Bab 11

Untuk kesekian kalinya saat membuka mata yang kulihat adalah sosok laki-laki yang telah memikul seluruh tanggung jawab atasku.

Sebelum benar-benar bangkit, kutatap lekat-lekat hidung mancungnya, mata terpejam dengan bulu pendek hitamnya, alis tebal tak teratur, rahang yang nampak kokoh, dan terakhir yang kulihat adalah wajah lelahnya.

Tapi disini kutanya lagi hatiku, kenapa belum ada rasa? Bukankah saat akad hatiku berdegup kencang, pun saat malam dimana kita harus sekamar.

Ingin membenci tapi siapa? Diriku sendirikah karena belum bisa mencintai sosok suami yang memang berhak mendapat cinta? Bukankah perihal rasa kita tak dapat menentukannya akan jatuh pada siapa.

Jikalau aku diperkenankan mengatur perasaanku sendiri, mengatur hatiku untuk jatuh cinta, aku akan memilih menjatuhkan cinta pada laki-laki di hadapanku ini, laki-laki yang telah Allah ridhoi menemaniku sampai akhir nanti.

Sebelum pria ini bangun dan menyadari kelakuanku, aku harus bergegas lebih dulu, menjalankan ritual malamku yang waktunya tersisa sedikit lagi.

YaRabb...

Engkau Sang PemilikCinta

Engkau pula yang berkuasa dan berhak atas segala jenis cinta

Dan Engkau pula yang memberikan cinta

Maka hamba mohon,

Hadirkan cinta dalam hati hamba untuk lelaki yang memang Engkau Ridhoi

Laki-laki yang telah memilihku sebagai tanggung jawabnya

Laki-laki yang saat ini terbaring menemani tidurku tanpa berani menyentuhku

YaRabb...

Sungguh aku tak ingin berpaling dari-Mu

Tak ingin berpaling dari cinta-Mu

Maka tunjukkan aku benih-benih rasa agar aku bisa menerima sepenuhnya.

Agar aku bisa menerima seseorang yang menjadi perantara menujuMu

Hingga aku benar-benar mencintainya karenaMu.

Adzan subuh berkumandang tapi tak ada pergerakan sedikit pun dari seseorang yang terbaring di atas kasur. Mungkin lelahnya belum juga berkurang. Akhirnya aku biarkan dia tetap terlelap dan kembali larut dalam doa kemudian solat subuh sendirian.

Lagi-lagi bukan seperti ini yang aku inginkan. Aku tahu, aku belum mencintainya, tapi bukan berarti aku tak ingin di imami solat subuh untuk pertama kali setelah memiliki sosok pemimpin. Lagi-lagi air mata luruh begitu saja, sesak kembali dirasa.

Hiks. Napasku tersengal, hidungku berair.

"Hiks. Mas Fhi, mungkin dulu ekspektasiku terlalu tinggi, dimami setiap solat oleh sosok pemimpin yang menggatikan tanggung jawab Babah, bersujud di bumi yang sama dengan pengharapan yang sama pula. Hiks. Aku tak mau berekspektasi lagi, nyatanya Tuhan mau aku menghadapnya sendiri, dengan pengharapan yang juga sendiri."

Tiba-tiba bunyi kasur tergerak membuatku menoleh seketika, genangan yang menganak sungai kuhapus dengan paksa. Disana kulihat Mas Fhi terduduk, berdiri lalu melewatiku, melewati ambang pintu dan menghilang. Apa Mas Fhi mendengar keluhku?

***

Hari ini Mas Fhi mengajakku keluar. Katanya aku perlu refreshing. Tumben mengerti, biasanya masih ditawari. Sambil bersiap, aku menunggu Mas Fhi yang sedang mandi. Tiba-tiba layar handphone diatas kasur nyala tanpa suara, ada pesan yang terbaca tanpa membuka.

Ilham: [gimana, ketemu, Fhi?]

Mas Fhi nyari apa yang nggak ketemu? Kertas yang beberapa hari lalu kah?

Tak lama, layar kembali menyala.

Ilham: [itu berrarti Key udah nerima atau lagi berusaha menerima.]

Hah? Kenapa namaku? Aku penasaran dan hendak membuka apa yang Mas Fhi dan si Ilham bicarakan, tapi urung kala pintu dibuka dan aku keluar dengan tergesa.

Begitulah kami selalu menghindar dan keluar kala salah satunya perlu ruang untuk ganti baju, atau aku saja yang berusaha menghindar? Tapi terkadang Mas Fhi paham, dia keluar tanpa diminta jika aku perlu ruang untuk sendiri.

"Ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Mas Fhi saat mobil biru tua hampir hitam ini membelah jalan.

Aku menggeleng sebagai jawaban tanpa menatapnya. Memperhatikan orang-orang bermacam aktivitas lebih menarik, atau sekedar menyapa udara yang menyelinap masuk lewat kaca yang sengaja kubuka.

"Mau ke rumah mamah atau ke Kedai Eskrim?"

Aku memutar kepala segera, menatapnya yang fokus mengemudi. Menimbang, "kalau ke kedai kemudian ke rumah mamah?"

Pasalnya dia menggunakan kata 'atau', maka yang kupahami harus pilih salah satunya.

"Oke." Dih jawabannya 'oke' doang coba. Irit banget, nggak ada sanggahan, nurut saja sama penawaranku.

Bay the way sejauh ini Mas Fhi nggak pernah bersikap seolah enggan sama aku, nggak pernah seolah tidak menginginkan pernikahan ini-sebagaimana aku. Mas Fhi kayak yang 'terimo ae wes', kayak yang udah pasrah banget.

Awal-awal dia emang no respon, nggak gerak sama sekali, yaudah lah jalani aja. Padahal aku udah gereget banget sama pernikahan ini yang kayak kapal ditengah laut nggak ada Nakhodanya, bingung mau diarahin kemana.

Baru-baru ini Nakhoda itu seolah menampakkan diri, hanya nampak belum siap mengemudi kemana tujuan berlayarnya kapal ini.

Kling.

Hanna: [laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, pun sebaliknya.]

Sedikit mengerutkan kening. Heran sama Hanna yang tiba-tiba ngirim pesan begini. Apa maksudnya? Nyindir atau niat mengingatkan? Sebelum kubalas pesannya datang lagi.

Hanna: [terus yang nggak baik ketemunya sama yang nggak baik. Menurutmu begitu adil? Kalo nggak baik ketemunya sama yang nggak baik hancur dong key?]

Me: [lah terus menurutmu adil kalo yang baik ketemu sama yang nggak baik? Rugi di yang nggak baik dong, Han.]

Kenapa? Aku seolah memposisikan diri yang merasa nggak adil terus disini aku merasa baik dan Mas Fhi yang nggak baik? Ngaca dong Key, dengan kamu nggak ngasih hak buat suami masih dikatakan baik? Sedang hukumnya udah paham. Ya Allah maafkan aku.

Hanna: [adil dong. Coba deh mikir, mungkin Allah jodohin yang nggak baik ketemu sama yang baik biar yang baik bisa merubahnya menjadi baik. Atau porsi kebaikannya berbeda, kek si A baiknya disisi kanan tapi kirinya nggak baik, terus si B disisi kananya nggak baik tapi sisi kirinya baik. A sama B bisa mengimbangi, melengkapi.]

Aku mencoba menatap diri di spion, masih mencoba mencerna kalimat Hanna. Kalau aku yang paham soal agama dan Mas Fhi kurang paham, harusnya aku yang mengimbangi. Disisi lain sikap Mas Fhi yang dewasa bisa mengimbangi aku yang childis. Ya, aku sadar kalau masih ke kanak-kanakan.

Aku hampir lupa kalimat panjang Hanna yang belum terbalaskan.

Me: [kenapa kamu tiba-tiba bahas ini, Han?]

Hanna is typing....

Lama banget Hanna ngetik, aku yang nunggu sampe nggak sadar kalau mobil sudah berhenti di sebuah toko kecil bertuliskan DOMINO. Toko sedehana yang terletak dipinggiran kota tidak jauh dari alun-alun.

"Kenapa jauh sekali ke kedainya, Mas?"

"Emang ada yang deket?" kuhanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Karena jujur aku nggak pernah ke kedai es krim sebelumnya.

"Mas tahunya ini ... kedai es krim yang menunya lengkap."

Aku mengangguk dan mengikuti kemana dia berjalan mengambil posisi. Bener sih menunya lengkap. Sebelum masuk tadi sudah disuguhi papan menu.

Dari luar café ini terlihat kecil dan sederhana, sampai di dalam tempatnya tak kalah sederhana, tapi nggak terlihat sesempit jika dilihat dari luar. Ruangan ini memuat 3 deret kursi yang tiap deretnya berisi tiga meja. Tembok seperti dilapisi ... apa ya namanya? Kayak stiker gitu tapi penuh dari atas kebawah bergambar batu bata merah khas bangunan rumah yang belum selesai dikuliti, di dindingnya berderet beberapa foto yang entah apa, penglihatanku kurang jelas jika dari jauh, tapi terlihat seperti gambar bangunan atau foto lokasi suatu tempat di jaman kuno.

Puas menatap sekitar kufokuskan pada meja persegi panjang saat Mas Fhi tanya aku mau menu apa. Tentu saja aku ambil menu yang sejenis Vanila, tapi pilihannya banyak aku jadi bingung, nggak terlalu banyak sih, 4 varian doang yang jenis Vanilla; ada Vanilla Singgle Scoop, Vanila Chip Rum, Nougat Kacang Vanila, dan Wafer Vanila. Aku jadi pengen ambil semua menu, tapi melihat posrsi es krimnya batangan kayaknya nggak mampu habisin semua. Duh rakus amat si lihat makanan.

"Kenapa?" tanya Mas Fhi saat aku terlalu lama menimbang. "Mau ambil semua menu Vanila?"

Kaget dong dia bisa baca pikiran aku. "Gak papa, nanti bisa dibawa pulang ke rumah mamah."

Nah, lho?

Aku nggak sadar hapeku bunyi sejak tadi, pasti Hanna yang bawel udah antre chatnya buat dibaca.

Sambil nunggu pesanan, aku sempatkan membuka chat room Hanna.

Hanna: [gini loh, Key. Aku tuh yang nggak bisa baca kitab terus ngarep si dia yang bacaan kitabnya maasyaallah, hapal qurannya juga wow, baiknya apalagi, dari segi ekonomi jangan ditanya lah ya, keluarganya tersohor di desaku.]

Hanna: [nah, disini aku ngarep-ngarep dia tuh kayak yang nggak pantes banget gitu ya, dia yang baik dan lebih segala-galanya itu harusnya jodoh sama yang baik dan lebihnya sepadan sama dia]

Hanna: [aku tertampar sama ayat Al-quran yang bilang kalau yang baik untuk yang baik dan sebaliknya]

Hanna: [sekarang aku tuh insecure banget tahu nggak sih? Kayak yang aku matahin hati aku sendiri udah berharap jauh banget]

Hanna: [tapi disisi lain aku tetep nguatin diri aku sendiri dong biar nggak terlalu jatuh dan sakit.]

Hanna: [masa gitu ya Allah mau ngsih aku yang nggak baik ini ke orang yang nggak baik pula]

Hanna: [harusnya Allah kasih aku yang baik biar bisa ngimbangin aku yang nggak baik, yang kurang dalam ilmu agamanya. Nnati diimbangi dong sama yang pengetahuan agamanya luas kek dia. Hahaha]

Hanna: [udah ih aku mau cerita ini doang biar lega]

Hanna: [sebenarnya aku sendiri yakin Tuhan pasti ngasih yang terbaik buat aku. Kalau dia yang baik bukan yang terbaik buat aku, aku bisa apa?]

Hanna: [iyya nggak sih?]

Me: [bener.]

Disini aku membenarkan perkataan Hanna tapi nggak sadar kalau itu dijalanin aku sendiri. Meski menurut aku Ilyas yang terbaik bagiiku kalau Allah bilangnya Mas Fhi yang terbaik, aku bisa bisa apa? Harusnya aku bisa menerima ketentuan Tuhan yang udah pas porsinya buat aku.

Me: [foto]

Kukirim finally menu yang aku pilih dan ternyata udah datang. Dosa nggak sih kuabaikan Mas Fhi dari tadi dan sibuk baca chat dari Hanna.

Me: [mau?]

Me: [kamu nyadar nggak pas doi jadi notulen, kamu itu kayak cacing kepanasan.]

Andai Hanna ada di hadapan, aku udah ketawa puas godain dia. Pasalnya dia mudah banget salah tingkah dan pipinya yang chubby kemerahan.

Hanna: [weh ngdate ceritanya. Weslah nggak mau ganggu. Jangan abaikan seseorang yang ada didepanmu hanya karena chatku, nanti kalau dia pergi kamu yang akan menyesal dan merasa kehilangan.]

Wehh...
Alhamdulilah bisa update. Maaf ya kemaleman. Tapi ada yang nungguin nggak ya?

Btw ini 1600an kata loh ya... nggak biasanya nulis sebanyak ini.

Lagi mood sih, tapi ya gitu banyak gak pentingnya.
Nggak penting tp semiga bermanfaat bagi pembaca.

Jazakumullah khair udah mampir😍

Publish: 11 Oktober 2020
Ig: melodybisu.

Aku bikin cast loh di ig. Yuk mampir siapa tahu bisa kasih saran apalagi support. Seneng banget akutuh😄😄🤗🍁😍


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top