Bab 24
sekarang aku suka nulis malem yah, karena emang bener-bener nggak sempet bikin draft dan siap poting di pagi hari.
mohon doanya ya, semoga Allah permudah ursanku, urusan kita semua. Aamiin.
bismillah .. happy reading.
Maaf aku telah lancang
Memiliki rasa pada gadis baik, supel, dan seceria kamu.
10 Januari.
Ku buka lagi lembar berikutnya. Masih berupa tekateki, tapi entah mengapa kau yakin ini untuk Intan.
Bukan aku tak paham
Hanya saja perasaan sahabatku lebih ku utamakan
30 February
Bukan ini yang di maksud Ilham? Aku tak lagi ragu bahwa catatan demi catatan ini semua tentang intan. Ada sesuatu yang menggelitik tapi bukan untuk mengurai senyum, hanya untuk menelan beberapa cairan yang mulai tercekat di ujung tenggorokan.
Krakk.
Pintu berderit, menampilkan sosok pria yang beberapa jam lalu pergi. Segera kututup buku bersampul coklat tua dank u selipkan dibawah buku yang sempat kuambil.
"Lagi apa, Key?" tanyanya sambil berjalan menuju sofa, membaringkan tubuhnya disana.
"Baca buku," jawabku dengan suara lirih. Ada rasa gugup dan takut-takut jika Mas Fhi sampai menghampiriku. Takut ia menemukan buku catatannya meski Ilham bilang kalau aku yang bauka mungkin tidak masalah.
Akhirnya aku bisa bernapas lega saat kelopak matanya mulai mengatup. Kubuka lagi lembar terakhir dan membuka lembar berikutnya.
Bukan aku tak mau berjuang
Hanya saja aku tak mau mimpiku berhenti di tengah jalan
Terlebih bagaimana aku akan menentukan arah tujuan
Jika yang ku usahakan harus tertahan karena aku mendahulukan perasaan
4 Mei
"Mas belie s krim. Ketinggalan di mobil."
Bluk, tak, bub.
"Astaghfirullah, Mas ngagetin aja." Pasalnya dia yang tadinya merem tiba-tiba berdiri dan berkata yang ku sangka orang ngigau.
Dia nyengir dan langsung berlalu. Kepergiannya ku ambil kesempatan untuk mengembalikan buku yang kadang bikin pacu jantungku naik. Lebih baik berhati-hati. Aku bisa membacanya ulang kapan-kapan. Oh, atau bisa kubawa ke rumah? Bagaimana jika sewaktu-waktu Mas Fhi mencari bukunya?
Sebelum buku sampai di tempatnya, ada sesuatu yang jatuh dari dalamnya, membuatku urung mempososkan bukunya dengan tepat. Kuambil kertas yang jatuh dan ternyata kertas yang sama yang ku temukan saat mencuci bajunya. Catatan kecil yang pernah kutulis dan diabadikannya.
Hatiku mencelos. Kalau di ingat betapa bodohnya aku meminta seseorang untuk membuatku jatuh cinta, sedang cinta itu hak hati untuk datang dan pergi. Kita tak bisa memilih mencintai siapa, yang bisa kita pilih adalah akan menerima siapa.
Dan pilihanku jatuh pada Mas Fhi, aku telah memilihnya maka aku harus menerimanya. Perihal cinta biar hati yang menentukannya.
Setelahnya, aku bingung kertas yang jatuh itu ada pada lembar keberapa. Tapi untuk apa aku memusingkan itu, yang terpenting kertas itu harusa ada didalam bukunya.
Tepat saat aku selesai memasukkan kertas dari pinggir tanpa membukanya, Mas Fhi masuk dengan kotak es krim di tangannya. Aku terlambat untuk mengembalikannya, Mas Fhi keburu berjalan ke arahku dan menatapku yang tengah berdiri di depan rak bukunya.
Sudah kubilang buku ini memacukan jantungku lebih cepat dari biasanya. Maka ku harus putar otak bagaimana agar Mas Fhi tidak tahu kalau aku telah membacanya.
Segera ku ubah mimic wajahku agar tak terlihat tegang dan, "Ini buku apa, Mas?" tunjukku dengan lebih mencondongkan buku ke depan saat Mas Fhi tepat berada di sampingku untuk memberikan kotak es krimnya.
Dari tadi aku sibuk menetralisir diri hingga lupa memperhatikan wajah Mas Fhi yang tampak hawatir. Sedetik kemudian dia berusaha menetralisir. "Bukan. Bukan buku apa-apa, itu bukan buku bacaan," ujarnya dengan nada yang ... entahlah aku kesusahan mendefinisikannya.
Akhirnya ia meletakkan otak es krim di meja kerjanya tempat aku membaca buku tadi dan kembali ke arahku untuk mengambil benda persegi coklat yang ku pegang.
"Ini hanya buku catatan, Mas." Dan dia berbalik.
"Catatan apa?"
"Bukan apa." Langkahnya terhenti dan memutar kepalanya 90 derajat, "Makan es krimnya keburu cair," sambungnya mengalihkan dan dia berlalu. Sepertinya kantuknya telah hilang dengan buku itu.
Beberapa menit aku di serang rasa bosan dan Mas Fhi balik Cuma bilang, "Ayo pulang."
***
Tentang permintaanku untuk menginap lagi, Mas Fhi balik memohon untuk menginap besok saja. Dan malam ini tidurnya di rumah, baru besoknya di rumah mamah. Aku iakan saja. Mungkin Mas Fhi juga mikir ibu gimana kalau di tinggal dua hari terus menerus.
Aku mulai mengirimi pesan ke Te Ayna bahwa aku akan menginap di rumah mamah besok.
"Mas Fhi."
"Ya?" tuh kan simple banget, mana gak liat orang yang manggil. Duh aku kenapa sii? Sensi amat perasaan, padahal Mas Fhicuma mau fokus sama jalanan.
"Ta, tadi pagi The Ayna tanya."
"Tanya apa? Kamu belum bilang kalau mau nginep besok?"
"Bukan itu pertanyaannya."
"Tentang apa?"
Aku ragu-ragu untuk menjawabnya. Pasalnya hatiku campur aduk antara merasa bersalah dan takut, takut juga bagaimana tanggapan Mas Fhi soal ini. Dia nggak bisa di tebak.
"Emm ... tentang ... apa aku sudah hamil nggaknya."
Tiba-tiba suara derit terdengar dan mobil berhenti sektika. Mas fhi berucap istighfar pun denganku. Dia kemudian melajukan mobilnya lagi pelan.
"Nggak usah di pikirin. Anggap saja bukan kamu yang ditanyain."
"Mana bisa, Mas?"
Tak ada respon. Emang Mas Fhi ngerti perasaanku bagaimana pertanyaan-pertanyaan itu seolah menuntut dan perlahan menjadi racun yang akan membunuhku. Mas Fhi mana ngerti betapa bersalahnya aku, betapa aku merasa menjadi istri paling berdosa.
"Mas Fhi. Keylha cape tahu dapet pertanyaan begitu. Kita udah empat bulan jalan. Dua bulan sebelumnya pertanyaan itu mungkin bisa di maklumi, tapi setelah empat bulan ... apa mereka nggak akan mikir kalau ada masalah sama Keylha?"
Penglihatanku mulai buram, terhalang cairan bening yang hendak menguap.
"Bilang aja, Allah belum kasih."
"Mas Fhi enak ya, ngomongnya enteng banget. Itu yang selalu Key jawab saat orang-orang tanya, tapi untuk pertanyaan yang puluhan kali jawabnnya masih sama?"
"Ya terus apa, Key? Nggak usah di pikirin deh. Kamu mau es krim lagi? Atau mau coklat? Kamu tahu ada coklat keluaran terbaru?"
Oh, begitu? Mengalihkan? Baiklah, aku juga bisa mengalihkan.
"Auk ah."
Bagaimana pembahasna ini? Akan lanjut sampai rumah atau berhenti setelah Keylha bungkam?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top