Kak Ken & Dek Caca
Assalaamu'alaikum
Maaf ya, Kak Mashanya slow update, dia lagi jual mahal jadi nggak mau muncul". ^^
Btw sebelumnya saya numpang promo bentar ya..
Bagi teman-teman yang mau koleksi Calon Ibu versi buku bisa ikuti PO-nya s.d 15 Maret 2017. Pemesanan bisa digabung dengan buku yang lainnya. Info lengkap bisa dicek di lapak Calon Ibu bab terakhir.
Pssstttt, ada Kak Masha versi dewasa yang setor nama lho di.sana ^^
Terima kasih & selamat bertemu Kak Masha.
Wassalaamu'alaikum.
Alyaaa
**
"Assalaamu'alaikum!"
Suara salam yang diucapkan dengan suara tinggi membuat Masha terbangun dari tidur. Kebetulan dia hanya tidur di ruang bermain yang letaknya tidak jauh dari ruang tamu.
"Memeiiiiiii! Ayahhhhhh!" teriaknya kencang. Alih-alih bangun untuk mencari kedua orangtuanya, Masha memilih berteriak dengan kencang.
"Meiiiiiii!"
Suara teriakan itu kembali terdengar. Bila yang sedang menyapa Caca langsung menggelengkan kepala. Caca adalah adik Ken, adik sepupunya yang tinggal di Surabaya. Kalau sudah begini, Masha tidak akan berhenti berteriak.
"Ayahhhhhh!"
Nah, kan.
"Ngapain tuh, Kak?" tanya Caca tanpa dosa. Tanpa dia sadari, suaranya adalah penyebab Masha terbangun. Dia terlalu semangat bertamu hingga mengucapkan salam dengan lantang.
"Biasa, baru bangun tidur. Istirahat dulu, Dek. Tinggal nengok Bos Kecil dulu, ya."
Caca mengangguk saja. Dia langsung masuk ke ruang keluarga dan menghempaskan badan di sofa yang ada. Badannya terasa lelah setelah berpetualang seharian. Di tempat lain, Bila melihat Masha yang masih tiduran di kasur. Masha tidak berteriak lagi karena sibuk minum teh dari dotnya. Kenapa dot? Karena Masha malas jika harus bangun untuk minum dari gelas. Pernah sekalinya diberi gelas, justru tumpah di kasur karena hendak diminum dengan terlentang.
Setelah tidak ada air yang keluar, Masha menjauhkan dot dari mulut. Dilihatnya sudah kosong, lalu diletakkan begitu saja.
"Mei, gendong, Mei," ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya.
"Jalan dong, Kak. Katanya udah gede," tegur Bila dengan enggan.
"Gendonggg."
Masha kembali merengek manja. Dia memang suka bermalas-malasan ketika bangun tidur. Kalau kata orang, nyawanya masih belum kumpul. Begitu digendong, dia langsung menaruh kepala di pundak Bila.
"Kok sepi sih, Kak? Lelaki pada ke mana?" tanya Caca saat Bila muncul sambil menggendong Masha.
"Pergi beli cat, kata Kak Daffa mumpung ada Ken, jadi ada yang bantu buat ngecat ruang bermain Masha. Udah penuh coretan tuh temboknya."
Masha yang tadinya tidak melihat Caca langsung menengok. Lalu, dia meminta turun dengan tak sabar.
"Kak Caca! Kak Maca punya lumah balbie balu, Kak. Mau lihat, ndak?"
Caca menghela napas.
Kakak kan masih capek, Sha.
"Kak Caca masih capek, Kak. Kan baru dateng, ambilin minum dulu, yuk?" tegur Bila yang mengerti benar keadaan adiknya.
Masha mengangguk setuju dan mengikuti ibunya berjalan ke dapur. Dia langsung membuka kulkas dan mengambil tempat minum berisi air mineral. Tidak peduli akan basah, dia membungkusnya dengan kaus yang dipakai untuk menghalau rasa dingin.
"Bukan yang itu, Kak. Ambilin marjan yang warnanya hijau, tolong."
Masha menggeleng cepat, "Ini aja, Mei. Itu udah mau abis, ntal kalau abis gimana? Itu kan Kak Maca suka."
"Ya udah, kalau gitu yang warnanya kuning."
"Ini juga Kak Maca suka."
Kamu apa yang nggak suka sih, Sha? Batin Bila gemas.
"Ya udah deh, sana bawa ke depan. Biar gelasnya Memei yang bawa."
Masha berjalan menuju ruang keluarga sambil mendekap tempat minum. Begitu sampai, diserahkannya langsung kepada Caca.
"Ini apa, Kak? Buat Kak Caca?" tanya Caca heran. Bagaimana ceritanya dia disodori minuman dingin begitu saja, tanpa basa-basi.
"Iya."
"Gelasnya?"
"Sama Memei."
Tidak lama kemudian, Bila datang dengan satu gelas es teh dan satu gelas lainnya berisi teh hangat. Dia baru saja meletakkan gelas di meja ketika Masha sudah mengambil alih gelas yang berisi es teh.
"Itu buat Kak Caca. Kamu kan abis main air tadi, Kak. Kak Masha minumnya yang anget."
"Yahhhh," keluh Masha, "main ailnya kan udah tadi, Mei."
Bila menghela napas. Masha itu suka semaunya sendiri, tetapi ujung-ujungnya kalau sakit akan menjadi rewel tingkat dewa.
"Aqeela Masha Salsabila"
Masha langsung menaruh gelas yang tadi dipegangnya. Seakan dia tahu betul kalau ibunya sudah memanggil dengan nama lengkap seperti barusan, itu tandanya tidak bisa dibantah.
"Iya deh, iya," gumam Masha patuh. Ekspresinya berubah menjadi muram.
Bila yang melihat hal itu langsung merasa menyesal. Walaupun hanya menyebutkan nama, rasanya seperti dia sudah memarahi Masha sehingga membuat anak itu bungkam.
"Kak Caca, Masha boleh minta minumnya dikitttt aja kan, Kak? Cuma icip kok," ujar Bila kemudian. Dia memberi kode kepada Caca untuk mengiyakan. Rasanya tak sampai hati melihat Masha diam seribu bahasa sambil menunduk, seperti orang yang menyesali perbuatannya.
"Boleh, Mei?" tanya Masha dengan mata berbinar. Dia mendongak dan menatap ibunya penuh pengharapan.
"Coba tanya Kak Caca-nya."
Masha beralih menatap Caca, "Boleh, Kak?"
"Boleh."
"Asikkkk!"
Masha berteriak senang, membuat Bila kembali tersenyum lega.
**
"Caaa! Dek Cacaaa!"
Suara teriakan dari ruang bermain mengalihkan perhatian Caca yang sedang menemani Masha mewarnai di ruang tamu.
"Kenapa, Kak?" balas Caca dengan teriakan pula.
"Ke sini bentar, Dek. Tolong ambilin kuas!"
Caca akhirnya bangkit dari posisi duduk dan berjalan menuju ruang bermain. Di sana, dilihatnya Ken yang berdiam diri di tangga. Sementara di sudut lain, Daffa sibuk dengan catnya.
"Tolong, Dek. Itu jatuh."
Caca menggelengkan kepala sambil berdecak.
"Tinggal turun bentar aja kenapa mesti teriak-teriak sih, Kak? Manja banget," gumam Caca sambil mengambil kuas di lantai.
"Ayah, sini biar Kak Maca aja yang nge-cat."
Masha yang mengekor di belakang Caca membuka suara. Tiga pasang mata menatapnya horor. Kalau Masha turun tangan, itu artinya akan dua kali kerja.
"Dek, tolong dikondisikan, Dek," pinta Ken cepat.
Daffa ikut mengusir Masha dengan halus, "Kak Masha kasih mamam si Putih dulu, ya? Belum dikasih makan sore, kan? Yang ngecat biar Ayah sama Om."
Masha langsung menepuk jidatnya pelan. "Oh iya, lupa. Duh, Si Putih kelapalan, kasihan!"
Caca dan Ken yang baru melihat tingkah Masha ini langsung tergelak, terlebih lagi ketika Masha melenggang pergi tanpa permisi begitu menyelesaikan kalimatnya. Kalau ayahnya sudah terlalu biasa, jadi hanya tersenyum tipis.
Meja makan yang biasanya hanya dihuni tiga orang, kini menjadi semakin ramai dengan bertambahnya dua peserta. Ken dan Caca sengaja bermalam di rumah ini karena sudah malas untuk pergi lagi. Ken lelah dengan kerja paksa yang dilakukan oleh anak dan ayah. Jika pagi cuci motor ala Masha, sore harinya cat kamar dengan bapaknya Masha. Lalu Caca, jangan ditanya, lelahnya berpetualang dengan Najwa baru terasa setelah sampai rumah ini. Seandainya saja dia di rumah, pasti sudah meminta pijit sang Mama. Sayangnya hanya ada Masha yang berkata memijit, tetapi lebih tepat dikatakan mengusap saja.
"Kakgk Ken.... besok ... ehm ... jalan jam berapa?" tanya Caca terbata di sela mengunyah makanan.
Ken lansung memandang adiknya tidak suka. Dia menghela napas, "Dek Caca, makannya dihabiskan dulu baru ngomong. Kasih contoh yang baik tuh buat anak kecil."
Caca mengunyah makanannya dengan cepat dan memamerkan giginya.
"Maaf," gumamnya pelan.
Mereka kembali menikmati makan malam. Sesekali terdengar obrolan Bila yang sibuk meminta Masha untuk membuka mulut.
"Dek, jangan lupa bantuin Kak Bila beresin," ujar Ken begitu selesai menikmati makannya. Dia menyusul Daffa yang lebih dulu selesai ke ruang keluarga.
"Hm."
Caca memilih jawaban aman, takut ditegur lagi karena berkata sambil mengunyah makanan.
"Mei," panggil Masha meminta perhatian.
"Ya?"
"Ntal Kak Maca bantuin Dek Caca belesin, ya?"
Bila speechless. Begitu pun dengan Caca.
"Dek Caca, Kak?" tanya Bila memastikan setelah beberapa detik hanya diam.
"Iya." Masha mengangguk mantap. Dia beralih menatap Caca kemudian, "Kita ntal nyuci piling baleng ya, Dek?"
Caca memandang Masha sambil meringis, tidak tahu harus berkomentar apa lagi. Rasanya dipanggil 'Dek' oleh bocah sekecil Masha itu memang luar biasa.
Duh, Ma! Mulai besok Caca nggak mau dipanggil Dek lagi. Titik.
"Kak Caca, Kak. Bukan dek," ralat Bila membenarkan.
"Tadi Kak Ken manggilnya Dek Caca, Mei."
"Om Ken," ralat Bila lagi.
"Tadi Dek Caca manggilnya Kak Ken, Mei."
Semaumulah, Sha!
***
Bagaimana seorang anak tumbuh dan berkembang, tergantung bagaimana orang di sekitarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top