Forbidden

"Huruf apa ini?" Sophie mendekatkan hidungnya pada ukiran yang tertatah pada sebuah batu besar.

"Aku juga tak pernah melihatnya," timpal Rene di belakangnya. "Bukan huruf yang dipakai orang-orang Benua Timur, kan?"

"Booodoh!" cemooh Louis. "Huruf yang digunakan di Benua Timur tidak seperti itu, tahu!"

"Apa, sih?!" Sophie berseru sewot. Nyaris saja dia melupakan bahwa praktek penjelajahan belum usai, yang artinya mereka masih harus sekelompok dengan dua kadet unggul yang tidak disukainya.

"Memangnya kau tahu apa soal huruf-huruf Benua Timur?"

Louis hanya mendengkus, lalu tertawa meremehkan pada pertanyaan Sophie, sebagai jawabannya. Sophie pasti sudah menerjang pemuda itu seandainya Rene tidak menahan gadis itu.

"Itu huruf Merian," celetuk Marin yang baru saja tiba.

"Habis dari mana?"

"Memastikan tak ada celah dimensi di sekitar sini. Merepotkan kalau kita harus menggunakan mantra untuk mengejar orang yang tersesat ke dimensi lain lagi."

Sophie merah padam mendengar sindiran itu. Namun peristiwa sebelum ini memang dia yang salah, jadi kali ini gadis itu tidak lagi protes.

"Lalu, apa katanya?" tanya Rene, sekaligus mengalihkan pembicaraan. Semua mata memandang gadis berkulit gelap dengan warna mata biru keperakan itu.

"Bukan hal penting, hanya prasasti penanda lokasi dan waktu saja. Tidak ada kaitannya dengan tugas penjelajahan kita."

"Hanya itu?" keluh Louis. "Sayang sekali, kukira bakal ada cerita seru."

"Kaum Merian tidak punya cerita tertulis."

Kali ini semua perhatian berpusat pada Rene. Bahkan Marin terlihat tak menyangka.

"Aku ... pernah membaca di buku," Rene menambahkan. "Dikatakan Kaum Merian dilarang menulis dongeng dan cerita mereka. Bahkan kisah sejarah dan buku-buku pengetahuan mereka dituliskan oleh bangsa lain."

Mendengar itu, pandangan semua anggota kelompok beralih kembali ke Marin. Seperti meminta konfirmasi atas pernyataan barusan.

"... Itu benar," jawab Marin, tanpa ditanya.

"EH? Sungguhan?!" seru Sophie, tak percaya. "Kenapa ... Kan, aneh? Apa tidak masalah kalau sejarah sampai dituliskan bangsa lain? Bagaimana kal-mmphh!!!"

Rene harus membungkam mulut gadis yang sepertinya bakal menanyakan puluhan hal-hal tak sensitif.

"Tentu saja bermasalah," gumam Marin. "Tapi, apa boleh buat ... Bangsa-bangsa lain sudah terlalu takut pada Kaum Merian yang diberkati oleh unsur air."

Sophie terdiam pada kata-kata yang diucapkan tanpa nada getir sedikit pun itu. Shuei Marin, memang hanya setengah Merian, tetapi pasti dia pernah mengalami pandangan tak menyenangkan karena mewarisi sedikit ciri fisik kaumnya. Bahkan bagi dirinya yang bukan pengguna mantra, anekdot mengenai orang-orang yang terlahir dengan berkat langsung dari unsur alam, sering terdengar.

Tangisan bayi mereka adalah sihir pemanggil, nyanyian adalah jampi-jampi, kata-kata mereka adalah mantra, kesedihan dan amarah mereka adalah kutukan.

Bukan hal yang aneh apabila puisi sederhana, yang dinyanyikan sebagai lagu pengantar tidur pun ditakuti sebagai sihir mantra untuk menguasai satu negara.

"Setelah pulau tempat negara Merian pernah ada, tenggelam akibat bencana hingga kalah perang melawan negara-negara Mainland, seluruh kesenian literatur yang ditulis menggunakan huruf Merian dihancurkan. Sejak itu, kisah-kisah dan dongeng masa lalu dibagi pada beberapa keluarga petinggi untuk dihapalkan, dan hanya diturunkan dari guru ke murid melalui lisan, itu pun sangat terbatas. Beberapa kisah yang tak memiliki penerus, akhirnya hilang."

"Jadi," celetuk Sophie begitu penjelasan dari Marin berakhir. "Sekarang ... sudah tidak ada lagi penulis cerita dari Bangsa Merian? Bagaimana kalau anak-anak ingin membaca dongeng?"

Mungkin karena ekspresinya terlihat memelas, yang lain tertawa geli. Bahkan Marin yang jarang bereaksi, mengulum senyum.

"Yah ... Gampang saja," Louis mengacungkan jempol tinggi-tinggi. "Tulis saja pakai huruf lain!"

Kali ini semua terbahak. Setelah puas tertawa, rombongan kecil itu kembali meneruskan perjalanan mereka menuju poin yang ditunjuk. Hanya Rene yang masih mencuri pandang ke batu bertulis tadi, sebelum dipanggil oleh suara Sophie.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top