Chapter 1
Thomas, ingatlah untuk selalu menghormati setiap perempuan. Karena peradaban selalu dimulai dari seorang perempuan.
Duke of Gordon ke-X.
_________________________________________
Thomas menyipit menatap kincir angin kecil yang berputar dengan kencang di atas sebuah kapel gereja. Ia lalu mendongak dan melihat langit yang berwarna biru yang bersih dari awan.
Mulutnya lalu mencebik muram dan merasakan atmosfer yang kering di sekelilingnya.
Badai akan datang nanti malam, dan ia tidak menyukainya.
Ia lalu melirik Matthew yang sedang berbicara dengan seseorang dari toko roti. Mencari tahu kapan rombongan Puppets Theater akan sampai ke kota Bath. Mereka, atau lebih tepatnya Thomas, perlu bertemu dengan rombongan theater itu. Menyelesaikan yang harus diselesaikan sebelum kembali ke kota London.
Ketika dia sedang berkonsentrasi untuk merancang apa yang akan dia lakukan, suara pekikkan mengejutkannya. Tatapannya langsung terfokus kepada seorang wanita yang sepertinya berusia akhir dua puluhan yang sedang menatap cemas ke atas sebuah pohon oak yang menjulang tinggi.
"Kumohon turunlah, Miss. Biarkan Hugo yang membawa Mrs. Hudson turun," pinta suara itu dengan nada memelas. Wajahnya terlihat pias dan membuat wajahnya seperti kehilangan setengah umurnya.
Thomas lalu mengikuti arah pandangan wanita itu. Mendongak ke atas dan menemukan gaun berwarna kuning kenari yang berkibar di sela-sela hijaunya daun-daun oak.
"Oh, hentikan Wilda. Kau bisa menakut-nakuti Mrs. Hudson- Oh Mrs. Hudson! Berhenti di sana dan jangan berani-berani melangkah lebih jauh!" hardik gadis itu dengan keras. Yang nyatanya lebih menakutkan daripada cicitan dari seseorang yang gadis itu panggil sebagai Wilda. Seolah seekor kucing berbulu hitam dan putih itu mengerti apa yang gadis itu katakan, Mrs. Hudson malah berangsur menjauh. Membuat gadis bergaun kuning kenari itu mendengkus jengkel dan semakin memanjat naik ke pohon.
Kaki-kakinya dengan leluasa memijak tonjolan-tonjolan di batang pohon. Membuatnya semakin menjauhi tanah dan makin membuat sang wanita yang berada di bawah pohon –yang Thomas yakini adalah pelayan gadis itu— semakin memekik karena khawatir.
Thomas mengamati keduanya dengan tertarik. Berjalan semakin mendekat ke arah mereka yang sebelumnya tertutupi oleh tembok tinggi. Mungkin karena keberadaan tembok inilah sehingga sang gadis dengan percaya diri memanjat pohon tanpa rasa khawatir akan pandangan masyarakat kepadanya.
Thomas lalu menyipit. Menyadari surai pirang keemasan yang dikepang di bagian belakang. Kulit gadis itu yang berwarna seperti gading dan lekuk tubuhnya yang ramping. Kaki-kakinya terlihat yakin dan ketika ia hampir terpeleset karena salah menginjak tonjolan pohon tersebut, Thomas bisa mendengar pekikkan dari sang pelayan yang membuatnya mengernyit.
"Milady!"
"Stss. Diam Wilda! Harus kukatakan berapa kali bahwa kau tidak boleh memanggilku seperti itu!" bisik sang gadis dengan desisan. Matanya terlihat jengkel dan ia menengok ke kanan dan kiri sementara Thomas langsung bersembunyi ke belakang semak-semak. Tetap mengamati sang gadis yang kini menghela napas lega.
"Kau tidak boleh mengulanginya lagi. Mengerti?"
Wilda mengangguk tanpa suara. Namun wajahnya masih terlihat pias.
Satu sudut bibir Thomas terangkat. Membayangkan wajah sang pelayan yang akan selalu pias jika sang majikan bertingkah seperti nona mudanya itu. Dan, oh! Keberuntungan apa yang Thomas dengar tadi?
Milady?
Senyum Thomas semakin merekah. Menyadari bahwa di sini ia bisa bertemu dengan bangsawan lainnya yang sedang menyembunyikan identitasnya. Di kota ini, Thomas sedang ingin membongkar penyamaran dua orang kenalannya. Jadi, apa salahnya jika ia membongkar identitas asli gadis itu?
Informasi mengenai gadis itu mungkin saja berguna untuknya di kemudian hari dan Thomas tidak pernah menyia-nyiakan peluang yang ada.
Lalu terdengar lagi suara pekikkan yang lebih keras. Kemudian, seperti gerakan yang diputar dengan perlahan, Thomas melihat tubuh sang gadis yang tampak limbung dan suara geraman dari kucing hitam putih itu. Ditambah pula suara pekikkan keras dari sang pelayan dan Thomas tahu bahwa bisa saja, gadis itu terjatuh dan membuat lehernya patah.
Tanpa persiapan, Thomas bergerak maju dengan cepat. Mencoba menangkap tubuh gadis itu alih-alih sebelum ia siap, tubuhnya telah tertimpa dengan beban dari gadis itu. Membuat mereka terjatuh dengan Thomas yang terkapar dan ditindih oleh tubuh lembut beraroma jeruk dan madu. Yang Thomas sadari kemudian, ia merasakan luka di punggungnya yang kembali terbuka dan membuat satu erangan keluar dari mulutnya. Tubuh gadis itu lalu bergerak di atasnya. Lutut sang gadis tanpa sengaja menekan sesuatu di antara kedua pahanya dan membuat Thomas semakin mengerang.
"Ya Tuhan! Ya Tuhan. Apa yang terjadi?" kata gadis itu dengan panik. Untungnya ia segera bangkit dan berdiri. Menatap Wilda yang sudah berdiri dengan lemas dan berpegang dengan batang pohon oak yang kokoh.
"Sir. Kau tidak apa-apa, Sir?" tanya gadis itu memburu. Ia lalu berjongkok di sebelah Thomas. Memeriksa dengan mata dan tangannya keadaan Thomas yang segera ditampik Thomas sedemikian rupa. Saat ini bukan waktu yang tepat bagi jari-jari lentik itu untuk menyentuhnya. Apalagi keadaan tubuhnya di bawah sana sedang berdenyut dan membuat Thomas kesal bukan main.
"Oh tidak! Dia terluka!" pekik gadis itu lagi. Membuat pelayannya segera mendatangi mereka dan mengumpulkan lagi seluruh tenaganya.
"Saya akan memanggil Hugo kemari," katanya dengan cepat dan ia segera meninggalkan Thomas yang sudah duduk di atas tanah bersama gadis itu.
Gadis itu kembali ingin menyentuh Thomas yang segera mendapatkan delikan darinya kemudian. "Aku tidak apa-apa dan tidak terluka!"
"Kau terluka!"
Thomas memang merasa bahwa luka di punggungnya kembali terbuka. Tetapi dia sangat yakin bahwa tidak ada luka lain yang mungkin terlihat oleh gadis itu. Karena itulah dia dengan keras kepala mengatakan, "Tidak. Aku sama sekali tidak terluka."
Thomas lalu bangkit berdiri. Mengabaikan denyutan kecil di antara kedua pahanya yang kemudian dia abaikan dan berusaha memfokuskan kepada luka di punggungnya.
Oh, itu benar-benar menyakitkan.
"Sir. Percaya atau tidak, tapi kau benar-benar terluka," kata gadis itu dengan kukuh. "Wilda sedang memanggil Hugo dan dia adalah dokter terbaik yang bisa kutawarkan kepadamu saat ini. Dia adalah murid terbaik dari dokter Ruthbone yang terkenal itu."
Oh dear. Seandainya gadis itu tahu bahwa dokter Ruthbone adalah kawan Thomas.
"Aku baik-baik saja," tegas Thomas sekali lagi. Denyutan rasa sakit di punggungnya kembali terasa dan ia berpikir bahwa secepatnya ia harus bertemu dengan kawan yang merupakan dokter terbaik itu.
"Sir! Kau terluka! Aku mencium bau darah darimu dan aku tahu bahwa secepatnya kau harus diobati!" bentak gadis itu dengan tidak sabar.
Untuk sekejap, suasana menjadi hening. Otak Thomas bertanya-tanya mengenai pernyataan yang gadis itu sampaikan. Mencium bau darah? Memangnya dia seekor hiu, anjing pelacak, atau vampir?
Thomas ingin menyuarakan pikiran konyolnya yang untungnya disela oleh suara mengeong dari seekor kucing yang dirinya tahu bernama Mrs. Hudson. Gadis itu segera mencari sosok kucing nakal itu yang kini sedang berputar-putar mengelilingi pohon oak sembari mengejar kupu-kupu berwarna putih. "Oh, ini gara-gara kau, Mrs. Hudson! Tunggu saja dan lihat sampai aku melaporkannya kepada Joanna," gerutu gadis itu tanpa sadar.
Satu alis Thomas tertarik ke atas. Menyadari sebuah nama yang gadis itu ucapkan tanpa sadar.
"Joanna-"
"Oh, dia adalah pemilik kucing nakal itu," gadis itu lalu menengok ke kanan dan ke kiri sebelum ia mendekatkan tubuhnya ke arah Thomas dan berbisik di telinganya. "Joanna adalah aktris di Puppet Theatre. Dan jika kau tahu, dia memiliki nama panggung Jennifer Winter. Kau pasti tahu dia, kan?"
Tubuh Thomas menegang karena dua hal. Yang pertama, gadis di depannya mengenal dengan Joanna yang ia cari dan yang kedua, karena wangi dari tubuh gadis itu yang merayu indra penciuman Thomas dan serta merta membuat bagian di antara kakinya kembali berdeyut nyeri.
"Mengapa Hugo sangat lama," gerutu gadis itu lagi sembari menjauhkan tubuhnya. Ia lalu mengambil Mrs. Hudson dan memeluknya. Kemudian, seakan kesadaran masuk ke dalam otaknya, ia terdiam untuk berapa lama.
"Kita harus menemui dokter Ruthbone. Hugo sedang melakukan ujian dengannya dan aku tidak mungkin menunggunya untuk selesai kemudian baru mengobatimu, Sir." Gadis itu lalu mengerjap. "Ya Tuhan! Aku bahkan lupa dengan lukamu dan malah mengatakan hal yang tidak penting." Gadis itu lalu menatap Thomas dengan permintaan maaf bersamaan dengan kedatangan pelayannya --yang bernama Wilda-- seorang diri.
"Miss-"
Gadis itu mendekati Wilda. Memberikan Mrs. Hudson kepadanya dan segera kembali kepada Thomas. Dengan satu tarikan, gadis itu mengambil tangan Thomas. Menggenggamnya dan segera menyeretnya pergi yang menimbulkan pekikkan tidak setuju dari pelayannya.
"Miss!"
"Aku akan menemui dokter Ruthbone dan akan kembali nanti sore," teriaknya seraya masih menyeret Thomas yang anehnya, menurut ketika jemari lentik itu membawanya.
Gadis itu lalu menghentikan kereta kuda sewaan yang melewati mereka. Naik ke dalamnya bersama dengan Thomas dan menyebutkan alamat dokter Ruhtbone yang sudah ia happal di luar kepala.
"Sepertinya kau akrab dengan dokter yang terkenal itu?" kata Thomas dengan tangan yang masih dalam genggaman gadis itu. Thomas menyadarinya, namun entah mengapa tidak berusaha melepasnya alih-alih berusaha membuat sang gadis memberikan informasi mengenai dirinya.
"Ya, aku lumayan sering bertemu dengan beliau, Sir," katanya sebelum ia kembali terdiam untuk sejenak. "Kita belum berkenalan!" pekiknya lagi. "Kumohon jangan berpikir bahwa kau sedang diculik karena gadis lemah sepertiku tidak akan sanggup menculikmu," katanya dengan diakhiri dengan tawa yang berderai.
Thomas memicingkan matanya. Kata lemah dan gadis itu sungguh tidak pantas disandingkan dalam satu kalimat yang sama. Apalagi dengan vitalitas kuat yang seolah menguar dari dirinya, sungguh sebuah lelucon yang mengatakan bahwa gadis itu lemah. Dalam imaji terliar Thomas, ia bahkan bisa membayangkan bagaimana gadis itu bisa melawan perampok gunung yang sebelummnya ia hadapi dan gadis itu pasti akan menang.
"Namaku Analise Collins. Orang-orang memanggilku Ana, atau Elise, atau Ane," katanya lagi sembari tertawa. "Siapa namamu, Sir?"
Thomas menatap wajah Analise. Mengingat-ngingat keluarga bangsawan bernama Collins dengan putri mereka yang bernama Analise. Satu sudut otaknya menyimpan mengenai keluarga Collins dan ia sepertinya harus berusaha menggalinya lebih dalam. Namun gadis itu kembali merongrongnya. Memaksanya memberikan namanya dan tidak membiarkan dia memiliki waktu untuk berpikir.
"Sir? Namamu, adalah?" tanya Analise lagi-lagi dengan tidak sabar.
"Kau bisa berhenti bertanya siapa namaku, Miss," kata Thomas dengan jengkel. Ia lalu menarik napas panjang. Lagi-lagi sedikit meringis ketika kereta kuda yang bergoyang membuat punggungnya menyentuh sandaran kursi kereta. Tetapi rasa sakit itu sepertinya tidak mengurangi sifat cerdik Thomas karena dalam kondisi seperti itu pun, Thomas tahu bagaimana seharusnya ia bersikap.
"Namaku Thomas William," Hardy. Duke of Wellington. Tambahnya di dalam hati. Setidaknya ia akan menyembunyikan statusnya sampai saat yang tepat datang. Atau sampai dia mengetahui siapa sebenarnya gadis itu.
Yang manapun, Thomas bisa bersabar untuk melihat reaksi dari gadis bangsawan yang tidak ingin diketahui statusnya.
***
Ps.
Vommen jangan lupa yaa.
Saya, saya fans Thomas! 😆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top