Tukang Ngadu
Setelah beberapa waktu ngerusuh di lapak Om Rado, akhirnya Kak Masha mau muncul lagi di sini ^,^.
Selamat bertemu Kak Masha ^^
**
TUKANG NGADU
"Kak, lihat tuh Kak Caca lagi main hp, sana dipinjam buat nonton Masha," bisik Ken kepada Masha yang sedang sibuk bermain barbie. Ah, sudah diputuskan mulai hari ini semua penghuni rumah harus memanggil dengan sebutan untuk Masha, tidak ada lagi Dek Caca di sini.
"Nonton Sipa aja, Om."
"Sipa?"
Masha menggeleng, "Sipa!"
Ken mengerutkan kening tidak mengerti. Pada akhirnya dia memilih jalur aman untuk mengiyakan. "Iya deh buat nonton itu tadi."
"Nih, buat main Om Ken aja balbienya," ujar Masha sambil meletakkan boneka barbie ke pangkuan Ken. Dia langsung bangkit dari duduk dan berjalan mendekati Caca yang sedang sibuk bermain ponsel. Ken memandang barbie sambil menggelengkan kepala takjub.
"Kak Caca lagi apa? Mau nonton Sipa, Kak."
Caca menoleh kepada Masha yang sudah menarik-narik tangannya.
"Oh, ini Kak Caca lagi lihat foto jalan-jalan tadi, Kak. Coba sini dipangku kalau Kak Masha mau lihat."
Hup.
Dua wanita beda era itu terlihat seru melihat ponsel. Tak lupa sesekali keduanya memberi komentar pada foto yang tampak. Sampai akhirnya....
"Itu tinggi ya, Kak? Kok pohonnya ada di bawah?" tanya Masha sambil menunjuk pada foto yang ada.
"Iya, tinggi."
"Kok Nte Nawa malah duduk di situ, nanti kalau jatuh gimana?" ujar Masha lagi.
Caca tertawa mendengar pertanyaan Masha. "Nggak jatuh kok, Kak. Itu kan Nte Najwa lagi duduk."
Jawaban Caca membuat Masha mengangguk tanda mengerti. Lalu, mereka kembali membuka gambar berikutnya.
"Lho, ini kok Nte Nawa malah beldili? Kan tempatnya tinggi, ndak boleh beldili di situ, nanti jatuh. Kak Caca bilangin besok Nte Nawa jangan ke situ, ya"
"Iya," jawab Caca sekenanya.
"Benelan lho, Kak. Nanti kalau Nte Nawa ke situ lagi, Kak Maca bilangin ayah, ndak boleh."
"Iya-iya."
Tidak ingin berdebat dengan Masha lagi, Caca menggeser layar galeri yang ada. Ups, spot masih sama dengan model berbeda, dirinya.
"Ayahhhhhh! Kak Caca duduk-duduk di atas sini. Tempatnya tinggi, Yah! Kan katanya ndak boleh manjat-manjat, ya! Malahin, Yah!"
Masha berteriak nyaring, membuat Caca tergelak. Sementara Daffa dan Ken mengerutkan kening tidak mengerti.
"Kok teriak-teriak kenapa sih, Kak?" tegur Bila yang membawakan segelas susu untuk Masha.
"Mei, lihat, Mei!" Masha menunjukkan ponsel kepada ibunya dengan semangat, "Itu Kak Caca potonya tinggi-tinggi. Kan nanti bisa jatuh, malahin, Mei!" adunya.
Bila tersenyum medengarkan celotehan Masha, si Tukang Ngadu.
"Kan Kak Caca udah gede, Kak. Jadi, bisa hati-hati."
"Kak Maca juga udah gede, boleh duduk di situ sendili, Mei?"
Ups, salah jawab, batin Bila.
"Ehm, ya udah, Kak Masha bilangin Kak Caca besok jangan foto di situ lagi, ya?"
"Udah, Mei."
"Udah dibilangin?" tanya Bila memastikan.
Masha mengangguk mantap.
"Pintar, sekarang minum dulu susunya," jawab Bila sambil memberikan susu kepada Masha.
"Anak siapa sih ini, Kak? Lagaknya udah kayak orang gede aja, ya ampun!" ujar Caca sambil melihat Masha yang mengedot dengan takjub.
**
Ken sedang memasukkan pakaian ganti ke dalam ransel ketika Masha menyelundup ke kamar tamu. Sore ini, dia dan Caca akan kembali ke Surabaya karena harus kembali ke rutinitas seperti semula.
"Om lagi ngapain? Mau pelgi?" tanya Masha penasaran.
"Mau pulang, Kak," jawab Ken singkat
"Pulang ke mana?"
"Ke rumah Om."
"Di mana?" tanya Masha lagi.
Ken terus memasukkan pakaian sambil menanggapi pertanyaan Masha.
"Di Surabaya."
"Sulabaya?"
"Iya."
"Sulabaya mana, Om?" tanya Masha yang kepo akut. Pertanyaan satu akan disambung dengan pertanyaan berikutnya.
"Tempat kakek Alvin."
"Tempat kakek? Kak Maca boleh ikut, Om?"
"Boleh."
"Asikkkkkk!" Masha melonjak kegirangan.
"Tapi...." Ken menghentikan kalimatnya, Masha langsung berhenti melonjak dan menatapnya serius.
"Ijin dulu sama Ayah dan Memei."
"Oke!"
Masha langsung ngeloyor pergi begitu saja tanpa permisi sambil berteriak memanggil ayahnya.
"Ayahhhhhhh! Ayah di manaaaa?"
"Di depan, Kak!"
Mendengar jawaban dari sang Ayah, Masha langsung berlari kecil untuk menghampiri. Dilihatnya Ayah masih sibuk menyiram tanaman. Dia langsung berjongkok dan melihat kegiatan ayahnya. Selang air membuatnya ingin bermain, tetapi Memei melarangnya karena dia sedang pilek. Hufff.
"Yah," panggilnya kemudian.
"Kenapa, Kak?" tanya Daffa sambil terus menyiram tanaman.
"Ayah!"
Daffa mematikan keran air, fokusnya kini sepenuhnya kepada Masha. Masha itu tidak suka jika diabaikan saat berbicara. Panggilan kedua tadi sebagai tanda protesnya untuk meminta perhatian.
"Iya, kenapa? Kamu nggak boleh main air dulu kan, Kak?"
Masha menggeleng.
"Terus, kenapa?"
"Kak Maca boleh ikut, Om?" tanya Masha yang akhirnya mengutarakan keinginan.
"Ikut ke mana?"
"Ke lumah kakek Apin."
"Kakek Alvin? Kan jauh, Kak. Nanti kalau Ayah libur baru ke sana."
"Ayah libulnya masih lama. Kak Maca kan mau sama Om."
"Sama Om Ken aja? Nggak papa Ayah sama Memei di rumah? Nanti nggak nyariin?" tanya Daffa ragu.
Masha mengangguk. "Iya."
"Beneran?"
"Benel. Kak Maca kan udah gede!"
Daffa tersenyum geli melihat Masha begitu meyakinkan. Dia sendiri sangat tidak yakin. Masha pergi berdua dengan ibunya ke rumah mertua yang dekat saja sudah meneleponnya berulang kali agar segera menyusul. Lalu, sekarang? Dia mau ke luar kota sendirian ikut Ken dan Caca? Bangun tidur tidak menemukan ibunya pasti juga akan menangis tanpa ampun.
Sok-sokan banget kamu, Sha.
"Tuh, Memei datang, kamu coba ijin sama Memei," putus Daffa pada akhirnya. Dia tersenyum puas bisa melemparkan tanggung jawab ijin kepada Bila. Salah sendiri istrinya datang sambil membawa sapu di saat yang tepat.
"Mei!" panggil Masha setengah berteriak, padahal mereka sudah dekat.
"Ya?"
"Kak Maca mau ikut Om Ken boleh?"
"Ke mana?" tanya Bila. Setahunya Ken dan Caca sudah akan pulang.
"Ke lumah kakek."
"Ayah kan besok kerja, Kak. Ke sananya kalau sudah libur aja."
Masha manyun mendengar jawaban yang sama dengan Ayah.
"Ihhhhhh, ndak sama Ayah, Mei! Kak Maca pelgi baleng Om Ken sama Kak Caca," terang Masha gregetan.
Bila mulai paham atas permintaan Masha. "Terus Ayah sama Memei di rumah aja gitu, Kak?"
"Iya."
"Memang nanti Kak Masha nggak kangen sama Memei kalau jauh?"
"Ndak," jawab Masha cepat.
"Sama Ayah?"
"Ndak juga."
Kami yang akan kangen sama kamu, Sha.
"Ehm, Kak Masha perginya besok-besok aja, ya. Sekarang biarin Om sama Kak Caca pulang," putus Bila pada akhirnya. Memberi ijin kepada Masha itu bukan solusi, tetapi cari penyakit. Ck.
"Kok gitu, Mei? Kak Maca ikut, ya?"
Bila menggeleng tidak setuju.
Masha kembali memanyunkan bibir. Dia langsung berlari masuk ke dalam kamar. "Kak Maca ndak suka sama Memei!" teriaknya.
Caca dan Ken yang dilewati Masha mengerutkan kening. Panggilan mereka diabaikan begitu saja. Caca yang penasaran mengikuti Masha hingga kamar. Anak itu tidur dengan tengkurap di ujung kasur.
"Itu bocah kenapa, Kak? Kok mojok gitu di kamar?" tanya Caca setelah kembali menyusul Ken.
Bila berdecak. "Ngambek, mau ikut kalian."
"Terus gimana?"
"Dia memang suka begitu kalau nggak dituruti. Biarin aja, nanti lama-lama juga lupa kok, Dek. Kalau mau cepet ilang ngambeknya tinggal datengin Didi atau Rangga," jelas Daffa dengan tenang.
"Kak Daffa sih manjain dia, jadi ambekan, kan?" gerutu Bila kemudian.
"Iya, iya, semua jeleknya Masha dari aku."
Daffa memberikan jawaban aman. Setiap Masha merajuk, ujung-ujungnya Bila juga akan merajuk. Dia melemparkan senyum kepada Caca dan Ken yang seperti merasa bersalah. Mungkin karena mereka adalah penyebab kemarahan Masha secara tidak langsung.
"Sudah, sudah, abaikan Masha sama emaknya. Kalian nggak jadi jalan?" tanya Daffa mengalihkan pembicaraan.
"Jadi, kalau sampai besok bolos sekolah, Papa bisa ceramah panjang."
Setelah Ken dan Caca hilang dari pandangan, Daffa langsung mengusap bahu Bila.
"Aku masuk dulu, ya. Mau lihat anakku."
"Aku yang ngelahirin," protes Bila tidak terima.
"Lha, kan jeleknya Masha tadi dari aku, Bil. Jadi, dia anak ayahnya."
"Enak aja, sini biar aku yang ngomong sama dia. Kak Daffa nyapu aja."
Bila langsung bergegas menuju pintu, meninggalkan Daffa yang tertawa melihatnya.
Seorang anak ada yang lebih senang hidup mandiri dan jauh dari orangtua, tetapi dia tidak sadar jika orangtuanya selalu mengharapkan bisa dekat dengannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top