64 - Nothing to Lose

Sampai perawat datang lagi untuk memberitahukan hasil tes darahku, Killian juga masih belum kembali.

Aku tidak berusaha meneleponnya lagi. Sebosan-bosannya aku berada di sini sendirian, lebih bosan lagi aku mendengar suara operator yang sama berulang-ulang. Tidak biasanya dia tidak mengabariku seperti ini. Aku terus berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi padanya, dan ponselnya hanya sedang mati sebelum sempat mengabariku. Memang selama Killian di sini aku tidak sempat melihat ponselnya tersambung ke kabel pengisi daya. Atau mungkin dia melakukannya saat aku tidur, aku tidak tahu juga.

Aku sering mengeluh tentang betapa risi menerima perhatian Killian yang berlebihan saat aku sedang sakit. Dia benar-benar membuatku kewalahan. Namun, hari ini aku merasa tidak biasa dengan ketidakhadirannya di sebelahku ketika perutku tiba-tiba terasa keram. Rasanya berbeda dan aku kesepian. Killian selalu memaksa untuk tetap berada di sebelahku meski aku memintanya pergi sekalipun. Bahkan jika dia mau pergi, dia punya alasan yang bagus dan segera kembali setelahnya. Sebetulnya tidak masalah kalau dia ingin pergi lama-lama, tetapi kuharap ada kabar darinya agar aku tidak perlu tercekik oleh rasa khawatir.

Satu lagi, aku tidak suka berada di rumah sakit sendirian.

Aku memejamkan mata lagi. Setelah menghabiskan sisa salad buah yang dibelikan Killian hari ini, rasa kantuk mulai menghampiriku. Ini sudah malam, tetapi aku tidak biasa tidur di bawah pukul sembilan jika bukan karena kondisiku yang tidak bagus. Mengkhawatirkan Killian terus tidak akan ada habisnya. Bukan tidak mungkin jika dia sedang menemui Gabby dan berusaha memperbaiki hubungan mereka.

Ya, benar. Aku baru memikirkan soal itu dan hatiku tertampar. Kenyataan bisa terasa lebih pahit dari rasa obat. Makin kupikirkan, rasa khawatir itu perlahan-lahan lenyap, menyisakan sakit. Rasanya seperti pembodohan ketika aku terus berusaha menghubunginya. Dan ketika aku hampir terlelap, pintu ruanganku terbuka. Tidak ada ketukan di pintu atau kata-kata permisi sebelumnya, sudah pasti itu Killian. Langit-langit ruangan lebih menarik untuk dipandang ketimbang dia menghampiriku.

Rupanya tidak hanya Killian yang datang, tetapi aroma dari sup daging juga. Aku menahan diri untuk tidak terlihat tertarik meski itu sungguh menggugah selera, apalagi aku belum makan malam.

"Allen sudah pergi?" Pertanyaan macam apa yang dia lontarkan itu? Bukankah setidaknya dia bertanya bagaimana yang kurasakan, atau apakah aku sudah makan, atau berkata maaf karena meninggalkanku terlalu lama. Killian sungguh menyebalkan di saat-saat seperti ini.

"Ada yang lebih bertanggung jawab untuk mengurusku." Aku menjawabnya agak ketus. Mengkhawatirkannya benar-benar sia-sia. Kukira aku akan merasa lega begitu dia datang dalam keadaan baik-baik saja. Itu membuktikan bahwa tidak ada hal buruk terjadi padanya.

"Oh?" Hanya itu reaksinya. Aku terpaksa menatapnya saat sedang mengeluarkan dua stoples plastik bening berisi sup daging dari dalam tas karton yang dibawanya untuk diletakkan ke atas meja. Pakaiannya sudah berganti. Dia mungkin mampir pulang untuk membersihkan diri tadi, tetapi Killian makin tidak seperti dirinya hari ini. Aku ingin bertanya apakah sesuatu terjadi, tetapi mulutku tetap bungkam.

"Kupikir dia akan memanfaatkan waktu bersamamu dengan sangat baik. Aku memberinya kesempatan, tapi dia pergi tanpa menungguku kembali." Sebelah sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk senyum yang agak meremehkan. Aku tidak tahu kenapa dia bersikap begitu, tetapi itu berhasil menggangguku.

"Kau menyebalkan, Killian. Aku membencimu. Kau pulang saja kalau tidak mau menemaniku di sini." Kalau tahu dia akan seperti ini, lebih baik tidak datang sekalian. Tidur di rumah, atau menginap di tempat Gabby hitung-hitung untuk mengganti waktu mereka yang tersita untuk mengurusku. "Ponselmu tidak bisa dihubungi, aku mencoba menelepon berkali-kali. Aku sudah khawatir setengah mati kalau sesuatu terjadi padamu, tapi kau malah seperti ini."

Ini mungkin terkesan kekanakan, tetapi aku memalingkan muka setelah cukup banyak bicara, menghindar menatap Killian. Kemudian dua tanganku berada di atas selimut, menekannya sedikit erat sebagai bentuk penolakan lebih awal sebelum dia berusaha meraih tanganku. "Sungguh, seharusnya bilang saja kalau mau keluar dalam waktu lama agar aku tidak perlu khawatir berlebih. Itu menambah beban pikiranku saja, tahu!"

Aku jadi sangat sensitif, sepertinya sisa-sisa dari peningkatan hormon saat hamil masih belum sepenuhnya kembali normal. Aku tidak ingin bersikap seperti ini, tetapi rasanya seperti ada gejolak yang harus kukeluarkan.

"Maafkan aku, Ana." Benar dia berusaha meraih tanganku, tetapi aku langsung mengeratkan kepalan pada selimut. Dia tidak jadi melakukannya. "Ponselku di mobil, tanpa daya. Setelah mengurus beberapa hal, aku lupa tidak membawanya ke rumah untuk diisi daya saat membersihkan diri. Dan ... aku hanya bermaksud memberi pria itu kesempatan. Aku berusaha memberi kalian waktu."

Apa katanya? Berusaha?

Satu hal yang tidak bisa Killian hilangkan sejak dulu adalah kesan bahwa dia bisa mengontrol siapa pun yang boleh dekat denganku. Dia menganggap dirinya sebagai penyeleksi untuk siapa pun yang berusaha mendekatiku tanpa ada dasar yang mewajarkan tindakannya. Aku bahkan tidak memintanya melakukan itu. Kemurahan hati yang disebut-sebutnya sebagai bentuk penjagaan makin tidak masuk akal saja dari hari ke hari. Kalau saja dia melakukan itu karena sesuatu yang lain, aku mungkin bisa menerimanya.

"Kurasa itu tidak adil untuknya."

Killian memandangku dengan kerutan di dahinya.

"Memangnya apa yang bisa dia lakukan dengan orang sakit? Dia tidak bisa merayu, tidak bisa memuji, tidak bisa membicarakan hal lain selain kondisiku. Bahkan seandainya dia melakukan sesuatu yang menyenangkan pun, aku belum tentu tersanjung karena situasi ini." Aku mengangkat tanganku yang dipasangi infus seakan-akan Killian tidak bisa melihat itu.

"Dia bisa mengambil hatimu dari caranya memberimu perhatian. Setidaknya kau akan melihat sebesar apa dia berusaha." Killian duduk di pinggiran ranjang menghadapku. "Sisanya terserahmu, Ana."

"Kau mau tahu sesuatu? Tidak ada yang lebih baik darimu saat mengurus orang sakit. Perlakuannya tidak akan membuatku tersipu karena sahabatku sendiri melakukannya jauh lebih baik." Sial sekali, mataku harus terasa panas di saat-saat seperti ini. Baru ditinggalnya selama beberapa jam saja aku sudah gelisah, bagaimana kalau dia tidak akan ada di sampingku lagi saat sakit? Aku tidak sadar bahwa aku akan membutuhkannya sebelum tahu bahwa akan ada perpisahan di antara kami.

Killian beranjak dari ranjang untuk menghampiriku. Sebelah tanganku dibungkusnya dalam dua telapak tangannya yang dingin. Ya, dingin, tetapi itu terasa hangat di dadaku.

"Tapi apa kau tahu, bercerai adalah satu-satunya cara untuk memberi Allen kesempatan. Kalau kau memang sebaik itu, mari kita lakukan segera setelah aku dibolehkan pulang dari sini, Killian."

•••

Setelah tiga hari pascakuretase, aku diizinkan pulang. Kadar hemoglobinku sudah mendekati normal, dokter berpesan agar aku lebih banyak mengkonsumsi makanan-makanan yang mampu meningkatkan proses pembentukan darah. Selain itu, aku tetap diminta beristirahat setidaknya selama sepuluh hari ke depan untuk memulihkan sisa kuretase. Aku tidak boleh terlalu banyak beraktivitas, termasuk mengemudi. Benar-benar harus istirahat dan tidak pergi ke mana pun seorang diri.

Killian hampir mengambil cuti lagi untuk menjagaku, karena dia seakan-akan mampu membaca pikiranku untuk pergi ke Macy's setelah tiga hari beristirahat di rumah. Namun, aku tidak mungkin membiarkan itu terjadi. Dia sudah terlalu banyak libur dan aku tidak ingin itu memengaruhi kinerjanya di kantor. Dia mencintai pekerjaannya, jadi aku tidak mau dia kehilangan itu. Aku bahkan berjanji tidak akan pergi ke mana-mana agar dia bisa meninggalkanku dengan tenang.

Aku tidak bosan sendirian di rumah, sungguh. Rasanya jelas jauh berbeda dengan saat aku di rumah sakit. Di rumah, aku bisa melakukan banyak hal jika merasa bosan. Kemarin saja aku meminta Emma dan yang lainnya mampir dan menemaniku makan malam di rumah karena Killian lembur. Tidak hanya itu, kedatangan mereka kuperlukan untuk membicarakan tentang perkembangan tenant sekaligus mengatur strategi di masa mendatang. Emma bilang akhir-akhir ini sepi, jadi kami perlu mengatur rencana promosi dan cara untuk memancing kedatangan pelanggan baru.

Hari ini terhitung sudah seminggu aku istirahat di rumah. Dengan ditemani tayangan kartun di TV, aku menunggu Killian pulang. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padanya, yang mana sudah kukerjakan selama seharian ini. Seperti biasa, tidak peduli semenyebalkan apa dia saat di rumah sakit kemarin, hubungan kami kembali membaik setelah mendapat satu tidur yang cukup. Aku sadar masih membutuhkannya, dan hanya dia yang paling bisa diandalkan. Maksudku, di situasi seperti ini kalau bukan dia, memangnya aku harus merengek pada siapa?

Kilian akhirnya datang. Namun, aku tetap diam sampai akhirnya dia sendiri yang datang menghampiriku.

"Bagaimana kondisimu hari ini?" Dia tidak absen menanyakan ini setiap kali pulang bekerja sejak aku kembali dari rumah sakit. Aku tidak tahu sampai kapan dia akan melakukannya, tetapi jujur saja  Tangannya pun ikut menyentuh pipi atau dahiku, sekadar memastikan apakah aku demam atau tidak.

"Keram perutku datang dua kali hari ini, tapi tidak begitu mengganggu."

"Pusing?"

"Sedikit tadi siang."

Killian hanya mengangguk. Wajahnya tampak lelah, sampai-sampai aku menjadi ragu untuk memperlihatkan apa yang sudah kupersiapkan hari ini. Lebam di wajahnya sudah hilang, benar-benar tidak berbekas hari ini.

"Kau mau mengatakan sesuatu?" Killian menarik lepas dasinya sambil berjalan memutari sofa sampai pantatnya mendarat di sebelahku. Terdengar suara gesekan benda plastik dengan kertas setelahnya. Killian menindih berkas milikku. "Apa ini?" Dia bertanya sebelum map plastik yang didudukinya berpindah ke tangannya.

Akhirnya, aku tidak perlu mengulur waktu lagi.

"Aku mencari informasi tentang perceraian, dan akhirnya kutemukan kalau kita hanya bisa bercerai di California. Karena tidak ada masalah serius dalam rumah tangga, kita bisa berpisah atas dasar ketidakcocokan satu sama lain. Well, maksudku, sesuatu yang disepakati bersama. Kita akan mengirimkan surat pengajuan yang ditandatangani bersama di atas materai. Aku sudah, sekarang giliranmu." Penuturan yang panjang dan tanpa jeda itu kuakhiri dengan seulas senyum. Aku sudah melakukan pencarian tentang ini selama beberapa hari ke belakang, dan sekarang sungguh melegakan rasanya setelah masa-masa pencarian itu ditutup dengan menyampaikannya tanpa keraguan pada Killian.

Killian mengeluarkan isi dari map tersebut dengan tergesa-gesa sebelum membacanya dengan wajah masam. Tidak, ketimbang masam, itu lebih seperti kecewa. Keningnya berkerut-kerut ketika membaca kalimat per kalimat tulisan di sana. Jelas itu bukan reaksi yang bagus. Dia tidak merasakan euforia kebebasan seperti yang kurasakan.

"Omong kosong macam apa ini?" Dia membanting kertas itu beserta mapnya ke atas meja, kemudian menatapku dengan nyalang. "Aku tidak setuju kita bercerai." Jari-jarinya yang panjang menelusuri helai-helai rambut yang sudah agak kering dan berantakan. Frustrasi adalah satu kata yang menggambarkan kondisinya saat ini. "Kau yakin soal berpisah?"

Aku duduk lebih tegak menghadap TV, berpaling dari tatapannya yang menjadi lebih lembut. Terkadang aku juga masih mempertanyakan apakah aku sudah yakin, sudah siap, dan berjanji tidak akan mencarinya ketika sesuatu terjadi. Ketika aku tidak mampu menemukan jawabannya, wajah Gabby muncul. Tidak hanya itu, tetapi adegan saat di Halloween Macy's juga membayang di kepala. Alasan itu yang menjadi dasar keputusanku. Senyum Killian, meski dengan lampu yang temaram, masih bisa terpancar betapa dia sangat bahagia. Tidak mungkin aku merusaknya.

"Kenapa tidak? Kita tidak punya sesuatu yang bisa menjadi alasan untuk mempertahankan pernikahan kita, Killian. Tidak ada." Aku memijat pelipis tanpa alasan. "Ini untuk kita berdua."

Tanpa disangka, Killian menjatuhkan kepalanya di bahuku. Dalam jarak sedekat ini, aroma tubuhnya menguar lebih banyak. Tidak peduli meski sudah seharian bekerja, Killian selalu memastikan aroma tubuhnya tetap wangi. Aku tidak harus mengusirnya meski sedang menempel seperti sekarang ini. Kukira dia akan mengatakan sesuatu, tetapi hanya embusan napasnya yang lama-lama terdengar menjadi lebih teratur. Aku sempat dia berpikir dia tidur, tetapi dia tiba-tiba mendengkus.

"Apa tidak bisa menunggu sampai kau sembuh total?"

"Aku tidak sakit."

Hati memang sering tidak sejalan dengan pikiran. Aku terus memikirkan dan menantikan perceraian kami, tetapi hati ini justru merasa kecewa ketika Killian tidak berusaha memberikan alasan yang bagus untuk tetap mempertahankan pernikahan kami. Dia terlalu banyak membuatku kecewa meski tidak sepenuhnya dia yang bersalah.

"Lebih cepat lebih baik. Kau juga harus memperbaiki hubunganmu dengan Gabby, 'kan? Dia tidak akan menamparmu jika kalian baik-baik saja."

"Kau tidak perlu mengingatkan soal itu." Tubuhnya menjadi tegak lagi. Dia mengambil kembali berkas yang sebelumnya dia ambil. Aku bisa merasakan suasana hatinya makin buruk meski hanya melihat dari sudut mata. Aku tidak tahu apa yang salah, apakah karena aku terus memaksa, atau karena aku mengingatkan dia tentang hubungannya dengan Gabby. Aku memang belum mendengar apa pun tentang hubungan mereka sejak keluar dari rumah sakit. Killian sudah tidak banyak membicarakan tentang hubungannya lagi seperti dulu. "Berkas ini tidak akan bisa diajukan tanpa tanda tanganku, bukan? Kalau begitu tunggulah."

Ketika Killian beranjak pergi, kekosongan itu baru kurasakan. Pengaruh kehadirannya menjadi begitu besar. Sesuatu memang akan terasa lebih berharga ketika ia pergi. Dan bagiku, Killian bukan sekadar seorang teman yang sangat baik, dia adalah suami yang kucintai. Aku pun takut kehilangan dia. Namun, pada dasarnya kami tidak saling memiliki. Berpisah atau tidak, rasa kehilangan itu seharusnya tidak pernah ada.

•••

Merasa sudah jauh lebih baik di hari kesepuluh beristirahat, aku mulai membersihkan rumah sendiri. Tidak terlalu berat, hanya memeriksa isi tempat sampah atau membersihkan debu-debu yang mungkin menyelimuti lantai atau barang-barang di rumah. Selama aku beristirahat di rumah, Killian sudah tiga kali memanggil jasa kebersihan untuk membersihkan secara menyeluruh rumah kami, termasuk bagian-bagian yang tidak setiap hari kami bersihkan. Dia benar-benar memastikan aku tidak perlu melakukan apa-apa, tetapi aku tetap memasak sesuatu yang ringan untuk kami. Tidak mungkin aku hanya diam berbaring sambil menonton film seharian, bahkan menggambar gaun terus-menerus pun bisa membuatku bosan. Kabar baiknya, aku berhasil menyelesaikan satu gaun pribadi yang agak rumit di bagian di studioku. Aku berpikir akan memakainya di hari spesial suatu saat nanti.

Hari ini Killian berangkat terburu-buru karena ada panggilan dinas mendadak di luar kota. Salah satu karyawan yang ditugaskan tidak jadi berangkat karena istrinya akan melahirkan anak pertama mereka pagi ini. Akhirnya Killian yang ditugaskan untuk pergi selama lima hari ke depan. Karena terburu-buru, kamar Killian sekarang jadi berantakan. Kasurnya tidak dirapikan, piamanya berceceran di depan pintu kamar mandi, kemejanya ikut terjatuh di depan lemari sisa dari mengepak baju-bajunya ke dalam koper. Aku bahkan tidak sempat membantunya karena bangun agak siang hari ini.

Setelah merapikan kamar Killian, aku duduk sebentar di kasurnya sekadar untuk beristirahat. Kamar memang selalu menggambarkan kepribadian pemiliknya. Killian tidak suka kamarnya dipenuhi dekorasi yang tidak berarti, furniturnya didesain minimalis. Dia lebih suka lampu yang sudah didesain artistik ketimbang memasang pernak-pernik tambahan. Satu-satunya dekorasi yang mengisi salah satu sisi dindingnya hanya kolase foto-foto kami dalam pigura besar. Kupikir hampir semua foto kami bersama ada di sana, tetapi tidak ada foto saat kami menikah. Itu membuktikan bahwa momen tersebut tidak begitu berarti untuknya. Pernikahan kami didasari atas keinginan orang tua dan kami hanya berbuat baik dengan mewujudkannya.

Sebagai seseorang yang penuh persiapan, salah satu laci nakas Killian diisi dengan beberapa botol air mineral dan di atasnya terdapat teko listrik untuk memanaskan air. Killian punya kebiasaan minum air hangat jika tiba-tiba terbangun di malam hari. Kalau aku punya kebiasaan seperti Killian, aku juga akan menyediakannya di kamar daripada harus berjalan ke dapur.

Terakhir sebelum keluar, aku meraih satu botol kosong di atas nakas dan berjalan menuju tempat sampah yang ada di sini. Bukan untuk membuang botol tadi, tetapi ingin mengeluarkan isinya untuk dibuang keluar. Namun, saat kubuka tutupnya, aku menemukan gumpalan kertas. Aku tidak akan tahu kalau kertas itu merupakan pengajuan perceraian yang sudah kutandatangani seandainya tidak ada map plastikku juga di dalam sama. Dia membuangnya tanpa kutahu apa alasan yang mendasarinya.

Aku tidak sepenuhnya terkejut. Killian memang cenderung membuang hal-hal yang tidak begitu diperlukannya agar tidak memenuhi personal space-nya. Salah satunya ini, dia tidak menginginkan perceraian kami terjadi dan membuangnya begitu saja. Karena sudah menduga akan seperti ini, aku mencetak surat pengajuannya beberapa kali dan tidak peduli jika harus membeli banyak materai. Aku tidak akan berhenti sampai dia bosan dan turut membubuhkan tanda tangannya.

Aku mengambil gumpalan kertas itu beserta mapnya, kemudian bersama botol kosong tadi aku memasukkannya ke plastik sampah yang kuletakkan sebelumnya di depan kamar Killian. Tempat sampah di kamar Killian adalah yang terakhir kuperiksa, setelah ini aku akan membawanya ke luar untuk dibuang.

Mungkin aku sedang tidak bernasib bagus hari ini. Karena begitu pintu depan kubuka, seseorang yang tidak ingin kutemui justru datang bertamu. Beruntungnya, aku sudah tidak hamil dan aroma parfumnya tidak lagi membuatku mual.

"Kalau kau mencari Killian, dia tidak ada sampai beberapa hari ke depan." Bukan sapaan yang ramah, tetapi sebisa mungkin nada bicaraku tidak terdengar ketus. Aku bahkan membubuhkan senyum tipis di akhir.

Dia menggeleng. "Aku tahu, tepatnya lebih tahu darimu soal itu." Rasa percaya dirinya yang tinggi sebagai kekasih Killian ingin sekali kuacungi jempol. "Aku datang untuk bertemu denganmu, bisa kita bicara?"

•••

Akhirnya bisa update lagi :)

See you on the next chapter
Lots of Love, Tuteyoo
6 September 2023 (waktu WITA)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top