa membaca pikiran Catherine, Bhadra pun berkata "Tenang saja, kau tak akan dieksekusi, kau hanya akan ditanya".
Gadis itu menatap Bhadra dengan tatapan tak ikhlas. Ia masih tak bisa mencerna kejadian yang dialaminya.
"Bhadra, apa pekerjaanmu?" tanya Catherine, entah apa yang membuatnya bertanya demikian.
"Aku cuma Panglima di pasukan kerajaan" jawab Bhadra seadanya.
Catherine terdiam lagi.
"Ini sudah malam, kau tidurlah" Bhadra berdiri lalu menarik pelan tangan Catherine dan berjalan menuju ke sebuah kamar kecil dengan satu tempat tidur dan diterangi satu buah lampu minyak.
Catherine hanya melongo sambil menatap kamar tersebut, lalu masuk ke dalamnya.
"Selamat malam, Nona" Bhadra menutup pintunya dan meninggalkan Catherine di dalam kamar tersebut.
Catherine pun memutuskan untuk tidur dan berharap saat terbangun ia kembali ke rumahnya.
_________
Pagi hari, sinar mentari masuk melewati lubang-lubang ventilasi.Catherine pun terbangun dan mengusap wajahnya.
"Ah, tadi malam aku bermimpi-" Catherine sadar kalau dia tidak berada di rumahnya.
"...Aneh"
Catherine pun mengacak rambutnya frustasi.
"Bagaimana bisa?! Astaga!" gadis itu heboh sendiri.
Catherine pun keluar dari kamar tersebut dan berjalan menyusuri rumah yang lumayan luas tersebut.
"Yudistia"
"K-k-kau.." Catherine menunjuk orang tersebut, ya di adalah Bhadra.
"Bagaimana tidurmu tadi malam?" tanya Bhadra sambil memandangi Catherine.
"Itu tak penting" jawab Catherine dengan suara pelan.
"Hm, baiklah. Sekarang ikut aku ke istana"
"Apa-apaan ini? Astaga!" pikir Catherine sambil menatap Bhadra.
Ia sangat tak mengerti dengan situasinya saat ini.
Bhadra pun memegang tangan Catherine dan menuntunnya keluar dari rumah.
Saat sudah diluar rumah, Catherine dapat melihat jelas suasana pedesaan di tempat tersebut, tampak beberapa wanita yang berlalu-lalang, dan anak-anak yang berlarian sambil tertawa.
Ada juga prajurit yang berkeliling membawa tombak, sepertinya mereka sedang berpatroli.
"Ayo" ucap Bhadra sambil mengangkat badan Catherine, dan mendudukkannya di atas kuda.
Bhadra pun naik ke atas kuda, lalu duduk di belakang Catherine dan menungganginya.
Sepanjang perjalanan, Catherine melihat sawah serta pura, tempat itu memang mirip dengan pedesaan di bali, namun suasananya nampak kuno dan lebih sederhana.
Jika di Bali orang-orang menggunakan sepeda motor ataupun sepeda, di sini orang-orang menggunakan kuda.
Catherine kembali memandang ke arah depan, ia merasa bahwa dirinya menjadi pusat perhatian karena di sepanjang jalan.
"Lihat-lihat, itu Panglima Bhadra, perempuan itu siapa ya?"
"Perempuan itu cantik, apa dia calon istri Panglima Bhadra?"
"Hush, ucapanmu bisa didengar"
Catherine bisa mendengar apa yang mereka katakan, ternyata Bhadra adalah orang yang lumayan terkenal.
________
Setelah sampai di istana, Bhadra turun dari kudanya lalu membantu Catherine turun. Bhadra membawa Catherine untuk masuk ke dalam istana, di sana Catherine melihat taman, dan sebuah puri besar di sana.
Puri tersebut dikelilingi kolam dengan bunga teratai yang menghiasinya.
Saat hendak masuk ke dalam Puri, Catherine melihat relief di dinding, relief yang mungkin menceritakan tentang berdirinya kerajaan ini.
Para prajurit istana memberi hormat kepada Bhadra.
Bhadra terus berjalan lurus, dan Catherine mengikuti dari belakang, sesekali ia tersenyum kepada prajurit yang lewat.
Saat sudah sampai di dalam istana, Bhadra memegang tangan Catherine dan berjalan menuju ke sebuah ruangan.
Terdapat pintu besar yang dijaga oleh banyak prajurit, Bhadra pun melewati prajurit tersebut, lalu membuka pintu besar itu.
Bhadra membawa Catherine masuk ke sana, di dalam ruangan itu ada dua buah kursi, ada seorang pria paruh baya yang duduk di sana. Kursi di sebelahnya kosong.
"Kursi sebelahnya kosong, kursi ratu kayaknya" batin Catherine.
Bhadra pun berlutut di depan pria paruh baya tersebut dan diikuti oleh Catherine.
"Terang Abdi bagi Baginda Raja Sri Dharmawangsa Ugrasena" ucap Bhadra dengan hormat.
"Terang Abdi bagi Anak Agung Bhadra Danendra, ada apa sehingga kau datang kemari?"
"Mohon ampun, kemarin saya menemukan perempuan asing ini di hutan, Baginda" jawab Bhadra.
"Wahai perempuan, siapa namamu?" Tanya Raja.
"Mohon ampun, nama saya Ni Gusti Candra Catherine Yudistia, Baginda bisa memanggil saya Yudistia" jawab Catherine.
"Baiklah Yudistia, kau berasal dari kerajaan mana?" tanya Raja.
Catherine tak tau harus menjawab apa, ia pun melirik Bhadra.
"Mohon ampun, perempuan ini tak mengingat tanah kelahirannya" ucap Bhadra.
Setelah raja menanyakan beberapa pertanyaan, Bhadra pun langsung membawa Catherine keluar.
"Kupikir bakalan dieksekusi" pikir Catherine.
"Yudistia, tunggu disini dulu, aku ada urusan sebentar" kata Bhadra.
"Baiklah, aku tunggu di sini" jawab Catherine sambil menyandarkan badannya di sebuah pilar penyangga puri.
Gadis tersebut menatap sekelilingnya, dilihatnya ada beberapa dayang dan prajurit yang berlalu-lalang.
"Apa yang direncanakan oleh Sang Hyang Widhi?" gumam Catherine.
TBC
-Revisi beberapa bagian tadi
-Semoga suka.
-Aku cuma suka tema nusantara, makanya bikin cerita kek gini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top