Bab 15
"Key minta maaf, mas," ujarku tiba-tiba dengan suara parau.
Kami terduduk diruang tamu, bersisian di sofa panjang, menikmati hilir angin malam yang menyelinap masuk melalui celah ventilasi jendela, sekali-kali melalui pintu yang terbuka lebar.
Mas Fhi yang bingung langsung menatapku penuh tanya. Aku tahu dia salah satu pria yang irit bicara, lebih suka bertindak. Aku diam tak langsung menjelaskan detail, ingin memancing apakah dia akan bertanya.
Tapi apa akhirnya? Justru ia semakin menatapku intens, ditambah sebelah alisnya terangkat. Ingin rasanya aku tertawa dengan ekspresi wajah lelahnya yang memaksa pergerakan alisnya.
"Key minta maaf, belum bisa jadi istri sepenuhnya," ulangku lagi dan mengalihkan tatapan mata yang sedari tadi seolah menghunusku.
Aku tertunduk, memilin ujung hijabku yang teronggok diatas paha. Ada banyak penyesalan dalam diriku kenapa sampai detik ini aku belum mencintainya, belum bisa memberikan haknya. Aku nggak siap. Dan sampai kapan aku nggak siap?
Detik berikutnya, perlakuannya yang tiba-tiba menyentuh daguku, mengangkatnya perlahan agar netraku terarah pada retina pekatnya, membuat dadaku bergemuruh, tanganku kaku seketika, tatapan itu mengunciku, membuatku tak bisa berkutik sedikitpun.
Ujung bibirnya tertarik perlahan, menangkup wajahku sebentar lalu beralih menggenggam tanganku yang mulai dingin.
Ini tatapan kesekian yang biasanya memulai adalah aku dan dia yang protes karena ditatap intens olehku. Tatapan kali ini berbeda, dia yang memulai. Dan boleh kutanya hatiku? Kenapa ia merespon saat pria ini yang memulainya?
"Semuanya bertahap, Key. Nggak ada yang instan. Nggak papa, insyaallah aku sabar, dan bantu doa agar aku terus bersabar berusaha membuatmu mencintaiku. Aku nggak hawatir sama sekali kalau kamu masih belum mencintaiku, dari kata belum artinya kamu akan mencintaiku, terlebih kamu sudah menjadi milikku."
Darah yang mengalir mulai menghangat. Tatapan sejuknya yang kemarin masih kosong, perlakuan lembuatnya, kesabarannya, bukankah semua itu yang para perempuan ingin miliki? Sedang aku yang telah memiliki malah menyia-nyiakannya?
"Semua ini hanya soal waktu, Key. Aku mencintaimu dan yakin memilihmu untuk temani ibadah terpanjangku itu butuh proses." Apa katanya? Mencintaiku? No, fokus dulu sama kalimatnya.
"Dari ibu yang memilih kamu, menunjukkan fotomu, menceritakan sebagian kisahmu, menjelaskan latar dan profilmu. Dan itu tidak dalam waktu yang singkat, Key. Dua bulan sampai aku memutuskan diri ini yakin, dua bulan pula petunjuk yang aku minta menujumu. Kurang yakin apa aku kala Allah yang menunjukkan?"
Aku terenyuh. Kalimat panjangnya, sentuhan lembutnya, tatapan sejuknya, dan keyakinannya, terlebih ia yang melibatkan Tuhannya. Aku bertanya-tanya dalam diri berulang-ulang, sebenarnya apa yang membuatku tak mencintainya?
Tunggu. Aku ingat, ini kalimat terpanjang dan pertama kalinya yang kudengar dari suaranya. Seketika senyum yang terbit sejak kalimat pertamanya kini semakin lebar, bahkan aku mulai memamerkan gigi-gigiku. Suasana tegang dan haru ini akan segera berlalu kala aku usai mengajukan satu kritikan.
"Mas?"
"Hmm?"
"Boleh komen?" Jawabannya hanya mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya, pun tangannya yang masih setia menggenggam tanganku. Tangan itu, aku ingin terus dia menggengamnya seperti itu.
"Tumben Mas ngomong panjang."
Kukira dia akan melepas genggamannya, mengalihkan tatapannya karena komentar yang tidak sejalan tema. Haru yang kukira akan berlalu nyatanya salah, genggamannya justru semakin erat. Dia nggak tahu saja, bahwa sedari tadi aku menahan sesak, mengontrol pacu jantung yang biasanya tak ada kala di dekatnya.
"Terserah kamu, Key mau bilang apa, komentarin semuanya tentang mas," jawabnya frustasi.
Lalu genggaman yang begitu erat terlepas tiba-tiba, Mas Fhi memutar posisinya 90 derajat, netranya mentap jendela yang menampakkan langit-langit gelap.
"Tetaplah disini, Key, bersamaku," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya. "jika ingin mendengarkan kalimat yang lebih panjang lagi.
"Temani hari-hari mas, maka kamu akan sering mendengarnya. Itupun kalau kamu suka. Kalau nggak, tetaplah disini, temani mas, dan mas tidak akan lakukan apa yang tidak kamu suka."
Ini baru dua bulan setengah perjalanan, masih belum beranjak dari tempat, tapi mas seolah begitu mencintaiku. Rasa bersalah tetiba menggerogotiku lagi. Aku tertunduk, tetesan bening tiba-tiba mengalir. Kalimat Mas Yasfhi seolah memutarkanku pada waktu yang lalu.
Mas Fhi yang seolah mencintaiku sangat justru aku khianati dengan bayang-bayang masa lalu yang seharusnya tak perlu lagi ku ingat, seharusnya kubuang, kubur dalam-dalam, lalu susun rencana masa depan bersama pria sabar didepanku.
Pria yang kebaikannya selalu kuabaikan, perlakuan manisnya yang selalu kuanggap hanya sebatas kewajaran, atau sikap yang seolah me-ratu-kan kusekat dengan ke engganan.
"Akbar." Tiba-tiba suara ibu memecah keharuan. Aku cepat-cepat mengusap air mataku.
"Handphonnya bunyi masa nggak kedengaran? Ibu yang dikamar aja denger," sambung ibu lagi.
Benar. Suara handphonnya berbunyi, bahkan jelas, tapi kami berdua seolah larut dalam pikiran masing-masing. Mas Fhi langsung bergerak, melangkah cepat menuju kamar, sedang aku masih mematung ditempat.
Terdengar suara kaki melangkah. Dari nada jedanya ini langkah ibu, terlebih tidak ada orang lagi selain kami bertiga di rumah ini.
"Kenapa belum tidur, Nduk?"
"Eh, Ibu. Ini bu masih nemenin Mas Fhi ngerokok."
Ya, sebelumnya memang Mas Yasfhi merokok dan dia menghentikannnya kala aku menghampirinya.
"Orang ngerokok ojhok di temeni toh, Key, kamu kena imbasnya nanti."
Kujawab kalau aku duduknya berjauhan dan Mas Fhi berhenti ngerokoknya. Aku mengaku seperti pengganggu, ia berhenti merokok hanya karena aku tak mau terkena asapnya.
Betapa sesungguhnya rokok itu berbagai macam pendapat tentang keharaman dan kehalalannya, ada yang mengharamkan dan ada yang memakruhkan. Bagiku, merokok itu adalah hak setiap orang, asal tahu tempat, tahu adabnya. Karena rokok lebih banyak mudhorotnya.
Aku mengangguk menerima perhatiannya. Ibu selalu begitu, terlalu menghawatirkanku bahkan pada sesuatu yang sepele, atau kemungkinan yang tidak terjadi.
"Mas Yasfhi dari kapan ngerokok, Bu?"
"Sebenarnya, Akbar itu jarang ngerokok, hanya sesekali kalau dia capek atau menemani temannya. Kalau banyak pikiran dia malah minum coklat. Keseringan sisa rokoknya masih separuh, nggak sampai habis."
Ibu memang memanggilnya Akbar, bukan Yasfhi seperti kebanyakan orang. Kata Mas Fhi itu panggilan khusus dari ibu, panggilan sayang. Ibu nggak mau sayangnya disamain sama yang lain dan berdampak pula pada panggilan.
Usai bercakap tentang sosok Mas Fhi yang penyabar, yang ibu bersyukur telah memlikinya, kami sepakat untuk menutup malam masing-masing. Kami kembali ke kamar.
Saat kembali ke kamar, Mas Yasfhi masih berdiri di depan jendela dengan gatget menempel ditelinganya. Aku sedikit mendengar suaranya yang hanya menjawab 'hmm' dan 'iyya' berulang kali, terdengar nada tegang dari suaranya, dari postur tubuhnya yang tegak pun menunjukkan itu bukan sesuatu kewajaran.
Aku berlalu kekamar mandi terlebih dahulu, untuk sekedar membersihkan diri dengan wudhu. Sampai balik, Mas Yasfhi masih setia dengan posisinya dan Hp yang masih menempel di telinganya.
Sambil menunggunya selesai, aku membacakan ayat-ayat Allah. Al-Mulk (kerajaan). Surah yang fadhilahnya sangat dahsyat hingga Nabi menganjurkan untuk dibaca setiap malam. Karena membacanya dapat menyelamatkan kita dari siksa kubur. [note]
"Siapa, Mas?" tanyaku saat Mas Fhi telah selesai dengan telfonnya. Pasalnya wajahnya berubah sendu. ada banyak yang tak bisa kubaca disana, seperti menyimpan banyak beban atau rahasia. Bibirnya tersenyum tapi matanya menyiratkan keraguan, atau ... ah, aku tidak bisa menyimpulkan arti dari matanya. Yang aku tahu senyumnya tak sampai ke matanya.
"Intan."
Intan? Mas Fhi punya teman cewek? Atau ada sesuatu dengan Intan? Kenapa bisa membuat Mas Fhi seperti itu? Ah, kenapa hatiku seolah tidak terima. Ingin menanyakan lebih lanjut, tapi tampaknya Mas Fhi enggan. Dia bergegas ke kamar mandi seolah bersiap menghindar jika akan ada pertanyaan lanjutan dariku.
Ya, Mas Fhi ke kamar mandi untuk ambil wudhu. Kali ini membersihkan diri dengan wudhu bukan hanya menjadi kebiasaanku, tapi juga menjadi kebiasaannya.
Aku bersyukur. Perlahan tapi pasti. Mas Fhi berubah. Dia mulai bangun tepat adzan subuh untuk mengimamiku solat, mulai membiasakan wudhu dan menyempatkan membaca ayat-ayat allah sebelum tidur.
[Note]: Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu bahwaRasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ﺳُﻮﺭَﺓٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺛَﻼَﺛُﻮﻥَ ﺁﻳَﺔً ﺗَﺸْﻔَﻊُ ﻟِﺼَﺎﺣِﺒِﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻐْﻔَﺮَ ﻟَﻪُ } ﺗَﺒَﺎﺭَﻙَ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚُ .{ ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ : ﻓﺄﺧﺮﺟﺘﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭ ﺃﺩﺧﻠﺘﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ
"Satu surat dalam Al-Qur'an (yang terdiri dari) 30 ayat (pada Hari Kiamat) akan memberi Syafa'at (dengan izin Allah Ta'ala) bagi orang yang selalu membacanya (dengan merenungkan artinya) sehingga Allah mengampuni (dosa-dosa)nya, (yaitu Surat Al-Mulk): 'Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu'. Dalam riwayat lain: "…sehingga dia dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga". (HR. Abu Dawud (No. 1400), At-Tirmidzi (No. 2891), Ibnu Majah (No. 3786), Ahmad (2/299) dan Al-Hakim (No. 2075 dan 3838), dinyatakan Shahih oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi, serta dinyatakan Hasan oleh Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani)
Dari Abdullah bin Mas'ud RA, ia berkata, "Barang siapa membaca 'Tabarakalladzi bi yadihil Mulk' (Surat Al-Mulk) setiap malam, maka Allah akan menghalanginya dari siksa kubur. Kami di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallammenamakan Surat tersebut 'Al-Mani'ah' (penghalang dari siksa kubur). Dia adalah salah satu surat di dalam Kitabullah. Barang siapa membacanya setiap malam, maka ia telah memperbanyak dan telah berbuat kebaikan". (HR. An Nasai dalam Al-Kabir 6/179 dan Al-Hakim. Hakim mengatakan bahwa sanad hadis tersebut Shahih).
Wallahu Ta'ala A'lam
_sumber diambil dari Sindonews.com
Bener kan? Aku update lagi.
Jazakumullahu khair sudah mampir dan kasih bintang.
Publish: 14 oktober 2020
Ig: melodybisu
KBM: melodybisu
Wp: melodybisu
Blog: dolankarojajan.blogspot.com
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top