Kak Masha
Jawaban buat Masha macem-macem, ya dan kebanyakan alasannya adalah cantik. Makasih teman" atas idenya.
Nah, buat @ranuna, jawaban kamu dipakai Kak Daffa, ya ^,^ .
•••
"Karena Masha cantik pakai kerudung. Kalau pakai kerudung nanti disayang Allah, kalau disayang Allah Insya Allah nanti bisa masuk surga sama Ayah dan Memei."
Jawaban panjang Daffa membuat Bila mengedip tak percaya.
Surga, apakah anak sekecil Masha mengerti hal demikian? Apakah jawaban Kak Daffa tidak terlalu rumit?
"Cantik, Yah? Ya udah deh, kalau gitu besok Maca pake keludung bial cantik," ujar Masha girang.
Eh?
Sesederhana ini alasan yang diinginkan Masha? Padahal Bila sudah kehabisan ide untuk menjawab pertanyaannya.
Daffa berdeham pelan ketika melihat Bila yang sekarang menatapnya dengan takjub.
"Lihatnya biasa aja, Mei," bisiknya pelan agar tidak terdengar oleh Masha. Bisikan yang membuat Bila langsung merona.
"Eh,,, iya cantik. Ehm, sekarang Masha tidur, yuk? Besok kan sekolah lagi."
Bila memilih mengalihkan perhatian kepada Masha. Dia bisa mati gaya kalau narsis Kak Daffa-nya sudah kambuh. Sejak ada Masha, sifat kenarsisannya sudah berkembang biak dengan baik.
"Bental, Maca liat si Putih dulu udah tidul belum, ya."
Tanpa menunggu jawaban, Masha langsung melesat ke rumah si Putih. Si Putih adalah nama yang dia berikan kepada kucing pemberian Om Rangga. Alasannya adalah karena kucing itu berbulu putih bersih.
"Sekarang kita kalah sama si Putih ya, Kak. Dulu, tiap kali bangun tidur dia nyariin kita, sekarang dia nyarinya si Putih mulu. Penasaran kucingnya udah bangun apa belum."
"Si Putih mengalihkan dunia Masha," sambung Daffa.
"Juga menghabiskan jatah makan," lanjut Bila dengan bersungut-sungut. Dia sudah tidak bisa menghitung berapa kali lauk untuk makan hilang dan hanya menyisakan tulang di halaman depan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Masha dan si Putih. Kalau sudah begitu, dia hanya bisa menghela napas.
"Yang sabar ya, Bila Sayang, ya."
Daffa berujar tenang sambil mengusap rambut Bila. Kesal yang ada karena ingat lauk, langsung menguap begitu saja. Ah, cinta.
"Yah, Yah, Yah!" teriak Masha yang sudah kembali memperlihatkan batang hidungnya.
"Iya, kenapa?"
"Taman Hijaiah itu di mana, Yah? Besok libul kita ke taman hijaiah yuk, ajakin si Putih jalan-jalan."
Bila dan Daffa kembali berpandangan. Pertanyaan Masha selalu saja terasa rumit.
"Taman hijaiah?" tanya Daffa tidak paham.
"Itu loh, Yah. Video yang beberapa hari lalu aku download, videonya Diva edisi belajar huruf hijaiah," jelas Bila mencoba menerangkan. Beberapa hari yang lalu dia memang sengaja mengunduh video dari Kastari Animation untuk sarana belajar awal buat Masha.
Daffa mengerutkan kening. Berusaha mengingat video koleksi di tab khusus untuk Masha.
"Yang Diva sama kucing itu?" tanyanya tidak terlalu yakin.
"Iya, Yah. Dipa jalan-jalan ke taman sama Mpus. Maca juga mau jalan-jalan ke taman hijaiah sama si Putih."
Masha yang paham langsung menyahut cepat.
"Emm, besok Ayah cari tahu dulu ya di mana tamannya. Sekarang tidur dulu, ya? Kan besok harus sekolah pagi-pagi," jawab Daffa mengambil jawaban aman.
Beruntung, Masha tidak lagi membuka mulut. Anak itu menurut saja ketika Bila menggandengnya untuk ke kamar mandi.
**
"Mei, tadi kata Bu Gulu, Maca udah gede. Telus dipanggil Kak Maca sama Bu Gulu. Benel, Mei?" tanya Masha dalam perjalanan pulang.
Bila tersenyum kecil, sebelumnya mereka sempat menginginkan memanggil Masha demikian. Sayangnya, Masha menolak karena menurutnya dipanggil kakak berarti dia akan memiliki adik. Masha sangat sensitif dalam hal ini. Dia tidak ingin punya adik. Akhirnya, panggilan 'Kakak' gagal disematkan di depan namanya. Ketika dia dan Daffa melupakan hal tersebut, sekarang justru Masha menginginkannya.
Dengan senang hati, Sha.
"Iya. Kan udah sekolah, Sha. Jadi, sekarang dipanggilnya Kak Masha nih?"
"Iya."
"Coba Memei mau dengar kamu bilang Kak Masha."
"Kak Maca! Yeay! Kak Maca udah gede!" Masha bersorak senang. Dia berjalan sambil melompat kecil.
"Bukan Kak Maca, tapi Kak Masha. Coba ngomong Es."
"Essss."
Masha mengikuti arahan ibunya.
"Coba, Kak Ma-sha," ulang Bila perkata agar Masha tidak cadel mengucapkan namanya sendiri. Padahal dia bisa mengatakan es.
"Kak Maca."
Bila menghela napas, tapi dia tidak menyerah.
"Es, Sha. Kak Masha."
"Es, Mei. Kak Maca," kata Masha lagi.
Semaumulah, Sha. Bila mulai frustrasi sendiri.
Sore hari, seperti biasa Masha sibuk dengan kertas gambar.
"Gambar apa itu, Sha?" tanya Daffa yang duduk mengamati goresan Masha. Goresan tangan berupa garis-garis yang tidak jelas. Pokoknya, hanya Masha yang tahu maksudnya.
Masha mengabaikan pertanyaan ayahnya. Dia masih sibuk meneruskan menggambar.
"Sha, ditanya ayah kok nggak jawab?" tegur Daffa.
Masha mendongak. Ditatapnya sang Ayah dengan senyum tersungging.
"Kak Maca!" katanya pelan
Daffa menatap Masha tidak mengerti.
Ah, mungkin Masha sedang menggambar dirinya sendiri kali, ya?
"Kepalanya yang mana, Sha?"
Masha cemberut, kembali dia mengabaikan pertanyaan ayahnya.
Bila yang datang membawakan minuman terkikik geli. Dia sudah merasakan apa yang dialami Daffa sebelumnya.
"Mulai sekarang manggilnya Kak Masha, Yah. Kalau dipanggil Masha dia nggak peduli."
"Dia mau punya adik?" tanya Daffa dengan mata berbinar.
Bila mendelik. Gagal paham.
"Bukan, tadi di sekolah dipanggil gurunya Kak Masha. Terus katanya sekarang dia udah ngerasa gede, jadi maunya dipanggil kakak. Tadi aja aku panggil-panggil mau mandi sore dia diam aja di tempat bermain. Kirain udah ke tetangga sebelah, nggak tahunya karena manggilnya nggak pake kak."
Daffa yang mendengar penjelasan Bila tertawa lebar. Tingkah Masha itu memang hiburan tersendiri.
"Kak Masha," panggil Daffa kemudian. Iseng ingin tahu respon Masha.
"Kenapa, Yah?" jawab Masha cepat sambil mendongak, menatap ayahnya.
"Nggak papa."
"Masha," panggil Daffa lagi.
Tidak ada jawaban
"Kakak Masha," ulangnya kembali.
"Iya, Ayah? Apa, sih? Kak Maca lagi gambal ni."
Bila yang mengamati kelakukan ayah dan anak geleng-geleng kepala. Hingga akhirnya, suara ponsel mengalihkan perhatian. Dia memutuskan pergi ke kamar.
"Telepon dari siapa, Mei?" tanya Daffa ketika Bila sudah kembali bergabung.
"Dari Bunda, katanya besok mau ada arisan. Nanti pulang sekolah aku sama Masha langsung ke sana, ya? Didi katanya jam istirahat mau jemput."
"Oke."
"Kak Daffa besok langsung pulang ke sana aja. Kita balik ke rumahnya barengan."
"Siap."
"Atau mau nginep aja, Kak? Jadi lusa pagi baru jalan pulang? Kan bisa istirahat di sana, daripada pulang malam."
"Terserah kamu aja," jawab Daffa kalem. Dia sibuk mengamati Masha.
Bila manyun. Seberapa panjang kalimat yang dia ucapkan atau tanyakan, tanggapan yang ada selalu singkat. Coba kalau Masha yang bertanya, jawabannya bisa sepanjang kereta.
Jika ada jawaban yang singkat dan mudah, kenapa harus dipersulit?
•••
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top