Sepertiga Malam
Sayup-sayup matanya mulai terbuka sempurna. Detak jarum jam mulai terdengar lebih nyata di telinga. Futuh terbangun dari tidur manjanya dan beranjak menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tetap terjaga.
Ia kembali ke tempat tidur dan meraih lembaran-lembaran kertas yang tersusun rapi sesuai susunanya. Ia pun mulai membuka lembaran demi lembaran dan membaca lalu menghapal setiap bagiannya. Futuh pun berhenti sejenak, ia mematikan kipas angin di sampingnya. Ia merasa bulu remangnya berdiri karena kedinginan. Terlebih setelah mencuci wajahnya.
Futuh kembali membaca dan melanjutkan hapalannya. Sedetik ia melirik ke arah pintu kamar yang tak ada pintunya. Ujung gorden terbuka begitu saja, padahal tak ada kipas angin di ruang depan, tidak ada orang lain pula di kostan yang mereka tinggali. Dengan secepat lirikannya, Futuh melompat dari tempatnya ia berbaring ke arah kiri dan memeluk tubuh Asha sembari menangis dengan mata terpejam.
Sontak Asha yang sedari tadi tertidur dengan posisi membelakangi Futuh langsung tersentak membuka matanya. Nyawa dan logikanya masih belum menemukan titik temu kenapa ia terbangun dengan posisi seperti itu.
Kepala Asha terasa sakit karena tubuh kecillnya dipeluk erat oleh Futuh. Kepalanya seperti benar-benar habis tertimpa papan tulis, persis cuplikan dalam mimpinya. Sesaat sebelum ia terbangun.
Asha mulai sadar ada yang tidak beres. Ia berusaha menenangkan Futuh dan melepaskan cengkraman kuat di kepalanya. Kepala Asha sudah cukup sakit karena terbangun seperti itu, ditambah lagi dengan cengkraman kuat yang menarik rambutnya.
"Hei bangun! Bangun, bangun! Istigfar!"
Futuh masih menangis dengan mata terpejam. Sementara Asha terus berbicara agar adiknya kembali sadar dan membuka matanya.
"Fut, istigfar! Astagfirullah hallazim, istigfar, baca ayat kursi, bangun!"
Asha menuntun Futuh untuk mengikuti ucapannya, perlahan Futuh pun mulai tenang dan kembali membuka matanya sembari melapalkan bacaan-bacaan istigfar serta do'a lainnya.
"Elo kenapa sih? Mimpi buruk?"
Futuh menjawab pertanyaan Asha hanya dengan menggelengkan kepala.
"Terus kenapa? Kepala gue sakit ni, gue kira mau ketiban papan tulis. Gue lagi mimpi tau, terus dalam mimpinya gue lagi nyapu eh temen gue teriak kalau tuh papan tulis mau jatoh. Eh ternyata, elo."
Futuh mulai tersenyum lebar sembari memeluk guling. Sesekali ia terlihat masih melapalkan do'a-do'a untuk menenangkannya.
Asha tau apa yang terjadi pada adik sepupunya itu. Namun itu hanya perasaannya saja. Ia masih penasaran dengan keadaan sesungguhnya. Sebenarnya apa yang Futuh alami sampai-sampai ia seperti itu.
Asha menenangkan pikirannya dan kembali bertanya. "Elo kenapa sih? Pindah sana, sempit tau!"
Asha mendelik, tapi Futuh tidak bergeming. Asha pun menggeser tubuhnya ke sisi sebelah kanan. Tempat yang sebelumnya Futuh berada.
"Kenapa?"
"Nggak papa," jawabnya singkat sembari berbalik membelakangi Asha.
"Yaudah."
"Besok pagi aja gue ceritain."
***
Keesokan paginya
"Jadi semalem tuh gue liat gordennya kebuka sendiri tau, tuing gitu, bener-bener seperti ada yang buka dari dalem sambil liat ke luar." Futuh menjelaskan sembari merapikan rambutnya dan bangit dari tempat tidur.
Mendengar pernyataan Futuh, Asha pun segera melihat ke ruang depan, ia melihat pintu masih terkunci dengan kunci selot besi, jendelanya pun masih tertutup rapat, terkunci. Tidak ada kipas angin atau tiupan angin dari celah pintu pun tak mungkin bisa membuat gorden itu terbuka begitu saja.
"Kenapa elo nggak cerita semalem?"
"Iya entar elo takut, sebenernya sih guenya yang nggak berani bilang. Terlalu takut, hehe."
***
Jadi cerita pendek ini tuh beneran pernah gue alamin, gue sama adek sepupu gue. Di kostan yang gue tinggalin sampe sekarang. Dan dulu tuh awal-awal emang sering iseng gitu. Katanya, emang ada sesosok nenek-nenek sama yang berbadan gede hitam biasa di gerbang depan. Ada yang pernah liat, next gue ceritain yang itu.
Sebelum kejadian gorden jendela kebuka, gue selalu bilang, "yaudah sih masing-masing aja. Toh juga mereka yang goib udah lebih dulu, gue yanh baru juga nggak mau ganggu, jadi jangan saling ganggu, kalau ada tingkah laku gue yang bikin nggak nyaman ya wajar, kan nggak bisa liat, dan nggak mau liat juga sih." Meski pernah beberapa kali kena erep-erep, ketindihan, atau apalah itu bahasa yang kalian tau. Tapi, denger cerita yang sebenarnya dan fakta yang mendukungnya, saat itu gue merinding sih.
Dan, malam berikutnya pun terjadi sesuatu...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top