Dua Orang Pelaku


"Apa?!" seru lelaki itu, tak percaya. "Ada satu pelaku lagi?!"

Semua yang ada di dalam ruangan terhenyak, saling memandang ke satu sama lain. Rasa curiga berbaur dengan perasaan was-was memenuhi udara.


===*****ooooo000ooooo*****===


Hari kedua puluh satu, bulan sebelas.


Tak kusangka acara minum teh sore tadi yang seharusnya santai menjadi sekacau ini.

Semua berawal dari saat Bibi Koki tidak sengaja membocorkan salah satu menu camilan yang akan dihidangkan. Apple pie. Resepnya dia dapatkan dari Si Bayi Besar.

Perlu untuk diketahui, cemilan manis dari olahan apel bukanlah sesuatu yang aneh di kediaman keluarga ini. Namun embel-embel resep otentik, warisan dari nenek Si Bayi Besar, meningkatkan minat para penggemar kue.

Berusaha tetap bersikap seperti biasa dan mengerjakan tugas sehari-hari menjadi mentah oleh harum aroma kayu manis dan irisan apel yang ditumis untuk menjadi pengisi kulit pastri. Beberapa kali terpergok orang-orang tak berkemampuan yang berusaha mengintip ke dapur. Usaha yang sia-sia. Penjagaan Bibi Koki terlalu ketat.

Menjelang sore, harum gurih mentega dari adonan pastri yang terpanggang bersama dengan manis-asam apel menyebar semerbak dari arah dapur. Setiap pecinta panganan manis, tidak bisa tidak mengendus dan mencari sumbernya. Semua sudah menunggu-nunggu dengan tidak sabar waktu istirahat sore.

Kemudian, terjadilah keributan itu. Bibi Koki berteriak murka, sementara para asistennya terlihat panik berhamburan mencari sesuatu. Perasaanku jadi tidak enak.

"Pencuri kue?" ulangku menahan geram. Setelah mendengar cerita lengkapnya dari salah satu asisten Bibi Koki.

Berani sekali pencuri itu merusak acara minum teh yang sudah kami tunggu-tunggu sejak pagi. Bukan hanya membuat kami para penggemar makanan manis jadi kehilangan jatah, Bibi Koki yang murka tidak akan memberikan pie apel yang tersisa pada kami sebelum pelakunya ditemukan.

"Sudah ... Akui saja, Lanfan!" tukas seorang sepupu jauh yang aku lupa namanya. "Pasti kau yang mencuri pie itu selagi berpura-pura mengasuh orang asing itu, kan?" tuduhnya.

Aku ingat, dia salah satu yang dikalahkan oleh Alex di beberapa acara latih tanding yang diadakan oleh pelatih mereka. Dasar licik, dia memanfaatkan keributan untuk membalas kekalahannya. Syukurlah aku tidak pernah mengingat namanya.

"Apa bukan kau sendiri yang melakukannya?" balasku. "Oh, aku lupa ... Kau tidak cukup mampu untuk mengambil pie itu tanpa sepengetahuan para asisten Bibi Koki," cemoohku sinis.

Dia hampir saja merangsek maju untuk menyerang karena tidak terima dengan apa yang baru saja kukatakan, tetapi beberapa anak buahnya yang jauh berotak darinya, menghalangi. Padahal aku baru akan melampiaskan kekesalanku karena tidak bisa segera mendapatkan pie, padanya.

"Wah ... Ramai sekali," celetuk Si Bayi Besar. Terlalu heboh dengan situasi membuatku nyaris lupa dia tidak ada di sampingku. "...Ada acara apa, ya?" tanyanya polos.

Dengan berapi-api sepupu bodohku itu menunjuk pada hidung mancung Si Bayi Besar. Menuduhnya dengan berbagai macam kata-kata yang tidak ada sangkut pautnya dengan pie, walau intinya tetap sama. Mencoba menjadikan lelaki jangkung itu sebagai kambing hitam, yang langsung dibantah habis-habisan oleh para pelayan dan bawahan penggemarnya.

Aku baru akan ikut bicara ketika Si Bayi Besar memberikan isyarat dengan telunjuknya, memintaku untuk diam. Aku tak mengerti tetapi kuturuti saja, karena ingin tahu apa yang hendak dia lakukan.

"Walaupun mampu ... Saya tidak perlu mencuri pie itu dan tidak mau, karena resep untuk membuatnya justru dari saya sendiri. Apalagi...-"

"Huh! Alasan!!!" potong sepupu bodohku itu. "Kalau hanya tahu resep saja, aku juga bisa. Tapi aku sama sekali tidak bisa membuatnya, tuh...," tambahnya sembari mencibir.

Itu karena sepupu bodohku itu memang tidak pernah memasak seumur hidupnya. Semua yang ada di situ juga tahu. Sedangkan Alex, walau kukatai (diam-diam) sebagai Si Bayi Besar, aku tahu dia bisa memasak. Bibi Koki juga sempat meminta bantuan kepadanya beberapa kali untuk resep-resep ala Barat.

Suasana kembali riuh dengan sepupu bodohku dan para pengikutnya saling mengejek dan mengatai dengan para penggemar Si Bayi Besar. Tanpa sengaja, di tengah keributan aku melirik pada Bibi Koki. Beliau tampak mulai naik pitam dengan tongkat penggiling adonannya.

Gawat! Bisa-bisa kami semua kehilangan kesempatan untuk makan cemilan sama sekali.

"Kalau kukatakan aku tahu pelakunya apa keributan ini bisa reda, ya?" gumam Si Bayi Besar, pelan, hingga hanya aku yang mendengar.

"KAU TAHU PELAKUNYA?!" seruku. Membuat yang lain berhenti bicara.

"Ya ... Aku tahu siapa kedua orang itu," jawabnya kalem.

Membuat sepupu bodohku itu berseru tak percaya. Sementara yang lain saling pandang dengan curiga. Aku sendiri tidak tahu apakah dia mengatakan yang sesungguhnya atau hanya memancing kami semua agar berhenti bertikai.

"Cepat katakan siapa pelakunya!" seru sepupu bodohku, tak sabar.

Semua memandang ke arah lelaki yang masih membentuk senyum tipis dengan bibirnya. Beberapa dari mereka bahkan terlihat menahan napas karena penasaran.

"Pelaku pencurian pie itu ... Sesungguhnya tidak ada," jawabnya kalem. "Karena yang mengambil pie itu dari dapur adalah saya, atas perintah Tuan Shangfei."

"BOHONG!!! DASAR PENIPU!!! KAU CUMA-... ."

Kata-kata sepupu bodohku itu terhenti. Suasana hening. Sepupuku Shangfei sudah berdiri di antara kami. Dia tidak terlihat marah atau mengancam, tetapi keberadaannya saja sudah cukup untuk membuat sepupu bodohku dan pengikutnya menciut dan bungkam.

"...mengapa semua berkumpul di sini?" tanyanya.

"Soal pie tadi ... Rupanya saya kurang jelas mengatakan pada Bibi Koki saat membawakan jatah anda, Tuan Shangfei," jelas Alex.

"Yah ... Aku juga terlalu buru-buru saat memintamu membawakan pie itu. Ayahanda mendadak menyuruhku menemui seorang tamu menggantikan Beliau, jadi aku butuh sesuatu untuk dihidangkan."

Satu penjelasan dari Shangfei itu cukup membuat suasana tenang kembali. Satu-persatu dari mereka mohon diri, termasuk si sepupu bodoh itu. Dia bahkan tetap menyalahkan Alex atas keributan yang terjadi sebelum pergi.

Bibi Koki menyampaikan protes pada Shangfei dan Alex sebelum memberi mereka masing-masing sepotong pie bonus lalu kembali ke dapur bersama para asistennya.

Sore itu acara minum teh berlangsung agak terlambat, tetapi semua sudah cukup puas dengan jatah pie apel masing-masing. Aku bahkan mendapatkan jatah potongan pie tambahan dari Si Bayi Besar, karena buatan Bibi Koki terlalu manis untuk lidahnya.



Buku dan halaman yang dijadikan tema prompt hari ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top