Panen Mangga
“Un, aku pulang dulu, ya?” pamit Masha yang siang ini sedang berada di rumah Daun.
“Kok pulang, Sha? Kan belum adzan, nanti saja itu lho anginnya gede.”
Masha menggeleng.
“Justru anginnya gede, makanya aku mau pulang, Un.”
“Kalau anginya gede, diminta pulang sama memei-mu, Sha?” tanya Daun penasaran.
Masha kembali menggeleng.
“Terus?”
“Soalnya aku mau cari mangga di tempat Budhe Tatik. Kalau anginnya gede, berarti buah yang jatuh ada banyak,” jawab masha dengan mata berbinar.
Tanpa menunggu lama akhirnya Masha justru berhasil mengajak Daun untuk ikut bersama mencari mangga. Inilah musim mangga yang sangat disukai Masha. Mangga matang dari Budhe Tatik memang yang tidak pernah dipanen dan berjatuhan seperti rejeki nomplok baginya. Sementara itu, pohon yang ditanam ayahnya tahun lalu masih belum menampakkan tanda-tanda mau berbunga. Huh.
Sampai di lokasi, sesuai prediksi Masha, di bawah pohon nampak berserakan buah mangga.
“Wah, banyak banget, Sha!” Daun bersorak riang.
Masha mengiyakan. Keduanya sibuk memungut mangga dan menjadikannya satu tumpukan. Begitu banyak, hingga tak ada bedanya dengan panen mangga.
“Bawa pulangnya gimana, Sha?”
Masha terdiam. Biasanya dia akan membawa mangga-mangga dengan mengangkat baju panjangnya. Dia akan seperti ibu hamil dengan mangga-mangga di perutnya. Lalu, ibunya akan memintanya mencuci baju sendiri hingga bersih. Namun, melihat jumlahnya sangat tidak mungkin membawanya dengan tanpa kantong.
“Kamu tunggu di sini ya, Un. Dijaga mangganya, aku ke Budhe Tatik dulu. Mau ijin lagi buat ambil mangga sekalian minta kantong plastik.”
**
“MasyaAllah, Kak. Abis panen?” tanya Bila ketika menyambut kepulangan Masha. Putrinya itu berjalan terseok karena membawa kantong besar berisi mangga.
“Berat, Mei!”
Masha menaruh kantong plastik dan langsung duduk dengan napas terengah.
“Kakak bisa makan mangga banyak begitu?”
“Habislah, tapi nanti memei bantu kupasin semua.”
Bila berdecak. Pada akhirnya, dia juga yang bekerja. Sebuah ide cemerlang terlintas di kepala. Salah satu cara untuk mempermudah pekerjaannya.
“Kita buat es rasa mangga aja yuk, Kak? Jadi sekalian kerjanya, dikupasin semua mangganya. Besok-besok tinggal makan lagi.”
“Wahhh, boleh, Mei! Kakak suka es mangga!”
***
"Un, kamu mau es mangga, nggak?"
"Mau, Sha. Mangga yang kemarin, ya?"
"Iya, kemarin aku sama memei buat jadi es. Tunggu sebentar, ya."
Masha meninggalkan Daun di teras rumah. Dia berlari kecil menuju dapur dan mengambil dua es lilin yang belum membeku.
"Nih, Un!"
Masha memberikan satu kepada Daun. Lalu, membuka bagian miliknya.
"Shaaaaa, ini bukan es mangga tahu. Ini sih namanya jus mangga!" protes Daun yang menyadari pemberian Masha masih cair seperti jus buatan ibunya.
"Iya, ini tuh es jus mangga."
"Bukan es, tapi jus mangga." Daun menegaskan.
"Iya jus mangga, terus dibuat es. Jadinya es jus mangga," jawab Masha tak mau kalah.
"Terus mana esnya? Ndak ada kan, Sha?"
"Tapi kan itu ambilnya dari lemari es, jadi namanya es."
"Ini jus mangga dingin, Sha."
Bila menyimak dua bocah yang dari tadi sibuk beradu nama. Dia tak menanggapi, membiarkan keduanya sibuk memertahankan pendapatnya. Skor sementara satu sama.
Masha tampak cemberut, tak setuju dengan pendapat Daun.
"Kamu mau ES JUS MANGGA atau ndak, Un? Kalau ndak mau es ya udah sini balikin," kata Masha telak.
Daun nampak tak berkutik lagi. Nyatanya es pemberian Masha sungguh menggiurkan.
"Ya udah deh. Es jus mangga, tapi belum jadi. Aku mau ya, Sha."
Masha mengangguk sambil tersenyum puas.
💗💗
Assalaamualaikum.
Selamat malam.
Kak Masha datang membawa kabar, mau info kalau buku Om Rangga sudah dikirim kemarin ya, man teman.
Buat no.resi bisa ditanyakan 17 Nov.
Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top